Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo ABC

Anak Korban Gempa Papua Nugini Terancam Putus Sekolah

Reporter

Editor

ABC

image-gnews
Iklan

Sebulan pasca gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter mengguncang Dataran Tinggi Papua Nugini, sejumlah petugas kemanusiaan mengingatkan bahwa seluruh "generasi" anak-anak di negara itu kemungkinan akan kehilangan pendidikan yang layak.

Gempa bumi dahsyat yang mengguncang pada 26 Februari dan sejumlah gempa susulan telah menewaskan sedikitnya 125 orang. Beberapa daerah paling terpencil di wilayah itu hingga saat ini juga masih terputus dari bantuan.

Baca juga:

Getaran masih terus berlanjut sejak terjadinya gempa itu  semakin menyulitkan keluarga yang sudah lebih dulu dirundung duka, sementara hujan lebat dan tanah longsor terus mengguyur daerah itu.

"Kami juga bertemu seorang wanita yang kehilangan seluruh keluarganya, suami dan ketujuh orang anaknya, tepat di depan matanya ketika terjadi longsor dan menelan seluruh keluarganya dan dia sangat trauma."

Tingkat kerusakan paksa sekolah terus ditutup

Sejumlah keluarga berlindung di tenda darurat di Pimaga, Papua Nugini
Keluarga berlindung di tenda darurat di Pimaga, Papua Nugini, setelah rumah mereka rusak atau hancur akibat gempa bumi baru-baru ini.

Baca juga:

Disertakan: Thomas Nybo

Di provinsi Hela, kerusakan rumah dan infrastruktur yang terjadi sangat buruk sehingga beberapa indikasi awal menunjukan sekolah-sekolah di daerah itu tidak dapat dibuka kembali sama sekali pada tahun ini.

Sementara anak-anak tidak bersekolah, banyak di antara mereka yang tinggal di pusat perawatan sementara yang sempit, di mana pria, wanita, dan anak-anak berbagi fasilitas dasar.

Noreen Chambers mengatakan bahwa salah satu sekolah yang dia kunjungi hanya membuka kelasnya setengah hari karena toilet anak laki-laki di sekolah itu telah roboh.

Dia mengatakan bahkan di kota, anak-anak takut tinggal di sekolah untuk jangka waktu yang lama.

Aktivis dari organisasi non profit Save the Children, Jennifer El-Sibai mengatakan bahwa selain bantuan, fokus pada masa depan anak-anak juga sangat penting.

"Banyak perhatian telah diberikan pada bantuan untuk penyelamatan jiwa, tetapi kebutuhan untuk merencanakan pendidikan dan apa yang terjadi selanjutnya juga harus dilakukan sekarang," katanya.

"[Kami harus] memastikan itu tidak diabaikan dan kami tidak mempertanyakan hal itu pada diri sendiri dalam waktu setahun atau dua tahun, mengapa generasi anak-anak ini belum dapat kembali ke sekolah."

Kekurangan dana sudah terjadi sebelum gempa

Anak-anak Papua Nugini masih belum kembali ke sekolah
Abel Jeffery yang berusia 10 tahun belum bisa kembali ke kelas tiga kelasnya di Tente Primary School sejak gempa.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Disertakan: James Mepham

Departemen Pendidikan Papua Nugini menghadapi awal yang tidak nyaman di tahun 2018 dengan kekurangan dana dan sengketa pola pembayaran upah guru yang sudah akrab didengar.

Asisten Sekretaris untuk Kebijakan dan Perencanaan, John Kawage, mengakui Departemen Pendidikan Papua Nugini menghadapi tantangan yang monumental.

PNGkids4_abc-1803021.jpg
Bibit gempa terletak pada lempeng tektonik yang membentuk permukaan bumi dan tempat benua-benua terletak.

Dia mengatakan meskipun pemerintah Papua Nugini memiliki rencana untuk membangun kembali infrastruktur, tidak ada solusi yang mudah untuk mengembalikan anak-anak ke sekolah.

"Keputusan belum dibuat tetapi keputusan yang mungkin adalah kami akan meminta para siswa untuk pindah ke sekolah terdekat untuk melanjutkan pendidikan mereka," katanya.

"Mereka yang benar-benar tidak mampu mencari akomodasi dan tempat berlindung mungkin tidak akan mengenyam pendidikan di sepanjang sisa waktu tahun ini."

Noreen Chambers mengatakan sebagian besar siswa yang terkena dampak gempa akan membutuhkan waktu lama untuk siap kembali belajar, bahkan jika mereka memiliki sekolah untuk didatangi.

"Tetapi pada saat yang sama - dan ini hanya pendapat pribadi saya sendiri - banyak dari mereka akan trauma parah."

Fiona dan Silver Star di tenda darurat mereka
Fiona, dan anaknya Silver Star telah tinggal di tenda sementara ini sejak gempa terjadi dan menghancurkan rumah mereka di desa Daga di dekatnya.

Disertakan: Thomas Nybo

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris disini.

Lihat Artikelnya di Australia Plus

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada