TEMPO.CO, Blitar - Peringatan Hari Buruh dimanfaatkan para guru honorer di Kabupaten Blitar untuk menagih upah mengajar. Jumlah tunggakan honor mereka yang belum dibayarkan pemerintah daerah sebesar Rp1,6 miliar.
Bersama para buruh pabrik di Kabupaten Blitar, guru honorer yang mengorganisir diri dalam Serikat Buruh Merdeka (SBM) unjuk rasa di perempatan Lovi depan kantor DPRD Kota Blitar. Membawa poster dan pernyataan sikap, para guru dari berbagai sekolah ini turut berorasi menuntut pembayaran honor yang masih dikemplang pemerintah daerah.
“Kami para guru juga buruh, berikan upah kami,” kata Dian Ekandari, guru honorer dalam orasinya, Minggu 1 Mei 2016. Menurut Dian, tunggakan pembayaran honor guru sebesar Rp 1,6 miliar itu akumulasi upah selama Januari-Maret 2016. Akibatnya, sebanyak 997 guru honorer kesulitan ekonomi lantaran macetnya honor sebesar Rp 550 ribu per bulan yang menjadi hak mereka.
Dalam kondisi tak menerima upah, atasan tempat mereka tetap mewajibkan para guru ini mengajar setiap hari. Sebagian besar guru melakukan kewajiban itu karena merasa kasihan terhadap muridnya. Karenanya meski berutang, mereka terus mengajar seperti layaknya pegawai negeri sipil.
Dalam peringatan Hari Buruh ini, para guru juga menuntut kenaikan nilai upah mengajar yang jauh di bawah ketentuan Upah Minimum Kota yang ditetapkan sebesar Rp 1,405 juta. Mereka menyejajarkan status guru honorer seperti buruh yang terikat dalam ketentuan itu. “Upah kami setengah dari UMK,” keluh Dian.
Satu-satunya janji yang diberikan pemerintah terkait perbaikan nasib guru adalah peninjauan kenaikan honor menjadi Rp750 ribu per bulan yang diwacanakan berlaku mulai tahun ini. Namun faktanya hingga sekarang kabar itu tak kunjung direalisasi. Bahkan harapan itu nyaris sirna setelah pembayaran honor tiga bulan terakhir juga macet.
Sebagai penutup aksi, para guru menyampaikan desakan kepada Bupati Blitar Rijanto untuk mengangkat mereka menjadi pegawai negeri sipil. Desakan ini disampaikan menyusul banyaknya pegawai negeri di jajaran Pemkab Blitar yang memasuki masa pensiun.
Sebagai gantinya, tentu dibutuhkan aparat pemerintah baru untuk memperlancar pelayanan masyarakat. “Upaya ini harus diawali dengan merevisi UU Aparatur Sipil Negara Nomor 5 tahun 2014 yang mengganjal honorer menjadi PNS,” kata Muhamad Triyanto, Koordinator Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) Blitar yang mendampingi perjuangan para guru selama ini.
HARI TRI WASONO