Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

‘Saya dianiaya mantan pacar sampai kehilangan sebelah mata dan harus berkursi roda’ - Kesaksian Tracy Otto, atlet panahan Paralimpiade Paris 2024

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Tracy Otto mewakili AS di Paralimpiade Paris 2024 Getty Images
Tracy Otto mewakili AS di Paralimpiade Paris 2024 di cabang panahan kursi roda.

Peringatan: Artikel ini mengandung detail yang mungkin mengganggu beberapa pembaca.

Tracy Otto, seorang perempuan penyintas kekerasan bangkit dari peristiwa traumatis dan berlaga di Paralimpiade Paris 2024 sebagai atlet panahan kursi roda.

Baca juga:

Baru saja Tracy Otto hendak menyantap makan siangnya, tiba-tiba dia mendapat sebuah kabar gembira: dia akan bertandang ke Paris untuk mengikuti ajang Paralimpiade.

“Mereka memberi Ricky [Riessle], pacar saya, sebuah boks berisikan topi dan berkata ‘kamu lolos',” ungkap perempuan berusia 28 tahun itu kepada BBC Sport.

“Saya masih mengunyah makanan ketika Ricky menyerahkan kotak itu ke saya. Menangis terharu dengan mulut penuh lauk, sementara banyak kamera di mana-mana.”

Baca juga:

Otto terpilih mewakili tim panahan Amerika Serikat di Paralimpiade Paris 2024. Dia akan berlaga di nomor beregu campuran bersama Jason Tabansky serta nomor perorangan W1.

Atlet-atlet W1 umumnya memiliki disabilitas bagian atas dan bawah tubuh, batang tubuh, serta setidaknya tiga anggota badan.

“Ini luar biasa,” ujar Otto di rumahnya di Tampa, Florida dengan wajah semringah.

"Dari ranjang kematian ke Paralimpiade, ini adalah perjalanan yang sungguh gila rasanya. Saya bangga atas perjuangan diri saya sendiri juga tim saya."

Otto tidak sedang melebih-lebihkan keadaan: dia memang sempat sekarat.

Pada Oktober 2019, mantan pacar Otto menganiayanya di kediamannya sendiri.

Akibat serangan itu, Otto mengalami kelumpuhan dari dada ke bawah dengan keterbatasan penggunaan lengan dan tangan.

Perempuan kelahiran Chicago itu juga kehilangan mata kirinya. Dia pun tidak dapat berkeringat atau mengatur suhu tubuhnya dengan baik.

Namun, Otto bersedia untuk berbicara apa adanya tentang malam yang mengubah hidupnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi.

Mengutip kata-katanya sendiri, Otto ingin “menjadi cahaya, suar harapan di dunia ini”.

Dia ingin perempuan-perempuan yang menjadi penyintas kekerasan dari pasangan atau mantan pasangan tahu bahwa mereka tidak sendirian.

‘Dia bertekad menghabisi nyawa kami’

Otto memutuskan mengakhiri hubungan dengan mantan pacarnya pada September 2019. Sebulan sebelumnya, mantan pacarnya ditangkap aparat karena menyerang Otto di rumahnya di Riverview, Florida.

Otto siap melanjutkan hidupnya. Dia juga sudah menemukan tambatan hati yang baru.

“Saya sudah memutuskan mantan pacar saya. Saya usir dia dari rumah. Dia membawa semua barangnya dan angkat kaki. Semua kunci rumah saya ganti.

“Saya sudah mengambil segala langkah yang diperlukan."

Kepada program Sportshour di BBC World Service, Otto bercerita bagaimana dia bertemu Ricky Riessle untuk pertama kalinya pada 26 September 2019. Sejak itu, mereka sudah beberapa kali pergi berkencan.

Otto kemudian mengisahkan malam yang mengubah segalanya: 24 Oktober 2019.

Dia dan Riessle bersiap-siap tidur setelah menghabiskan waktu seharian. Otto teringat bagaimana dia tengah berbaring di ranjang dengan rasa kantuk.

“Tiba-tiba saja terdengar suara. Ada lampu senter menyinari wajah saya. Saya sangat kebingungan,” ceritanya.

“Kemudian terdengar suara seseorang: mantan pacar saya.”

Mantan pacar Otto rupanya telah memarkir mobilnya di depan rumah. Dia berjalan ke bagian belakang kediaman Otto, melongok dari jendela kamar tidurnya.

“Mantan pacar saya ternyata sudah membeli senapan pelet, borgol, dan pisau. Dia berhasil mendobrak masuk dan berteriak-teriak kepada saya dan Ricky.

“Dia bilang dia akan membunuh kami dan, jika dia tidak bunuh diri setelahnya, dia akan memanggil polisi,” ujar Otto yang mengaku ingatannya kabur setelah momen ini.

“Otak saya seolah memblokir semuanya.”

Baca juga:

Pelaku menghajar Otto berkali-kali sebelum menembak Riessle dua kali di bagian wajah dan menikamnya di punggung. Paru-paru Riessle kolaps akibat serangan itu.

Mantan pacar Otto menembak mata kirinya lalu menikamnya di bagian belakang leher dengan pisau. Akibatnya, Otto mengalami kelumpuhan.

Pelaku kemudian memperkosa Otto.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Dia menelepon polisi, memberi tahu mereka siapa dia dan di mana dia berada. Dia menyebut saya pacarnya meski kemudian mengakui kami sudah putus,” ungkap Otto.

“Dia bilang ke aparat, 'Saya baru saja membunuh pacar saya dan pacar barunya'. Dia menunggu kedatangan polisi di garasi, dia pun ditangkap di sana.”

Pada Januari 2023, mantan pacar Otto mengaku bersalah di pengadilan atas dakwaan memasuki rumah orang tanpa izin, penganiayaan, percobaan pembunuhan tingkat pertama, dan pemerkosaan.

Dia dijatuhi hukuman 40 tahun penjara.

Lembaran hidup yang baru

Serangan tersebut mengubah hidup Otto selamanya. Nyaris lima tahun berlalu dan hingga kini dia masih harus mempelajari lagi fungsi tubuhnya.

“Ini lebih dari sekadar kelumpuhan dan kursi roda yang kasatmata. Banyak bagian dalam tubuh menjadi tidak berfungsi,” tuturnya.

“Misalnya, diafragma saya lumpuh. Tubuh saya juga tidak lagi mengatur suhunya. Artinya, saya tidak bisa berkeringat.

“Ketika berada di bawah sinar matahari—misalnya untuk panahan—suhu tubuh menjadi sangat tinggi. Kami harus berbagai upaya agar saya tidak kepanasan dan mengalami heatstroke.”

Otto juga mengalami masalah usus dan kandung kemih—artinya dia harus mencari cara alternatif untuk buang air.

“Otak saya tidak dapat berkomunikasi dengan bagian tubuh saya yang lain,” ujar Otto.

Kondisi ini membuat Otto sangat riskan untuk tiba-tiba kolaps. Misalnya, apabila dia mengalami luka kecil atau pakaiannya terlalu ketat sekalipun, tubuhnya langsung meningkatkan tekanan darah karena ada “rangsangan yang tidak diinginkan”.

“Itu adalah cara tubuh saya untuk bilang 'hai, ada sesuatu yang salah' tetapi otak saya tidak merasakannya. Saya dapat mengalami kejang, serangan jantung, stroke, dan akhirnya meninggal dalam hitungan menit. Dan itu bisa terjadi kapan saja.”

Bagi sebagian besar orang, sekadar berupaya kembali menjalani hidup sehari-hari setelah kejadian traumatis barangkali sudah cukup. Hal ini tidak berlaku bagi Otto yang sebelumnya adalah seorang model kebugaran.

Dia bertekad untuk kembali hidup aktif. Bulan Maret 2021, dia iseng-iseng mencoba olahraga yang belum pernah ditekuninya.

Ide ini muncul di benak Otto tatkala sedang duduk di mobil bersama Riessle. Otto merasa dia kini punya banyak waktu luang karena sudah tidak bisa lagi bekerja seperti kebanyakan orang.

“Saya membatin 'kenapa tidak mencoba panahan?' Ricky bilang tangan saya tidak berfungsi, tetapi saya optimis pasti ada jalan keluar. Saya melakukan riset dan menemukan kursus panahan adaptif di daerah tempat tinggal. Seminggu kemudian saya ikut panahan untuk pertama kalinya.”

Karena keterbatasannya, Otto harus menembak dengan harness yang dirancang khusus. Pertama belajar panahan, dia melepaskan anak panah dari bahu kanannya, tetapi sekarang Otto menggunakan mulutnya.

“Saya memiliki pelepas alat panah adaptif di pergelangan tangan saya—alat ini dilengkapi kabel yang menembus topi saya dengan pin tertutup. Pin ini saya gigit ketika bersiap-siap melepaskan anak panah,” katanya.

“Topi dan sarung tangan saya dirancang khusus untuk membantu saya memegang busur. Jadi, tidak akan terjatuh sewaktu alat panah saya lepaskan.”

Otto mengaku berhasil memanah target pada upaya pertamanya. Dia pun langsung jatuh hati pada cabang olahraga ini.

'Hidup saya jauh lebih berwarna dan penuh cinta'

Segera saja ambisi besar muncul di dalam diri Otto.

“Saya ingin langsung ke Paralimpiade. Baru minggu kedua latihan, saya sudah penasaran bagaimana rasanya berkompetisi,” katanya.

Otto pun mulai berkompetisi di negaranya dengan mengikuti turnamen kualifikasi. Sebagai satu-satunya atlet panahan perempuan Amerika dalam kategori Paralimpiade, Otto harus memenuhi skor minimum—menembak 72 anak panah, Otto membutuhkan 520 poin dari 720.

Otto mencapai angka itu pada musim panas lalu. Hasil ini memastikannya lolos ke Paris dalam rangkaian tiga tahap awal tahun ini. Ajang puncak kualifikasi Otto berlangsung di tempat tinggalnya di Florida—berikut kejutan lolosnya yang datang saat dia sedang makan siang.

Otto sangat terbuka tentang apa yang terjadi terhadap dirinya. Begitu pula dengan perjuangan yang dihadapinya sehari-hari. Dia adalah seseorang yang penuh semangat dan menolak untuk diintimidasi laki-laki yang mencoba mengambil semuanya darinya.

“Ada hikmah yang lebih besar,” tuturnya.

“Saya selalu ingin meninggalkan dampak di dunia ini dan menjadi cahaya. Ada begitu banyak kegelapan dan kebencian, saya perlu menjadi contoh bagi orang-orang yang terluka seperti saya.

“Saya tidak mungkin sekadar berbaring dan menerima kematian.

“Jujur saja, ini melelahkan. Saya sangat beruntung memiliki Ricky untuk membantu saya, untuk memastikan saya baik-baik saja. Tetapi ini tetaplah sulit karena melakukan hal-hal kecil saja sudah tidak bisa.

“Namun, ada cahaya keemasan di ujung sana. Saya berhasil mengatasi semua ini dan belajar banyak dari pengalaman ini

“Hidup saya sekarang jauh lebih baik dan berwarna, penuh cinta serta tawa dibandingkan kehidupan sebelumnya.”

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada