TEMPO.CO, Jakarta – Setelah operasi tangkap tangan di Pengadilan Negeri Kepahiang, Bengkulu, pada Senin lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah delapan lokasi. Penggeledahan tersebut dilakukan sejak kemarin hingga hari ini, Kamis, 26 Mei 2016.
Pelaksana harian Kepala Biro Humas Yuyuk Andriati Iskak mengatakan penyidik pertama kali menggeledah kantor Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu. Selanjutnya, berturut-turut, penyidik menggeledah Pengadilan Negeri Kepahiang, rumah dinas tersangka Janner Purba, dan rumah tersangka Toton.
Setelah itu, penyidik melanjutkan, penggeledahan dilakukan di kediaman tersangka Edi Santroni, rumah Syafri Syafii, kantor Korpri, dan kantor Perpustakaan Daerah Bengkulu. Kantor Korpri merupakan tempat Syafri bekerja. Sedangkan Perpustakaan Daerah merupakan tempat kerja Edi.
“Saat ini penggeledahan masih berlangsung di lokasi kedelapan, yaitu kantor SS,” ujar Yuyuk melalui pesan pendek, Kamis, 26 Mei 2016. Yuyuk belum bisa menyebutkan hasil penggeledahan yang dilakukan dalam dua hari ini tersebut.
Pada Senin, 23 Mei, tim satuan tugas KPK mencokok lima orang yang diduga melakukan praktek suap untuk mempengaruhi putusan pengadilan. Lima orang itu adalah bekas Wakil Direktur Utama dan Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus Bengkulu; Edi Santroni; dan bekas Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus, Syafri Syafii. Keduanya diduga berperan sebagai pemberi suap.
Lalu Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba bersama hakim ad hoc tipikor Pengadilan Negeri Kota Bengkulu, Toton, sebagai penerima suap. Tersangka lain adalah panitera Pengadilan Negeri Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy. Ia diduga mengatur administrasi proses perkara di pengadilan tersebut.
Modus penyuapannya adalah mempengaruhi putusan hakim terkait dengan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu di Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu. Edi dan Syafri, yang menjadi terdakwa dalam perkara itu, diduga memberikan besel kepada Janner dan Toton agar diputus bebas.
Saat operasi tangkap tangan, penyidik menyita duit Rp 150 juta dari tangan Janner. Duit dari Syafri itu bukan pemberian pertama. Pada 17 Mei, Janner menerima duit Rp 500 juta dari Edi.
MAYA AYU PUSPITASARI