Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

India: Video rekayasa memicu kebencian antara penganut Muslim dan Hindu

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Video yang didramatisasi memperlihatkan seorang pria memakai burka kedapatan "menculik" seorang anak. Twitter
Video yang didramatisasi memperlihatkan seorang pria memakai burka kedapatan "menculik" seorang anak.

Dalam sebuah video yang dibagikan dan ditonton jutaan orang di India, seorang pria terlihat menyerang seseorang yang mengenakan burka hitam dan menggendong anak. Pria itu kemudian melepas burka secara paksa untuk mengungkap bahwa sosok di balik burka tersebut adalah seorang laki-laki.

Pesan yang menyertai video klip tersebut memperingatkan dalam bahasa Hindi bahwa masyarakat harus "waspada" terhadap penjahat yang menggunakan burka guna menyamarkan diri dan "menculik anak-anak".

Baca juga:

Video yang dipublikasikan di YouTube awal tahun 2023 tersebut telah dilihat lebih dari 29 juta kali sebelum dihapus.

Akan tetapi, yang tidak diketahui penonton adalah video tersebut bukanlah kejadian nyata melainkan adegan dramatisasi - lengkap dengan naskah dan aktor amatir.

Video dramatisasi yang tampaknya dibuat untuk hiburan semakin banyak dibagikan di akun-akun media sosial di India dan dianggap sebagai peristiwa nyata. Sering kali narasi yang menyertai video tersebut adalah klaim palsu sehingga memicu kebencian agama dan pandangan misoginis.

Baca juga:

Baca juga:

Akhir-akhir ini ketegangan antar umat beragama meningkat di India, khususnya antara penganut Hindu dan Muslim, sejak Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi berkuasa pada Mei 2014. Narasi-narasi palsu yang menargetkan dua komunitas ini juga memicu pengawasan terhadap kaum perempuan.

Tren video yang didramatisasi ini telah menjangkau berbagai bahasa India, termasuk Hindi, Tamil, Malayalam, Gujarati, Marathi, dan Telugu. Terkadang, media lokal juga salah mengira video yang didramatisasi adalah kejadian sungguhan yang layak diberitakan.

Banyak video yang didramatisasi memperlihatkan sejumlah orang sengaja mengenakan burka untuk menculik anak-anak. Hal ini bisa berimbas pada keselamatan nyawa manusia dalam kehidupan nyata.

Selama beberapa tahun terakhir, pihak berwenang di banyak negara bagian India harus mengeluarkan peringatan terhadap berita palsu setelah beberapa orang diserang oleh massa yang meyakini mereka adalah penculik.

Mengapa video-video ini berbahaya?

Video-video yang didramatisasi ini disertai taktik disinformasi yang dapat membingungkan penonton di media sosial. Beberapa memuat pernyataan untuk melepaskan tanggung jawab (disclaimer) tetapi mungkin disembunyikan di tengah atau di akhir video.

Sering kali, teksnya dalam bahasa Inggris, yang tidak selalu dimengerti oleh pemirsa.

Berdasarkan pemeriksaan fakta oleh Alt News, vídeo klip asli pria yang mengenakan burka - yang kemudian dihapus oleh pembuatnya - sebenarnya memiliki disclaimer bahwa vídeo itu adalah "karya fiksi". Tapi itu hanya terlihat sesaat.

Kreator lain menambahkan pola cap waktu seperti klip CCTV untuk membuat video buatannya tampak lebih realistis.

Salah satu video tersebut, yang menjadi viral pada Desember 2021, dibagikan bersamaan dengan klaim tanpa bukti dalam berbagai bahasa bahwa pria Muslim mencoba membuat perempuan Hindu mabuk dengan meracuni makanan mereka.

Baca juga:

Pada bagian komentar di bawah video, banyak warganet tampaknya percaya itu benar. Mereka lantas membuat pernyataan Islamofobia. "Waspadalah terhadap jihad cinta," komentar seorang warganet.

"Jihad cinta" mengacu pada teori konspirasi yang mengklaim bahwa pria Muslim merayu perempuan Hindu untuk membuat mereka masuk Islam.

Sebagian besar video yang dibuat oleh Venkat Seepana yang berbasis di Hyderabad menampilkan tanda rekaman dan cap waktu seperti klip CCTV. Saluran YouTube-nya memiliki lebih dari 1,2 juta pelanggan dan lebih dari 400 video.

Satu klip menggambarkan seorang penjahit berperilaku tak senonoh terhadap seorang perempuan. Video itu dibagikan berkali-kali di Twitter dan Facebook dengan klaim bahwa seorang pria Muslim menganiaya seorang perempuan Hindu: "Anak perempuan dan adik perempuan Hindu jangan pergi ke toko milik Muslim, mereka adalah orang-orang bermental buruk."

Seepana mengatakan kepada BBC bahwa dia membuat video ini untuk "menyebarkan kesadaran dan menunjukkan situasi kehidupan nyata".

Alishan Jafri, jurnalis dan peneliti disinformasi, mengatakan bahwa vídeo dramatisasi yang menjadi viral mungkin tidak berujung pada kekerasan fisik, tapi menebalkan bias agama.

"Video-video ini menambah bahan bakar ke api di masyarakat yang sudah terpecah dan terpolarisasi. Sebagian besar video ini ditargetkan terhadap komunitas tertentu, khususnya Muslim. Ketika menjadi viral, vídeo-video ini berkontribusi pada kekerasan struktural terhadap komunitas minoritas," paparnya.

Terkadang, video bernaskah ini - yang awalnya menyebarkan kebingungan - digunakan untuk menyebarkan lebih banyak disinformasi secara online.

Baca juga:

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beberapa video menggambarkan hubungan terlarang antara teman, anggota keluarga, dan orang-orang dengan perbedaan usia yang sangat jauh.

Dua video dramatisasi dibagikan secara luas pada bulan Mei dengan klaim palsu yang menyerang komunitas Hindu.

Video pertama menggambarkan seorang pria berpakaian kuning kunyit - warna yang diasosiasikan dengan agama Hindu - yang mengaku menikahi adik perempuannya.

Dalam video kedua, perempuan yang sama terlihat berdiri di samping pria itu dengan memakai burka dan si pria mengatakan akan menikahi si perempuan untuk mengubahnya menjadi Hindu.

Di Twitter, klip tersebut digunakan oleh beberapa orang untuk mengklaim bahwa vídeo ini adalah bukti pria Hindu membuat adik perempuannya berpura-pura menjadi seorang perempuan Muslim.

Baik pria maupun perempuan dalam kedua video tersebut muncul di beberapa video lain yang menggambarkan karakter-karakter berbeda.

Video yang didramatisasi menampilkan pria HIndu menikahi adik perempuannya. Twitter
Video yang didramatisasi menampilkan pria HIndu menikahi adik perempuannya.

Video klip yang asli dapat ditemukan di sebuah saluran YouTube dengan lebih dari 400.000 pengikut. Saluran ini biasanya mengunggah video dramatisasi.

Ketika BBC bertanya kepada Vikram Mishra, pemilik saluran tersebut, apakah dia sadar bahwa vídeo-videonya dianggap sebagai rekaman kejadian sungguhan, dia menjawab: "Kami semua ingin menjadi hit. Saya membuat video yang sesuai dengan tren masyarakat."

Dia mengatakan vídeo-videonya dibuat hanya untuk kepentingan "hiburan dan tontonan, karena tim kami yang terdiri dari 12 orang mencari nafkah dari saluran YouTube kami".

BBC juga menjangkau sejumlah platform media sosial dengan menanyakan kebijakan mereka tentang vídeo dramatisasi yang dibagikan di luar konteks.

Social media Getty Images

Seorang juru bicara Meta mengatakan mereka memiliki "aturan jelas yang melarang konten di Facebook yang menghasut kekerasan" dan mereka menghapus apa pun yang melanggar aturan ini.

YouTube juga mengatakan platform tersebut memiliki "kebijakan ketat yang melarang konten kekerasan atau kekerasan", informasi yang salah, dan "konten menyesatkan atau menipu dengan risiko serius yang sangat membahayakan".

X, sebelumnya dikenal sebagai Twitter, mengirim balasan otomatis bahwa mereka akan segera "kembali".

Bagaimana Anda mengenali video dramatisasi?

Banyak video yang terasa didramatisasi, namun diproduksi dan dibagikan di negara lain.

Video-video itu juga dipercaya oleh masyarakat India dan menjadi viral di negara itu karena "melayani audiens yang lebih konservatif", kata Harish Nair, redaktur pelaksana Fact Crescendo, yang beroperasi di India dan negara Asia lainnya.

Dia juga percaya orang India "membagikan video yang mereka yakini dikeluarkan untuk kepentingan umum".

Menurutnya, video yang didramatisasi bukanlah tren disinformasi yang berlaku di India. Namun, vídeo-video ini punya "dampak besar pada masyarakat karena memvalidasi kepercayaan dan sentimen yang sudah ada sebelumnya".

Dua perempuan di Bangalore, Karnataka, India Getty Images

Pernyataan itu diamini oleh Prateek Waghre, direktur kebijakan Internet Freedom Foundation, sebuah kelompok advokasi hak digital yang berbasis di Delhi.

"Literasi media yang rendah adalah salah satu aspek dari masalah, tetapi ini terjadi dalam masyarakat di mana terdapat perpecahan sosial dan orang-orang sudah siap untuk berpikir seperti itu."

Meski demikian ada cara untuk memeriksa apakah video tersebut benar-benar didramatisasi.

Ruby Dhingra, redaktur pelaksana media pemeriksa fakta multibahasa Newschecker yang berbasis di India, mengatakan pemirsa harus waspada terhadap sudut kamera, lokasi, reaksi, dan bahasa yang digunakan dalam video.

Elemen-elemen semacam ini dapat mengungkapkan apakah orang yang tertangkap kamera sengaja berperan atau berbicara secara alami.

Dhingra juga mencatat bahwa "sangat tidak mungkin" sebuah insiden akan ditangkap oleh banyak kamera sepanjang durasinya dan tanpa gangguan apa pun, seperti yang ditampilkan video dramatisasi.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada