Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Malaysia akan pilih raja baru, setelah Sultan Muhammad V mendadak turun takhta

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
Image shows Sultan Muhammad V AFP
Sultan Muhammad V secara mengejutkan mundur dari tahtanya

Para bangsawan Malaysia akan memilih raja baru setelah raja sebelumnya, Sultan Muhammad V, turun takhta sebelum akhir masa jabatannya.

Posisi raja di Malaysia, yang dikenal sebagai Yang dipertuan agung, biasanya dipilih setiap lima tahun. Akan tetapi, Sultan Muhammad V turun takhta pada Januari setelah dua tahun.

Baca juga:

Sebelum Muhammad V, belum ada raja Malaysia yang lengser dari takhta sejak negeri jiran meraih kemerdekaan dari Inggris lebih dari 60 tahun lalu.

Untuk menggantikannya, ada sebuah mekanisme yang harus dijalankan. Saat sudah terpilih, raja baru diperkirakan akan dilantik pada 31 Januari.

Pada November 2018, Sultan Muhammad V mengajukan cuti medis. Tetapi foto yang beredar di media sosial menunjukkan pernikahannya dengan mantan Miss Moskow di ibu kota Rusia.

Baca juga:

Muhammad V, yang berusia 47 tahun ketika dilantik, kala itu dipandang eksentrik dan pecinta olahraga ekstrem.

Pengunduran dirinya sangat mengejutkan bagi Kerajaan Malaysia yang merupakan satu-satunya monarki di dunia dengan sistem rotasi kepemimpinan.

malaysia Getty Images
Raja Malaysia tidak terlibat dalam urusan pemerintahan.

Bagaimana sistem monarki Malaysia?

Peran Yang dipertuan Agung ditetapkan pada 1957 ketika Federasi Malaya dinyatakan merdeka oleh Kerajaan Inggris.

Ada sembilan penguasa Melayu kala itu yang membentuk 13 negara bagian yang kemudian menjadi Malaysia. Para penguasa ini dipilih sebagai raja berdasarkan sistem bergilir oleh Majelis Raja-Raja.

Majelis Raja-Raja merupakan dewan yang terdiri dari sembilan penguasa Melayu serta gubernur dari empat negara bagian.

Namun, dalam pemilihan Yang dipertuan Agung, hanya sembilan sultan yang akan memilih.

Bagaimana memilih raja baru?

Majelis Raja-Raja akan berkumpul untuk memilih raja selanjutnya berdasarkan urutan sembilan penguasa yang sudah ditetapkan sejak kantor Yang dipertuan Agung pertama kali didirikan pada tahun 1957.

Negara bagian yang mendapat jatah berikutnya adalah Pahang, namun penguasa negara itu baru dilantik pada 15 Januari.

Sebagaimana dilaporkan kantor berita Bernama, yang mengutip ahli hukum konstitusi Shamrahayu A Aziz, hal itu menimbulkan pertanyaan apakah ia akan mendapatkan suara yang cukup.

Kesembilan penguasa Melayu akan diberikan kertas suara berisi satu nama, biasanya nama sultan dari negara bagian urutan berikutnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tanpa mengungkap jati diri pribadi, mereka akan menunjukkan apakah nama sultan pada kertas tersebut cocok atau tidak untuk mengemban predikat Yang dipertuan Agung.

Untuk memastikan bahwa kesembilan sultan itu memberikan suara tanpa mengungkap jati diri, mereka diberikan kertas suara tidak bernomor beserta pena dan tinta yang serupa.

Seorang sultan akan ditunjuk sebagai Yang dipertuan Agung apabila dia mendapat mayoritas lima suara.

Jika dia tidak mendapatkan suara yang cukup atau menolak mengemban peran sebagai Yang dipertuan Agung, proses pemilihan diulangi dengan memberikan kesembilan sultan kertas suara berisi nama sultan dari negara bagian urutan berikutnya.

Kekuasaan apa yang dimiliki sang raja?

Posisi ini sebagian besar seremonial, mengingat kekuasaan berada pada parlemen dan perdana menteri.

Raja tidak berpartisipasi dalam pemerintahan Malaysia. Dia bertanggung jawab atas penunjukan jabatan-jabatan utama seperti peran perdana menteri.

Raja juga adalah kepala agama Islam di Malaysia dan panglima angkatan bersenjata.

Dia juga memiliki wewenang untuk memberikan pengampunan seperti yang dilakukan raja sebelumnya terhadap mantan pemimpin oposisi Anwar Ibrahim setelah kemenangan mengejutkan koalisinya dalam pemilihan umum tahun lalu.

Anwar diampuni dari hukuman sodomi yang secara luas dipandang bermotivasi politik.

Yang dipertuan Agung dinilai sebagai jabatan prestise, khususnya bagi Muslim Melayu di negara itu, yang memandang raja sebagai penegak tradisi Islam dan Melayu.

Meski sang raja tidak menangani urusan negara, namun kritik yang dianggap menghina raja dapat berujung pada hukuman penjara.

Baru-baru ini setelah pengunduran diri Muhammad V, banyak yang mengawasi media sosial dan mengadukan siapapun yang menghina kerajaan.

Menurut situs berita Malay Mail, sebuah halaman Facebook diciptakan untuk menampung nama-nama orang yang dituduh menghina kerajaan.

Pada laman itu terdapat delapan orang, tiga di antara mereka telah diselidiki menggunakan Undang-Undang tentang Penghasutan, sementara empat lainnya dipecat, diskorsing, atau mundur dari pekerjaan mereka.

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada