Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Hadiah Khalifah Harun al-Rasyid kepada Kaisar Romawi Charlemagne yang jadi perdebatan selama berabad-abad

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Harun Al Rashid Charlemagne Bildagentur/Universal Images Group via Getty Images
Harun al-Rashid menunggangi kuda dan menyambut utusan dari Karolus Agung.

Pada tahun 797 Masehi, orang yang paling berkuasa di seluruh Eropa Barat melakukan sesuatu yang tidak biasa. Charlemagne—dikenal dengan Karl, Karolus Agung dan Charles Agung—mengirim utusan ke istana megah Khalifah Harun al-Rasyid.

Tujuan sebenarnya pemimpin kekaisaran Kristen di Barat dalam mengirim utusan ke pemimpin tertinggi kekaisaran Islam menjadi perdebatan sepanjang masa.

Baca juga:

“Kami memiliki sumber yang hidup pada masa itu, yang memberi kami alasan, dan sumber itu adalah penulis biografinya,” kata sejarawan Samuel Ottewill-Soulsby.

Einhard—yang menulis Vita Karoli Magni (Kehidupan Karolus Agung)—bukan hanya seorang cendekiawan, tetapi juga abdi di istana raja Frank dan menjalin persahabatan dengannya.

Charlemagne atau Karolus Agung adalah raja dari kaum Frank yang wilayah kekuasaannya membentang di Belgia, Prancis, Belanda dan Jerman. Melalui serangkaian perang dan penaklukan, pendiri Kekaisaran Romawi Suci ini memperluas wilayah kekuasaannya hingga meliputi sebagian besar Eropa Barat.

Baca juga:

Einhard menceritakan, bahwa ketika Karolus Agung mengutus perwakilannya ke Khalifah Harun al-Rasyid—pemimpin wilayah yang saat itu merupakan negara paling makmur di dunia dan berpusat di Baghdad—Karolus Agung menginginkan sesuatu.

Karolus hanya menginginkan seekor gajah dan dia mendapatkannya. Tapi Harun mengirimkan barang-barang yang lebih banyak lagi.

Hadiah-hadiahnya tidak hanya mencerminkan kemewahan, tapi juga kekayaan budaya dan kemajuan ilmu pengetahuan kerajaan Islam, yang pada puncak kemegahannya tidak memiliki pesaing.

Ini adalah kisah tentang dua orang yang berkuasa, seekor gajah, sebuah jam, dan dongeng “Seribu Satu Malam”.

Musuh dari musuh saya

Permintaan Karolus Agung “cukup berani,” kata Ottewill-Soulsby, penulis The Emperor and the Elephant: Christians and Muslims in the Age of Charlemagne.

“Karolus dan Harun belum pernah berhubungan sebelumnya,” katanya kepada BBC Mundo.

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan mengapa kaisar Kristen dari Barat itu menginginkan seekor gajah, dan mengapa Khalifah Harun kemudian memenuhi permintaannya.

Salah satunya, berkaitan dengan semacam aliansi antara kedua pemimpin tersebut.

Harun al-Rasyid dan Kekaisaran Romawi Suci Electa/Mondadori Portfolio via Getty Images
“Harun al-Rasyid di dalam tendanya bersama Tiga Orang Bijak dari Timur”. Lukisan cat minyak di atas kanvas oleh Gaspare Landi, 1813, Museum Capodimonte, Italia.

Profesor Emilio González Ferrín, seorang peneliti Islam di Universitas Sevilla, Spanyol, menjelaskan bahwa Harun telah memblokade perdagangan dengan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium), yang merupakan musuh terbesarnya.

”Harun memutuskan bahwa ia akan menjadi kekuatan yang mapan di daerah tersebut, sebuah kekuatan yang tidak pernah mencapai di luar Mesir."

"Apa yang dia inginkan adalah untuk menutup ruang, karena dia bukan penakluk dengan gaya seperti yang dilakukan oleh bangsa Mongol atau Turki di kemudian hari.”

“Melalui kompilasi yang sangat mitologis, citra Harun al-Rasyid nantinya akan diasosiasikan dengan citra kaisar, paradigma penguasa negara,” tambah González Ferrín.

Hal ini tercermin dalam dongeng “Seribu Satu Malam”, ketika ia tampil sebagai raja yang berkuasa dan adil.

Dongeng seribu satu malam, Arab Getty Images
“Seribu Satu Malam” adalah kumpulan cerita tradisional berbahasa Arab dari Timur. Dalam karya ini, Scheherazade, seorang tokoh utama, menceritakan kepada suaminya, Sultan Shahriar, sebuah kisah fantastis setiap malam. (Ukiran dari tahun 1892).

