TEMPO.CO, Manila- Seorang sandera kelompok milisi bersenjata di Filipina selatan Abu Sayyaf asal Malaysia diizinkan mengirim pesan bantuan darurat melalui media berita untuk meminta pertolongan agar segera dibebaskan.
Dalam panggilan telepon kepada harian Malaysia, The Star, Mohd Ridzuan Ismail menceritakan kisah sedihnya berada di tangan para penculiknya selama dua bulan ini.
"Kami sudah tidak tahan lagi. Kami dalam kesakitan. Semua kami sakit. Badan kami luka-luka. Kami lemah. Tidak ada makanan untuk dimakan. Bahkan, kami dipukuli. Ada orang ingin menembak kami. Tolong bantu kami."
Itulah kata-kata Mohd Ridzuan, satu dari lima warga Malaysia yang diculik oleh Abu Sayyaf dari perairan Lahad Datu di pantai timur Sabah, 18 Juli lalu. Percakapan itu berlangsung selama kurang lebih delapan menit.
Juru bicara Abu Sayyaf, Abu Rami menghubungi The Star dari pulau Jolo, Filipina selatan pada hari Rabu, 21 September 2016, dan meminta Mohd Ridzuan, 32 tahun, berbicara di telepon untuk memungkinkan dia mengirim pesan kepada pemerintah Malaysia.
"Saya sandera dari Malaysia. Nama saya Mohd Ridzuan Ismail. Dan saya meminta bantuan dari pemerintah dan bos saya untuk menyelamatkan kami secepat mungkin," kata pelaut itu, seperti yang dilansir Asia Correspondent pada 26 September 2016.
"Kami menderita di pulau Jolo. Kami menyerukan kepada pemerintah Malaysia dan majikan kami untuk berkonsultasi tentang pembebasan kami, kami ingin pulang segera mungkin," katanya dalam nada sedih.
Mohd Ridzuan mengatakan mereka saat ini ditahan dalam hutan. Pada waktu malam, dia berkata tawanan akan diikat dan tidur beralaskan tanah dan ketika hujan, kami akan terendam dalam air. Dia juga mengaku sering dipukuli dengan pistol.
Saat ditanya berapa banyak militan bersenjata yang mengawasi mereka, Mohd Ridzuan mengatakan jumlah mereka sangat banyak sehingga sulit untuk dihitung.
Awalnya, Mohd Ridzuan mengatakan orang yang menculiknya pernah menghubungi majikannya tetapi akhir-akhir ini pemilik kapal tersebut telah berhenti menjawab panggilan.
Mohd Ridzuan, yang berasal dari Pahang, diculik bersama empat rekannya dari Sabah, Tayudin Anjut, 45, Abd Rahim Summas, 62, Mohd Zumadil Rahim, 23, dan Fandy Bakran, 26.
Kapal tunda mereka yang telah kosong ditemukan di perairan Dent Haven di daerah Tambisan, Lahad Datu, dekat perbatasan laut di selatan Filipina.
Sehari sebelum Mohd Ridzuan menelepon untuk meminta bantuan, Abu Rami dalam sebuah wawancara mengatakan penculik telah meminta 100 juta peso (Rp 26,7 miliar) untuk membebaskan warga Malaysia yang ditahan.
Sandera tersebut diyakini telah ditahan di Luuk, daerah di pulau Jolo oleh seorang pemimpin Abu Sayyaf yang dikenal sebagai Abu Khalif. Dia mengatakan sandera telah dipisahkan menjadi tiga kelompok.
Dan ketika ditanya apakah pemimpin Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) Nur Misuari dapat berkonsultasi untuk melepaskan korban, Abu Rami mengatakan: "Hanya jika dia memiliki 100 juta peso. Jika tidak, maka tidak."
Dia juga mengklaim tidak ada tentara yang muncul di lokasi di mana sandera itu ditahan, meskipun dengan adanya laporan bahwa tentara Filipina akan meluncurkan perang habis-habisan terhadap Abu Sayyaf.
Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok teror penculikan untuk uang tebusan telah melepas sejumlah sandera di Filipina selatan, termasuk seorang warga Norwegia Kjartan Sekkingstad, empat warga Indonesia dan dua warga Filipina.
Pada awalnya dicurigai pelepasan mereka karena telah ditebus tetapi pemerintah Filipina membantah hal ini, mengatakan tidak ada toleransi untuk penculik.
Di bawah perintah Presiden Filipina Rodrigo Duterte, pasukan militer terus melancarkan serangan besar pada kelompok Abu Sayyaf beberapa minggu yang lalu dan berhasil membunuh sejumlah militan.
ASIA CORRESPONDENT|YON DEMA
Baca:
Tampil Buruk di Debat Capres, Donald Trump Salahkan Mikrofon
Wartawan Al Jazeera Naik Pitam di Debat Clinton vs Trump