Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Pemantau Bansos Jakarta menemukan tiga masalah penyaluran bantuan sosial atau bansos dari pemerintah untuk warga terdampak Covid-19 di Ibu Kota. Masalah pertama soal jumlah bansos.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota koalisi dari Perkumpulan Inisiatif, Ari Nurman, menyebut sebanyak 70,16 persen responden survei dapat menghabiskan bansos dalam waktu kurang dari seminggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sebagian besar bansos sedikit jumlahnya, sehingga penerima menyatakan bansos yang mereka terima habis dalam waktu kurang dari seminggu," kata dia dalam diskusi virtual, Jumat, 2 Oktober 2020.
Data selanjutnya memperlihatkan, bansos milik 17,4 persen responden dikonsumsi selama 1-2 minggu. Kemudian 1,7 persen responden menghabiskan bansos lebih dari dua minggu. Ada juga bansos hanya cukup untuk dikonsumsi 1-2 hari seperti dialami 0,75 persen responden.
Koalisi melakukan survei berupa pemantauan penyaluran bansos di DKI Jakarta. Ada tiga tahap pemantauan, yaitu saat bansos tahap 1 (30 April-13 Mei), bansos tahap 2 (13-23 Juni), dan bansos tahap 4 (24 Juli-10 Agustus). Dari pemantauan ini didapati total 4.419 responden.
Menurut Ari, ada dua faktor yang menyebabkan bansos pemerintah cepat habis. Pertama, isi bantuan sedikit. Kedua, anggota keluarga penerima bantuan banyak, sehingga tak sebanding dengan jumlah bansos yang diterima.
Masalah kedua dari aspek jenis bantuan berupa sembako. Ari menuturkan, warga lebih memilih bantuan uang ketimbang sembako. Ketiga, isi bansos tidak sesuai dengan kebutuhan di tengah pandemi Covid-19.
Sembako pemerintah, tutur dia, tidak memenuhi kebutuhan warga untuk menjaga kebersihan dan meningkatkan imunitas. Buktinya, pemerintah hanya memberikan satu sabun mandi serta tidak menyuguhkan vitamin.
"Tujuan imunitas tidak tercapai, karena yang diberikan makanan karbohidrat, lemak, dan sedikit protein. Minimal ada vitamin, tapi ini tidak ada," kata Ari.