Otoritas SAR Indonesia sepakat untuk memperpanjang satu hari upaya pencarian jenazah korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah hingga Jum'at (12/10/2018) setelah keluarga dari sekitar 5.000 orang yang masih hilang memohon agar pencarian dilanjutkan.
Seiring bertambahnya jumlah korban tewas akibat gempa dan tsunami yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah menjadi 2.073 orang, pemerintah Indonesia mengatakan akan melakukan satu upaya terakhir untuk menemukan korban yang selamat.
Juru bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan sebanyak 2.549 orang mengalami luka berat dan 8.130 menderita luka ringan, sementara seluruh 2.073 korban yang berhasil diidentifikasi telah dikuburkan.
"Hingga hari ini, jumlah korban tewas meningkat menjadi 2.073, dengan 1.663 korban di Palu, 171 di Donggala dan 223 di Sigi," kata Sutopo pada konferensi pers.
Gempa dan tsunami telah mempengaruhi total 87.725 orang, dengan 78.994 dari mereka mengungsi di Sulawesi Tengah, sementara sisanya telah melakukan eksodus ke provinsi-provinsi di dekatnya, tambahnya.
Meskipun masih ada sekitar 680 orang yang secara resmi telah dinyatakan hilang, masih ada kekhawatiran bahwa lebih dari 5.000 orang masih terkubur di antara reruntuhan bangunan pasca gempa dan tsunami yang mematikan di Palu, Sulawesi Tengah.
Organisasi Save the Children yang berafiliasi di Indonesia mengatakan mungkin ada 1.500 anak yang masih hilang.
Selina Sumbung, ketua organisasi itu, mengatakan akhir dari misi pencarian ini diterima dengan "hati yang berat".
"Anak-anak sangat rentan dalam bencana, dan mengingat ada begitu banyak dari mereka yang tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk tumbuh adalah hal yang memilukan," katanya dalam sebuah pernyataan.
Halimah Ariav Koboi, yang putrinya masih hilang, menyaksikan ekskavator terakhir di Balaroa dalam keputusasaan, mengetahui bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk menemukan putrinya.
"Saya sangat sedih, sebagai seorang ibu kehilangan anak sendiri, itu pasti menyedihkan," katanya.
"Kenapa? Karena ini adalah upaya terakhir, harapan terakhir kami, dan jika memang benar bahwa hari ini adalah hari terakhir, itu berarti hari ini adalah kesempatan terakhir. Tidak akan ada lagi harapan untuk besok."
Lokasi yang dahulu disebut sebagai rumahnya kini akan menjadi kuburan massal permanen.
Namun, juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugruho mengatakan bahwa melanjutkan upaya pencarian korban menjadi berisiko, karena mayat korban yang membusuk berpotensi menyebabkan penyakit seperti kolera.
"Ada banyak hal yang harus ditangani di daerah yang terkena bencana, termasuk masalah kehidupan sehari-hari korban, rekonstruksi infrastruktur, pembangunan tempat tinggal sementara bagi korban, serta bantuan medis, masalah keamanan, pembuangan sampah. dan seterusnya, "katanya.
"Jadi kita perlu keputusan yang efisien dan efisiensi pekerjaan pemerintah kita perlu tingkatkan."
Dia menambahkan bahwa "kita perlu memperpanjang keadaan darurat dari 13 Oktober hingga 26 Oktober".
Dia mengatakan fokus sekarang bergeser ke fase rekonstruksi, yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.
ABC/Wires