Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo BBC

Nyamuk malaria: Dapat dibunuh dengan jamur hasil rekayasa genetika yang memproduksi racun laba-laba

Reporter

Editor

BBC

image-gnews
Iklan
nyamuk Science Photo Library

Satu spesies jamur yang sengaja dimodifikasi untuk menghasilkan racun laba-laba dapat membunuh nyamuk penyebar malaria dalam jumlah banyak.

Hasil kajian yang berlangsung di Burkina Faso itu menunjukkan populasi nyamuk rontok 99% selama 45 hari.

Baca juga:

Para peneliti di balik kajian tersebut mengatakan bahwa tujuan mereka bukan untuk membuat nyamuk Anopheles punah, melainkan menghentikan penyebaran malaria.

Setiap tahun ada sekitar 219 juta kasus malaria di seluruh dunia. Dari jumlah itu, lebih dari 400.000 orang meninggal dunia.

Hasil kajian ini berawal ketika para ilmuwan dari Universitas Maryland di Amerika Serikat dan institut riset IRSS di Burkina Faso menemukan sebuah jamur bernama Metarhizium pingshaense yang dapat membunuh nyamuk Anopheles secara alamiah.

Baca juga:

Mereka lalu berupaya mengembangkan jamur tersebut.

"Jamur-jamur ini sangat mudah dibentuk dan dapat dengan gampang dimodifikasi secara genetika," kata Prof Raymond St Leger, dari Universitas Maryland, kepada BBC.

Pada saat bersamaan, para peneliti mengkaji racun yang dapat ditemukan pada bisa spesies laba-laba di Australia.

Racun itu kemudian ditambahkan kepada genetika jamur sehingga jamur itu mampu menghasilkan racun begitu berada di dalam nyamuk.

"Seekor laba-laba menggunakan taringnya untuk menembus kulit serangga dan menginjeksi racun. Kami menggantikan taring laba-laba dengan Metarhizium," jelas Prof St Leger merujuk jamur khusus tersebut.

laba-laba Getty Images
Racun laba-laba dimasukkan ke dalam kode genetika jamur sehingga jamur dapat menghasilkan racun laba-laba yang membunuh nyamuk penyebar malaria.

Hasil tes di laboratorium menunjukkan jamur yang dimodifikasi genetikanya dapat membunuh nyamuk lebih cepat.

Langkah selanjutnya adalah menguji jamur itu semirip mungkin dengan kondisi di dunia nyata.

Maka dibuatlah desa tiruan seluas 603 meter persegi di Burkina Faso, lengkap dengan tanaman, gubuk-gubuk, sumber air, dan makanan untuk para nyamuk.

Desa tiruan itu lantas dilingkupi oleh jaring nyamuk setebal dua lapis untuk mencegah nyamuk lolos.

Spora-spora jamur lalu dicampur dengan minyak wijen dan dibalurkan ke kain-kain katun berwarna hitam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nyamuk-nyamuk yang mendarat di kain itu langsung terpapar dengan jamur.

desa tiruan Etienne Bilgo
Desa tiruan dilingkupi oleh jaring nyamuk setebal dua lapis untuk menguji keampuhan jamur pembunuh nyamuk.

Awalnya, para peneliti bereksperimen dengan 1.500 ekor nyamuk.

Hasilnya, sebagaimana dipublikasikan dalam jurnal Science, jumlah nyamuk meningkat pesat ketika dibiarkan tanpa intervensi.

Namun, tatkala jamur penghasil racun laba-laba dimasukkan, hanya ada 13 nyamuk setelah 45 hari.

"Jamur yang genetikanya dimodifikasi dengan cepat merontokkan populasi nyamuk dalam dua generasi," kata Dr Brain Lovett, dari Universitas Maryland.

Field word Oliver Zida
Kolam tempat kembang biak nyamuk dicek untuk melihat populasi nyamuk penyebar malaria.

Beberapa tes juga memperlihatkan jamur itu hanya berdampak pada nyamuk Anopheles, tidak mempengaruhi serangga lain, seperti lebah.

"Teknologi kami tidak bertujuan agar nyamuk-nyamuk punah, tujuan kami adalah menghancurkan penyebaran malaria di sebuah area," sambung Lovett.

Peranti baru diperlukan untuk menangani malaria mengingat nyamuk-nyamuk semakin kebal terhadap insektisida.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan kasus-kasus malaria kini meningkat di 10 negara paling terpapar di Afrika.

nyamuk Brian Lovett
Nyamuk yang dijangkiti jamur ditandai dengan warna hijau.

Menanggapi temuan ini, Prof Michael Bonsall dari Universitas Oxford, berkata: "Bagus. Ini adalah kajian yang super menarik."

"Prospek mengendalikan nyamuk menggunakan jamur yang telah dimodifikasi ini tergolong tinggi."

"Regulasi keamanan biologi yang proporsional diperlukan untuk menjamin kajian ini dan pendekatan lain untuk pengendalian vector (nyamuk) menggunakan metode genetik tidak hilang akibat aturan yang terlalu ketat."

Dr Tony Nolan, dari Liverpool School of Tropical Medicine, menambahkan: "Hasil-hasil kajian ini sangat membuat semangat.

"Kita memerlukan alat baru untuk memperkuat metode pengendalian yang sudah ada, yang kini terdampak oleh perkembangan kekebalan insektisida."

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada