TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri Indonesia era Presiden SBY, Marty Natalegawa, menganggap Indonesia harus mampu berada di atas sengketa dan konflik dunia akhir-akhir ini. Indonesia, kata dia, harus menempatkan diri sebagai elder brother di Asia Tenggara, bukan big brother.
"Kita jangan malah berpikir ikut-ikutan dalam sengketa dan konflik," kata Marty dalam acara BI Institute Leadership Forum II di Jakarta, Kamis, 3 November 2016. "Artinya, kita harus mampu menyelesaikan sengketa."
Marty menanggapi posisi Indonesia terhadap konflik kawasan yang terjadi di Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir. Seperti posisi Indonesia dalam konflik Laut Cina Selatan maupun penculikan di perairan Indonesia, Filipina, dan Malaysia.
Menurut Marty, ada perbedaan antara Indonesia yang memposisikan diri sebagai elder brother dan Indonesia sebagai big brother. Indonesia tak boleh menempatkan diri sebagai big brother atau negara yang merasa besar sendiri. “Menjadi elder brother, saudara tua, justru akan dihormati negara lain."
Sejumlah negara besar kawasan Asia Selatan, kata Marty, merasa menjadi big brother. Pada akhirnya, mereka justru kehilangan kepercayaan negara lain. Selain dalam kaitan dengan sengketa dan konflik, Marty menuturkan, Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang semakin besar dan beragam bentuknya pada masa depan.
"Ekonomi kita dihadapkan dengan kemungkinan perang dingin baru antara Amerika Serikat dan Rusia," dia menambahkan.
Indonesia disarankan mewaspadai pergeseran geoekonomi setelah Inggris melepaskan diri dari Uni Eropa. "Pasca-Brexit, saya memprediksi, negara-negara Eropa akan semakin inward looking dalam melihat ekonomi mereka sendiri," ujar Marty.
FAJAR PEBRIANTO | PRU