“Apa yang tidak mitologis adalah, dengan pepatah lama bahwa musuh dari musuhku adalah temanku."

"Harun tahu betul sebagai seorang ahli strategi. Jika Bizantium adalah musuhnya, maka Karolus Agung, yang merupakan rival Bizantium, akan menjadi temannya.”

“Tidak ada masalah di sini antara Islam dan Kristen, tetapi lebih merupakan masalah pragmatisme komersial: siapa yang mengambil roti saya di perbatasan saya, dan bagaimana saya mendekatkan diri dengan musuh mereka,” kata González Ferrín.

Hanan Saleh Hussein, seorang profesor studi Arab dan Islam di Universitas Pablo de Olavide di Sevilla, menunjukkan kemungkinan kedua pempimpin itu punya tujuan yang sama, yakni menaklukkan Emir Umayyah di Kordoba.

Gajah Abul-Abbas

Karolus Agung, yang oleh beberapa sejarawan disebut sebagai “Bapak Eropa”, ditengarai berupaya melakukan pendekatan dengan Harun.

“Sebagian besar penduduk kerajaan Harun adalah orang Kristen. Kekaisarannya mencakup Tanah Suci [di Yerusalem],” kata Ottewill-Soulsby.

Karolus Agung memang mengirim uang kepada orang-orang Kristen di Yerusalem. Namun hal ini, kata sejarawan tersebut, terjadi belakangan.

Menurut Ottewill-Soulsby, Karolus Agung memang menginginkan seekor gajah.

“Saya pikir itu adalah motivasi besar di pihaknya.”

Charlemagne dan Harun Al-Rasyid Getty Images
Charlemagne, yang merupakan raja Franka dan kaisar Kristen di Barat, sangat berpengaruh terhadap karakter Eropa abad pertengahan.

Karolus Agung, seperti dituturkan Hanan Saleh Hussein, mengirim tiga utusan tetapi dua di antara mereka meninggal dalam perjalanan pulang.

“Adalah Ishak, seorang penerjemah Yahudi kaum Frank yang tinggal di Afrika Utara, yang bertanggung jawab memenuhi keinginan Karolus Agung. Dia memandu hewan itu dan merawatnya sampai ke pantai Mediterania,” katanya kepada BBC Mundo.

Pada tahun 801, Karolus Agung menerima kabar: gajah itu telah berada tak jauh darinya dan dia harus menjemputnya.

Gajah bernama Abul-Abbas tiba di istana Karolus Agung di Aachen (Jerman) pada tahun 802.

“Itu adalah hal yang besar bagi Karolus. Orang-orang akan membicarakannya selama beberapa dekade,” kata Ottewill-Soulsby.

“Sampai sekarang pun masih," imbuhnya.

Baca Juga:

“Orang-orang mengaitkan makhluk misterius itu dengan kekuatan Harun al-Rasyid,” kata González.

Itu adalah gajah pertama yang pernah dilihat oleh Karolus Agung di Eropa.

“Sumber-sumber selalu menyatakan bahwa itu adalah gajah pertama yang menginjakkan kaki di Eropa utara, di luar Pyrenees.”

Berabad-abad sebelumnya, Hannibal dan militer Kartago telah menggunakan gajah dalam perang mereka melawan orang-orang di Semenanjung Iberia dan tentara Romawi di Italia utara.

Sebuah perjalanan panjang

Gajah tersebut diyakini berasal dari Asia.

“Catatan dari masa Harun yang kami ketahui, bahwa satu-satunya gajah jinak yang mereka miliki berasal dari India,” kata Ottewill-Soulsby.

“Ini berarti bahwa sebelum si gajah melakukan perjalanan ke istana Karolus Agung, ia mungkin telah melakukan perjalanan jauh dari India ke istana Harun.”

Namun, perjalanan panjang ke Jerman bukanlah satu-satunya hal yang melelahkan yang harus dilalui oleh hewan ini.

Hadiah gajah Karolus Agung Getty Images
Ilustrasi. Gajah yang diberikan kepada Karolus Agung diyakini berasal dari India.

“Karena gajah telah digunakan pada zaman kuno sebagai senjata penyerbuan dalam peperangan,” catat Hussein, Karolus memiliki ide untuk membawa Abu-Abbas dalam pertempuran melawan Viking.

Namun, karena “kondisi cuaca yang tidak sesuai dengan habitatnya, kesehatan hewan tersebut terganggu dan ia menderita radang paru-paru.”

