Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Calon Presiden (Capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyebut literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah. Hal ini membuat masyarakat kerap bermasalah dengan pinjaman online (pinjol) dan judi online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Maka pentingnya kita mengerti literasi digital. Kadang kadang di handphone (HP) bapak-ibu termasuk di HP saya. Hanya dengan KTP saja, sudah bisa mendapatkan pinjaman begitu. Digoda gitu, untuk pinjem online," kata Ganjar saat bersilaturahmi dengan Caleg, Partai Politik Pendukung Ganjar-Mahfud beserta organisasi masyarakat (Ormas) di Perum Graha Puspa Karangpawitan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat, 15 Desember 2023, dilansir dari Wartakota.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benarkah klaim Ganjar mengenai literasi masyarakat soal keuangan rendah membuat masyarakat bermasalah dengan pinjol dan judi online?
PEMERIKSAAN KLAIM
Klaim tentang literasi keuangan masyarakat Indonesia rendah
Peneliti Think Policy, Alexander Michael Tjahjadi mengungkapkan, Survei Literasi Keuangan Literasi dan Inklusi Keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tahun 2022 menunjukkan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia meningkat dari 21,8 persen di tahun 2013 menjadi 49,6 persen pada tahun 2022.
Literasi keuangan merupakan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi cara bertindak keputusan dalam pengelolaan keputusan
“Sedangkan inklusi keuangan tahun 2022 menunjukkan angka 85,10 persen naik dibandingkan tahun 2013 yang berada di angka 59,4 persen. Inklusi keuangan adalah ketersediaan akses bagi masyarakat dengan memanfaatkan produk keuangan yang ada,” kata Alexander.
Berdasarkan indeks OJK tersebut, literasi keuangan Indonesia sebenarnya sudah meningkat 20 persen sejak tahun 2013. Pada tahun 2022, 1 dari 2 orang Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang produk keuangan.
Selama ini, literasi keuangan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendidikan, karakteristik jumlah keluarga, single atau menikah. “Masyarakat kota juga memiliki potensi lebih banyak untuk memiliki konsumsi yang ada. Selain itu tekanan sosial mempengaruhi bagaimana orang mengkonsumsi produk finansial yang ada,” kata Alexander.
Berdasarkan riset dan ekonometri Asia Development Bank tahun 2020, kata Alexander, juga menunjukkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh penting dalam literasi keuangan, yang pada gilirannya mempengaruhi kemiskinan. Literasi keuangan juga dipengaruhi oleh tekanan sosial masyarakat yang ada.
“Terdapat 4 hambatan literasi keuangan yaitu bervariasinya pendidikan yang ada, keinginan untuk mempelajari keuangan, paradigma legalitas produk keuangan, dan infrastruktur yang tidak merata,” katanya menjelaskan.
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Imam Salehuddin, menganalisis hasil survei OJK itu. Menurutnya, survei itu menunjukkan literasi keuangan masyarakat Indonesia memang masih rendah dibandingkan tingkat inklusi keuangan yang sudah mencapai 85,10 persen di tahun 2022. Atau naik dari 76,19% di tahun 2019.
“Indeks literasi keuangan terdiri dari parameter pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap dan perilaku, sementara indeks inklusi keuangan menggunakan parameter penggunaan (usage),” kata Imam.
Klaim terkait penyebab praktik pinjaman online dan judi online
Meski literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah, namun bukan penyebab utama fenomena pinjol dan judi online. Menurut Imam Salehuddin, masyarakat yang terjebak pinjol dan judi online disebabkan juga karena konsumsi yang berlebih. Faktor lain juga disebabkan karena keengganan masyarakat untuk mempelajari produk keuangan, serta ketidaktahuan apakah produk keuangan tersebut legal atau tidak. Sementara saat ini terdapat 101 pinjol yang legal menurut OJK.
Menurut Imam, Data Statistik Fintech oleh OJK menunjukkan bahwa bisnis pinjaman online memang berkembang sangat pesat di Indonesia. Kenaikan transaksi tahunan mencapai Rp 50,3 triliun per November 2022 atau meningkat sebesar 72,7 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya.
“Meskipun demikian, tingkat wanprestasi secara agregat (TWP90) pada kurun tersebut tercatat menurun menjadi 2,83 persen. Terdapat 23 perusahaan yang memiliki tingkat wanprestasi di atas ambang 5 persen,” kata Imam.
Di sisi lain, lanjutnya, pada kurun waktu 2017-2022 terjadi peningkatan pesat dari perputaran uang yang terindikasi sebagai transaksi judi online di Indonesia.
KataData melaporkan temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa total transaksi judi online di Indonesia tahun 2017-2022 diperkirakan mencapai Rp 190 triliun.
PPATK melaporkan 2,76 Juta individu diduga bermain judi online dalam kurun waktu tersebut, dengan 2,19 Juta individu disinyalir berpenghasilan rendah dengan nilai transaksi di bawah Rp 100 Ribu.
KESIMPULAN
Pernyataan Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah sehingga membuat masyarakat kerap bermasalah dengan pinjaman online (pinjol) dan judi online adalah sebagian benar.
Fenomena pinjol dan judi online bukan saja karena masalah literasi keuangan, tetapi konsumsi yang berlebih. Di lain sisi, keengganan untuk mempelajari produk keuangan, dan ketidaktahuan apakah produk keuangan legal atau tidak patut untuk dilihat.
Informasi dari OJK sudah berlimpah untuk mengetahui legalitas produk keuangan dan juga modul keuangan, tetapi permasalahannya akses tersebut sangat rendah sehingga orang terjebak.
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]
Artikel ini merupakan hasil kolaborasi program Panel Ahli Cek Fakta The Conversation Indonesia bersama Kompas.com dan Tempo.co, didukung oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI)