TEMPO.CO, Boyolali – Dahsyatnya gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006 diperingati warga Desa Cepokosawit, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, dengan membangun monumen di lokasi situs Mbah Gajah di areal persawahan desa setempat. Monumen Gempa Bumi 2006, yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat sejak 17 Februari, diresmikan pada Rabu, 25 Mei 2016.
Monumen berupa tugu hitam dengan ketinggian sekitar 11 meter itu terdiri atas sejumlah bagian yang sarat simbol. Misalnya, 12 kelopak bunga sakura di bagian tengah sebagai lambang jumlah dukuh di Desa Cepokosawit dan tiga bunga segi empat sebagai tanda tiga dukuh yang terdampak gempa paling parah, yaitu Cepokosawit, Kenteng, dan Satriyan.
Dalam prasastinya dituliskan gempa berkekuatan 5,9 skala Richter, yang berlangsung selama 57 detik pada pukul 05.55, Sabtu Wage, 27 Mei 2006, itu menyebabkan tiga warga Desa Cepokosawit meninggal dunia, dua warga mengalami cacat fisik, dan 216 rumah rusak.
“Meski dampaknya tidak separah di Kabupaten Bantul dan sekitarnya, gempa sepuluh tahun lalu itu juga menyisakan luka yang cukup mendalam bagi warga kami,” kata Kepala Desa Cepokosawit Slamet Raharjo. Slamet mengatakan pembangunan monumen secara swadaya dengan dana sekitar Rp 200 juta itu bertujuan sebagai pengingat akan besarnya kekuasaan Tuhan.
“Monumen ini selesai dibangun pada 4 April lalu, tapi baru diresmikan sekarang karena sekaligus untuk memperingati sepuluh tahun gempa 2006,” kata Slamet. Pemerintah Desa Cepokosawit juga akan membangun museum mini di sebelah monumen. Museum mini tersebut akan diisi dengan berbagai benda yang mengingatkan ihwal dahsyatnya gempa 2006.
Warga yang hendak mengunjungi monumen gempa tidak dipungut biaya. Selain bisa berfoto di monumen, pengunjung bisa menyaksikan situs Mbah Gajah yang dikenal sebagai peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno. Situs Mbah Gajah adalah batu yang dipahat menyerupai gajah duduk (ndekem, dalam bahasa Jawa) di cekungan tanah dengan kedalaman sekitar 1,7 meter.
Menurut Camat Sawit, Widodo, monumen Gempa Bumi 2006 di Desa Cepokosawit sekaligus sebagai penanda cepat bangkitnya warga dari luka dan duka masa lalu. “Monumen ini sekaligus untuk mengkampanyekan pada warga ihwal pentingnya kesiapsiagaan bencana yang bisa datang sewaktu-waktu,” katanya.
DINDA LEO LISTY