TEMPO.CO, London - Dewan Hak Asasi Manusia PBB telah mengadopsi sebuah resolusi yang ditujukan untuk melindungi jurnalis sekaligus menuntut pembebasan jurnalis yang pernah ditahan dengan sewenang-wenang. Resolusi itu mendesak dilakukannya reformasi hukum yang dirancang untuk menghalangi pekerjaan editorial sekaligus menyerukan untuk tidak mengganggu pekerjaan jurnalis menggunakan enkripsi serta peralatan keamanan digital yang memungkinkan adanya anonimitas.
Seperti dikutip dari The Guardian, Sabtu, 1 ktober 2016, resolusi itu juga memuat serangan berbias gender kepada jurnalis wanita, penutupan media secara paksa, dan hak para jurnalis untuk melindungi sumber-sumber rahasia. Dewan HAM, yang terdiri dari 47 negara, menyetujui resolusi tersebut dengan konsensus. Konsensus itu mewajibkan para komisaris tinggi Dewan HAM untuk melaporkan efektivitas pemantauan dan pengaduan mekanisme yang ada terkait dengan keselamatan jurnalis.
Federasi Jurnalis Internasional atau IFJ menunjukkan bahwa mekanisme untuk menegakkan peran Dewan HAM PBB sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Philippe Leruth, Presiden IFJ, mengatakan, "Kata-kata saja tidak cukup." Menurut Leruth, gerakan tersebut harus ditindaklanjuti dengan tindakan nyata. "Dalam rangka menghentikan ribuan wartawan yang dibunuh, diserang, dan juga dicegah dari melakukan pekerjaan mereka," tuturnya.
Courtney Radsch, salah satu anggota Komite untuk Melindungi Wartawan atau CPJ, juga berbicara tentang perlunya tindakan yang lebih konkret dari negara-negara anggota, termasuk revisi kerangka hukum yang mengancam independensi media. Perwakilan OSCE dari kelompok kebebasan media, Dunja Mijatovi, berujar, ""Resolusi ini merupakan langkah yang sangat positif dalam menjamin keamanan bagi anggota media dan memerangi impunitas atas kejahatan yang dilakukan terhadap jurnalis."
Direktur Eksekutif Article 19 Thomas Hughes menyatakan, kelompok yang berjuang untuk kebebasan berekspresi, menyebutkan bahwa resolusi merupakan komitmen tegas dari negara untuk memastikan bahwa kejahatan terhadap jurnalis tidak luput dari hukuman. Dia menilai, negara-negara di seluruh dunia pada akhirnya mengakui kebutuhan untuk bertindak atas semakin beragamnya ancaman yang dihadapi jurnalis dan kebebasan berekspresi.
Hughes mengatakan, "Di balik setiap statistik, terdapat seorang jurnalis dengan nama dan cerita yang berusaha mereka ungkapkan." Hughes menambahkan, "Untuk setiap wartawan yang dibunuh atau diserang, untuk wartawan lainnya yang tak terhitung jumlahnya yang diintimidasi untuk sensor diri, dan untuk seluruh masyarakat yang telah dihalangi dari informasi penting. Negara harus bertindak untuk mengakhiri tragedi ini."
THE GUARDIAN | ANGELINA ANJAR SAWITRI