Suatu hari pada tahun 810, ketika gajah itu berada di barat laut Jerman, dia “pingsan dan mati".

Tantangan

Ottewill-Soulsby, yang tidak sepenuhnya yakin dengan teori aliansi militer antara Karolus dan Harun, melihat pendekatan kekuatan lunak (soft power) dari sang khalifah melalui pemberian gajah ini.

“Cengkeraman Harun terhadap kekuasaan mungkin tidak sekuat yang sering kita pikirkan,” katanya.

“Meskipun tidak diragukan lagi bahwa dia adalah orang yang sangat sukses, yang memerintah untuk waktu yang lama, dia juga harus menghadapi banyak tantangan.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harun naik takhta pada tahun 786 saat berusia 20 tahun. Ia mengambil alih pemerintahan sebuah kekaisaran yang membentang dari Mediterania barat hingga India.

Koin dari masa Harun al-Rasyid Getty Images
Koin perak dari masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (abad ke-8).

“Dia tidak populer di Baghdad,” kata sejarawan itu.

Bahkan, meskipun kota Irak itu adalah ibu kota resminya, Harun memutuskan, bertahun-tahun kemudian, untuk tinggal di Al Raqqa, Suriah.

“Ia juga tidak populer di kalangan tentara dan ada beberapa bagian dari kekaisaran yang memberontak.”

“Dan cara Harun merespons hal itu terkadang dengan kekerasan, tetapi dia juga hebat dalam hubungan masyarakat.”

“Dia menampilkan dirinya sebagai seorang pejuang yang adil dan juga seorang yang religius.”

Citra tersebut, menurut Ottewill-Soulsby, ada hubungannya dengan cara Harun berinteraksi terhadap kekuatan asing.

"Sebagai contoh, dia mengirim utusan ke Tiongkok dan tidak jelas mengapa.”

Baca juga:

“Catatan Tiongkok memberi tahu kita, bahwa mereka datang membawa hadiah dan pulang membawa hadiah.”

“Harun menunjukkan kekuatannya dan rasa hormat kepada para penguasa yang jaraknya jauh darinya.”

Ottewill-Soulsby bilang, Harun juga melakukan hal yang sama terhadap Karolus Agung.

Meski utusan Karolus datang membawakan berbagai hadiah untuk Harun, sang khalifah balas memberi dengan hadiah yang lebih mewah.

”Hadiah-hadiah itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kemegahan seorang pria Timur yang, menyadari keunggulan budayanya atas Barat, memberi hadiah-hadiah yang luar biasa,” kata González.

Dalam perjalanan lainnya, sang khalifah mengirimkan parfum, rempah-rempah, dan kain-kain mewah.

“Dia juga mengirimkan satu set catur, yang pertama di Eropa,” sebut González.

Ada pula hadiah sebuah jam.

Kemajuan di bidang sains dan medis

Sebelum membahas tentang jam, González mengingatkan bahwa bagi Harun, “legitimasi kekuasaan perlu dilakukan melalui budaya.”

Harun, menurut González, merasa bahwa Rumah Kebijaksanaan (Baitul Hikmah), merupakan sebuah model budaya yang harus dibangun.

Bangunan yang Harun dirikan itu juga dikenal sebagai Perpustakaan Besar Baghdad, dan kelak menjadi pusat intelektual dari apa yang dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam.

Rumah Kebijaksanaan Baghdad Getty Images
Rumah Kebijaksanaan (Baitul Hikmah), yang didirikan di Baghdad namun sekarang tidak ada jejaknya, merupakan pusat kekuatan intelektual selama Zaman Keemasan Islam. Di sanalah muncul konsep-konsep matematika yang mengubah dunia.

Sang khalifah memperoleh karya-karya Yunani dan Persia kuno dan menyuruh para intelektual di Baitul Hikmah untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.

Kekaisarannya kemudian mencapai kemajuan yang luar biasa di bidang sains dan medis.

“Jurang antara kemajuan budaya di Timur sangat besar dibandingkan dengan yang ada di Eropa.”

Sebuah mahakarya

Deskripsi jam air yang dikirim Harun kepada Karolus Agung “benar-benar luar biasa,” jelas Ottewill-Soulsby.

“Ada banyak bola kecil yang jatuh ketika jam berdentang sehingga membunyikan cincin simbal di bawahnya. Jam ini juga memiliki 12 penunggang kuda yang melewati 12 jendela setiap satu jam.”

González menjelaskan bahwa jam itu dilengkapi ratusan botol kecil: setiap kali satu botol terisi air, botol tersebut akan turun dan botol berikutnya akan mulai terisi, dan begitulah cara mengukur waktu.

