TEMPO.CO, Yogyakarta - Sederet tulisan berwarna merah pada papan yang tak seberapa lebar dengan panjang sekitar satu meter menggelitik orang yang jeli membaca. Papan itu ditempel di dinding samping bangunan warung kelontong di jalan yang menjadi akses tujuan ke lokasi wisata Gunung Api Purba dan Embung Nglanggeran. Bunyinya: "Selamat Datang di Dusun Jatikuning. DUSUN ANTI RENTENIR".
Jatikuning adalah salah satu dusun di Desa Ngoro-Oro, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul. Julukan "Dusun Anti Rentenir" disematkan oleh Camat Patuk Ambar Suwardi dua tahun silam. Julukan ini diberikan untuk mencegah rentenir alias 'bank plecit' datang dan beroperasi di dusun kecil itu. Kepala Dusun Jatikuning. Munawar (51 tahun) mengklaim: belum pernah ada kisah warganya menjadi korban rentenir.
“Sampai saat ini memang tidak ada warga yang jadi korban. Cerita rentenir yang masuk ke sini pun belum saya dengar,” kata Munawar saat ditemui Tempo di kediamannya di Jatikuning, Rabu, 26 Oktober 2016.
Nama itu dicanangkan semata karena letak geografis Jatikuning. Dusun itu menjadi pintu masuk untuk menuju kawasan Desa Ngoro-oro. Artinya, apabila orang akan menuju wilayah Ngoro-oro, maka dusun pertama yang dilewati adalah Jatikuning. “Kalau rentenir bisa masuk ke Jatikuning, berarti mudah masuk ke Ngoro-oro,” kata Munawar.
Warga khawatir, keberadaan rentenir akan menjerat mereka. Soalnya sebanyak 85 persen dari 772 jiwa warga di sana bermata pencaharian sebagai petani. Rentenir biasanya kerap datang memberi iming-iming pinjaman dengan bunga mencekik menjelang panen. Mereka kemudian akan datang untuk menagih utang saban hari atau setiap pasaran. “Model tagihan seperti itu tentu memberatkan petani,” kata Munawar.
Tak hanya menolak kehadiran rentenir yang sering datang dengan penampilan necis ala pegawai bank beneran, warga juga bersikap waspada pada orang-orang yang datang untuk menawarkan kredit barang-barang kebutuhan rumah tangga. “Warga takut ditipu,” kata Munawar.
Upaya untuk mencegah warga terlena oleh tipu daya rentenir, mereka kini membuat kelompok-kelompok usaha simpan pinjam sendiri. Usaha itu diinisiasi oleh warga yang bergabung dalam PKK, Karang Taruna, juga kelompok tani. Warga akan menyisihkan penghasilannya untuk ditabung di kelompok itu. Dalam kurun waktu tertentu, tabungan dibuka dan dibagikan. Apabila sebelum jatuh tempo ada warga membutuhkan, maka yang bersangkutan bisa meminjam.
Tabungan akan kena potongan 1-1,5 persen dengan besaran sesuai kesepakatan anggota untuk honor pengelola usaha simpan pinjam. “Biasanya petani yang tertolong dengan usaha simpan pinjam itu,” kata Munawar.
Sumbangan warga untuk memperkuat permodalan koperasi ini tentu bakal amat bermanfaat.
PITO AGUSTIN RUDIANA