TEMPO.CO, Depok – Mantan Ketua Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein, Boy Loen, menilai Pemerintah Kota Depok masih abai dalam mengembangkan potensi wisata di kota itu. Soalnya, banyak kawasan cagar budaya yang bisa dijadikan destinasi wisata tetapi belum digali optimal.
”Masih banyak peninggalan sejarah Depok tempo dulu yang tidak tersentuh untuk dijadikan tempat wisata,” kata Boy dalam acara talk show dengan tema Depok Destination Tourism di Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila, Selasa, 29 November 2016.
Boy menuturkan, beberapa bangunan di Depok kaya dengan sejarah perkembangan Indonesia, yang berdiri pada zaman kolonial. Salah satunya gedung YLCC—dulunya bernama Rumah Pastori—yang merupakan bangunan tempat menginap Raden Saleh. Bangunan ini terletak di Jalan Pemuda, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoranmas.
Tak jauh dari Rumah Pastori, ada juga rumah Presiden Depok yang masih kokoh berdiri dengan tiang telepon yang diperkirakan dibangun pada 1900. Selain itu, masih ada Jembatan Panus, yang usianya mencapai 100 tahun pada 2017.
”Di kawasan Pemuda bisa dijadikan lokasi wisata sejarah dan budaya kaum Depok tempo dulu. Bangunan bersejarah juga masih banyak berdiri di kawasan itu,” ujarnya.
Selain potensi wisata sejarah, Depok bisa mengembangkan wisata ekologi dengan mengembangkan Kali Ciliwung sebagai obyek wisata. Menurut Boy, semua potensi wisata tersebut belum bisa digali oleh Pemerintah Kota Depok.
Ia menyatakan, karena kurang diperhatikan, banyak kearifan lokal budaya tradisional di Depok yang mulai ditinggalkan. Salah satunya tari tradisional dan pakaian bergaya Eropa saat melangsungkan resepsi pernikahan.
”Potret seperti ini sudah jarang ditemui. Tapi beberapa keluarga di Jalan Pemuda masih mempertahankan budaya seperti ini saat mengadakan resepsi pernikahan,” ujarnya.
Sejarawan Depok, Ratu Farah Diba, mengatakan Depok tidak peduli terhadap warisan sejarah di kota itu. Apalagi belum ada satu pun bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya. “Depok belum merasa peninggalan cagar budaya itu aset,” ujarnya.
Pemerintah selalu beralasan belum bisa menetapkan bangunan bersejarah sebagai cagar budaya karena bangunan tersebut belum menjadi aset Depok. Selain itu, Depok selalu beralasan minimnya dana.
“Untuk mengembangkan wisata Depok, sangat potensial menjanjikan masa lalu. Depok punya tempat wisata heritage kalau mau dikembangkan.”
Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Pancasila Devi Roza K. Kausar mengatakan kekuatan industri wisata Depok sebenarnya berada di peninggalan budaya dan industri kreatifnya. Depok perlu kembali mendata bangunan dan situs bersejarah di kota itu.
”Kendalanya koordinasinya kurang. Sebab, seluruh bangunan bersejarah di Depok semuanya milik pribadi dan tidak dikuasai pemerintah,” ujar Devi.
Karena belum bisa menguasai aset cagar budaya di Depok, seharusnya pemerintah membangun pola komunikasi yang baik untuk mengembangkan industri pariwisata. Pemerintah bisa menggali kawasan Kota Tua di Depok untuk dijadikan lokasi wisata sejarah dengan melibatkan swasta.
“Yang penting perencanaannya harus baik. Sebab, masih banyak potensi lain yang bisa digali,” kata Devi.
IMAM HAMDI