Hadiah Harun al-Rasyid untuk Charlemagne Fine Art Images/Heritage Images/Getty Images
Utusan Khalifah Harun al-Rasyid mempersembahkan sebuah jam kepada Charlemagne. Karya ini merupakan koleksi Museum Seni Rupa Cambrai. Seniman Jordaens, Jacob (1593-1678).

“Air selalu jatuh dengan kecepatan yang sama, itulah kuncinya.”

“Distribusi botol-botol itu tidak serumit kecanggihan perhitungan waktu yang tepat untuk membuat gelas dengan ukuran tersebut, sehingga satu gelas setara dengan satu menit, satu jam, satu hari, satu minggu. Itu adalah pengukuran waktu universal.”

Dengan jam itu, Harun tidak hanya menunjukkan kualitas luar biasa dari para pengrajinnya, kata Ottewill-Soulsby, tetapi juga “teknik, sains, dan budaya mereka.

Jika dengan gajah dia menunjukkan keahliannya dalam mendapatkan hewan langka dan eksotis, jam menunjukkan kecanggihan kerajaannya.”

Sebuah alat musik?

Profesor González mengatakan bahwa di Eropa, mereka tidak tahu bagaimana cara menyusun jam tersebut. Oleh karena itu seorang ahli harus melakukan perjalanan dari Baghdad untuk menyusunnya.

“Komentar pada saat itu adalah tidak ada yang tahu apa itu. Ketika semua kotak dengan botol-botol kecil itu tiba, tidak ada yang tahu bahwa itu adalah jam.”

Setelah dirakit, ada yang mengira itu adalah alat musik karena mengeluarkan bunyi pada waktu-waktu tertentu.

Utusan Harun al-Rasyid mempersembahkan hadiah kepada Charlemagne di depan istananya yang megah. Universal Images Group via Getty Images
Utusan Harun al-Rasyid mempersembahkan hadiah kepada Charlemagne di depan istananya yang megah.

“Mereka percaya bahwa suara air yang jatuh dapat memiliki fungsi thaumaturgical—alat musik yang dapat menghubungkan Anda dengan sesuatu yang magis. Mereka yang berkata demikian adalah orang-orang yang memiliki mentalitas dukun sihir.”

“Ketika ahli itu datang dan mengaturnya, dan mengatakan bahwa ini untuk mengukur waktu, semua orang kagum.”

Ottewill-Soulsby memperingatkan bahwa bukan berarti orang Eropa tidak mengetahui adanya artefak semacam itu.

“Di istana Raja Theodoric Agung, raja Ostrogoth di Italia, pada abad ke-6, ada jam seperti ini.”

Selain itu, “Bizantium di Konstantinopel terkenal karena membuat alat musik dan jam mekanik.”

Namun, sangat mungkin, meskipun Karolus Agung pernah mendengar tentang perangkat semacam itu, dia belum pernah melihat jam secanggih yang dikirimkan Harun kepadanya.

“Dia mungkin tidak memiliki orang yang bisa membuat jam seperti itu.”

Sedikit legenda

Kisah-kisah pun mengemuka seiring dengan kedatangan jam yang luar biasa di istana Karolus Agung.

Profesor Hussein menceritakan salah satunya.

Meskipun Karolus Agung mengagumi perangkat “aneh” tersebut, perangkat itu juga “membuatnya takut, begitu pula para pengiringnya, yang mengatakan kepada Karolus bahwa dia dihantui oleh setan".

"Dan Khalifah Harun al-Rasyid telah mengirimkan jam tersebut kepadanya sebagai hadiah untuk menghancurkannya dan merampas kerajaannya.”

Menurut cerita tersebut, mereka menggunakan kapak untuk menyingkirkan iblis dari dalam. Jam itu pun hancur.

“Para abdi memberi tahu Karolus bahwa iblis itu telah melarikan diri, yang membuat kaisar sangat sedih dan dia memanggil para ilmuwan dan pengrajin terampil untuk memperbaikinya, dan mengatur ulang jam tersebut, tetapi semua upaya gagal.”

“Beberapa penasihatnya menawarkan untuk mengirimkannya kepada Khalifah Harun al-Rasyid agar diperbaiki oleh tim ahli Arab, tetapi Karolus menolak untuk mengembalikan jam dalam kondisi seperti itu kepada Raja Baghdad, karena mengetahui bahwa niatnya telah dicurigai secara tidak adil.”

Terlalu sedikit kebenaran? Terlalu banyak fantasi? Butuh waktu lebih dari seribu satu malam untuk mencoba menemukan kebenarannya.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada