Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Kematian Yahya Sinwar pukulan telak bagi Hamas, namun bukan akhir perang

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Kepala sayap politik gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza Yahya Sinwar menghadiri unjuk rasa untuk mendukung masjid al-Aqsa Yerusalem di Kota Gaza pada 1 Oktober 2022. Getty Images
Kepala sayap politik gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza Yahya Sinwar menghadiri unjuk rasa untuk mendukung masjid al-Aqsa Yerusalem di Kota Gaza pada 1 Oktober 2022.

Membunuh Yahya Sinwar adalah kemenangan terbesar Israel sejauh ini dalam perang melawan Hamas di Gaza.

Kematiannya menjadi pukulan telak bagi Hamas, organisasi yang diubah oleh Sinwar menjadi kekuatan tempur yang mengakibatkan kekalahan terparah bagi Israel sepanjang sejarah.

Baca juga:

Alih-alih tewas dalam operasi khusus yang telah direncanakan sebelumnya, Sinwar tewas dalam sebuah operasi pasukan Israel di Rafah, Gaza selatan.

Sebuah foto yang diambil di tempat kejadian perkara menunjukkan Sinwar, mengenakan perlengkapan tempur, tergeletak tewas di reruntuhan bangunan yang dihantam tembakan tank.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memuji para tentara Israel dan menegaskan bahwa betapapun besarnya kemenangan, ini bukanlah akhir dari perang.

Baca juga:

"Hari ini kita kembali memperjelas apa yang terjadi pada mereka yang menyakiti kita. Hari ini kita sekali lagi menunjukkan kepada dunia kemenangan kebaikan atas keburukan.

"Namun, saudara-saudara terkasih, ini belum berakhir. [Perang] ini sulit dan sangat merugikan kita."

Netanyahu dan sebagian besar warga Israel yang mendukung perang di Gaza membutuhkan kemenangan.

Seorang demonstran di Tel Aviv memegang tanda yang merujuk pada pemimpin Hamas Yahya Sinwar Reuters
Seorang demonstran di Tel Aviv memegang tanda yang merujuk pada pemimpin Hamas Yahya Sinwar

Netanyahu telah berulangkali mengungkapkan tujuannya—menghancurkan Hamas sebagai kekuatan militer dan politik dan membawa pulang para sandera.

Belum satu pun tujuan ini tercapai, meski perang telah berlangsung selama setahun dan telah menewaskan sedikitnya 42.000 warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.

Hingga kini, sandera yang tersisa belum berhasil dibebaskan, sementara Hamas terus melawan dan kerap kali membunuh tentara Israel.

Membunuh Sinwar adalah kemenangan yang diinginkan Israel. Namun, hingga Netanyahu dapat mengeklaim bahwa tujuannya telah tercapai, perang di Gaza—sesuai yang dia katakan—akan terus berlanjut.

Baca juga:

Yahya Sinwar lahir pada 1962 di sebuah kamp pengungsi di Khan Younis, Jalur Gaza. Dia berusia lima tahun ketika kamp tersebut direbut oleh Israel dari Mesir dalam perang Timur Tengah pada 1967.

Keluarganya termasuk di antara 700.000 warga Palestina yang melarikan diri dari rumah mereka oleh pasukan Israel dalam perang pada 1948.

Keluarganya berasal dari kota yang kini dikenal sebagai Ashkelon, yang berdekatan dengan perbatasan utara Jalur Gaza.

Ketika berusia sekitar 20 tahun, dia dihukum oleh Israel atas pembunuhan empat informan Palestina. Selama 22 tahun di penjara, dia belajar bahasa Ibrani dan mempelajari seluk-beluk Israel.

Waktu yang dia habiskan di penjara membuat Israel memiliki catatan gigi dan sampel DNA, yang berarti mereka dapat mengidentifikasi jasadnya.

Yahya Sinwar lahir pada 1962 di sebuah kamp pengungsi di Khan Younis, Jalur Gaza. Reuters
Yahya Sinwar lahir pada 1962 di sebuah kamp pengungsi di Khan Younis, Jalur Gaza.

Sinwar dibebaskan pada 2011, sebagai bagian dari pertukaran 1.000 tahanan Palestina dengan seorang tentara Israel, Gilad Shalit.

Pada 7 Oktober tahun lalu—dalam rangkaian serangan yang direncanakan dengan cermat—Sinwar dan anak buahnya menyerang Israel, menimbulkan kekalahan terparah dalam sejarah Israel dan trauma kolektif yang masih sangat terasa hingga kini.

Pembunuhunan sekitar 1.200 warga Israel dan penyanderaan mengingatkan banyak orang Israel pada holokos yang dilakukan Nazi.

Pengalaman Sinwar dalam pertukaran tahanan pasti telah menyakinkannya mengenai nilai dan kekuatan penyanderaan.

Yahya Sinwar saat tiba bersama tahanan Palestina di perbatasan Rafah dengan Mesir di Jalur Gaza selatan pada 18 Oktober 2011. Reuters
Yahya Sinwar saat tiba bersama tahanan Palestina di perbatasan Rafah dengan Mesir di Jalur Gaza selatan pada 18 Oktober 2011.

Di Tel Aviv, keluarga dari 101 orang yang hingga kini masih disandera Hamas di Gaza—Israel mengatakan setengah dari mereka mungkin sudah meninggal—melakukan demonstrasi di alun-alun tempat mereka biasa berkumpul selama setahun terakhir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka mendesak pemerintah Israel untuk meluncurkan negosiasi baru demi memulangkan kerabat mereka.

"Netanyahu, jangan kubur para sandera. Pergilah sekarang ke mediator dan ke publik dan sampaikan inisiatif baru Israel," ujar Einav Zangauker, ibu Matan Zangauker yang disandera Hamas.

"Jika Netanyahu tidak memanfaatkan momen ini dan tidak tergerak sekarang untuk mengeluarkan inisiatif baru Israel, itu berarti dia telah memutuskan untuk meninggalkan para sandera dalam upaya untuk memperpanjang perang dan memperkuat kekuasaannya.

"Kami tidak akan menyerah sampai semua orang kembali."

Warga Israel di Netanya bersorak dan melambaikan bendera nasional Israel saat merayakan kematian Sinwar Getty Images
Warga Israel di Netanya bersorak dan melambaikan bendera nasional Israel saat merayakan kematian Sinwar

Banyak warga Israel yakin bahwa Netanyahu ingin memperpanjang perang di Gaza demi menunda hari perhitungan atas kegagalannya memperketat keamanan Israel sehingga memungkinkan Sinwar dan anak buahnya masuk ke Israel.

Selain itu, Netanyahu diduga menunda dimulainya kembali sidang terhadapnya atas tuduhan korupsi serius.

Dia membantah tuduhan-tuduhan tersebut, menegaskan bahwa hanya apa yang disebutnya 'kemenangan total' di Gaza atas Hamas yang akan memulihkan keamanan Israel.

Sama seperti organisasi berita lainnya, Israel tidak mengizinkan BBC berada di Gaza kecuali dalam kesempatan langka yang diawasi militer.

Namun, kepada wartawan lepas setempat yang melaporkan untuk BBC, warga Palestina di Khan Younis—tempat kelahiran Sinwar— menegaskan perang akan terus berlanjut.

"Perang ini tidak bergantung pada Sinwar, Haniyeh, atau Mishal, atau pada pemimpin atau pejabat mana pun," kata Dr. Ramadan Faris.

Baca juga:

"Ini adalah perang pemusnahan terhadap rakyat Palestina, seperti yang kita semua tahu dan pahami. Masalahnya jauh lebih besar daripada Sinwar atau siapa pun."

Adnan Ashour mengatakan sebagian orang bersedih, sebagian lainnya acuh tak acuh terhadap Sinwar.

"Mereka tidak hanya mengincar kita. Mereka menginginkan seluruh Timur Tengah. Mereka berperang di Lebanon, Suriah, dan Yaman... Ini adalah perang antara kita dan orang-orang Yahudi sejak 1919, lebih dari 100 tahun."

Ketika ditanya apakah kematian Sinwar akan mempengaruhi Hamas, dia menjawab: "Saya harap tidak, insyallah. Biar saya jelaskan: Hamas bukan hanya Sinwar... Hamas adalah perjuangan rakyat."

Keluarga dan pendukung sandera yang diculik selama serangan mematikan 7 Oktober 2023 berunjuk rasa di Tel Aviv Reuters
Keluarga dan pendukung sandera yang diculik selama serangan mematikan 7 Oktober 2023 berunjuk rasa di Tel Aviv

Perang masih berlangsung di Gaza.

Dua puluh lima warga Palestina tewas dalam serangan di Gaza utara. Israel mengatakan serangan itu mengenai pusat komando Hamas.

Dokter di rumah sakit setempat mengatakan banyak korban luka yang dirawat adalah warga sipil.

Pengiriman bantuan melalui parasut dilanjutkan setelah Amerika mengatakan Israel harus mengizinkan masuknya lebih banyak makanan dan pasokan bantuan.

Setiap pemimpin Hamas sejak tahun 1990-an kecuali satu orang telah dibunuh oleh Israel, tetapi selalu ada penggantinya.

Sementara Israel merayakan pembunuhan Sinwar, Hamas masih memiliki sandera dan masih melawan.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada