Para dokter dan perawat di Italia dielu-elukan sebagai pahlawan karena mereka berjasa merawat para pasien virus corona yang sekarat. Tapi sekarang, mereka menderita.
Di Lombardy, wilayah yang paling terdampak oleh virus corona di Italia, para tenaga medis masih berjuang untuk bertahan.
"Saya lebih mudah marah dan memicu pertengkaran," kata Paolo Miranda, perawat unit perawatan intensif di Cremona.
- ‘Meninggal sendirian adalah hal yang mengenaskan’: Kisah perawat yang menangani pasien virus corona di rumah sakit Italia
- Kisah lima perawat di empat benua yang memerangi Covid-19: 'Saya bangga dengan pekerjaan saya'
- Tagar Indonesia Terserah: Pemerintah minta tenaga medis tidak kecewa, 'kita wajib lindungi tenaga medis'
Beberapa pekan lalu, Paolo memutuskan untuk mendokumentasikan situasi suram di dalam unit perawatan intensif menggunakan kamera fotonya.
"Saya tidak pernah ingih melupakan apa yang terjadi pada kami. Ini akan segera menjadi sejarah," ujarnya kepada saya.
Dalam foto-fotonya, dia ingin menunjukkan bagaimana rekan-rekannya mengatasi 'Fase 2' saat kehidupan kembali normal di Italia.
"Meskipun situasi darurat melambat, kami merasa dikelilingi oleh kegelapan," katanya.
"Sepertinya kami penuh luka. Kami membawa semua yang kami lihat di dalam diri kita."
Mimpi buruk dan keringat dingin
Perasaan itu juga dialami oleh Monica Mariotti, yang juga merupakan perawat unit perawatan intensif.
"Semua hal terasa lebih susah sekarang, ketimbang pada masa krisis," jelasnya.
"Dulu kami memiliki musuh untuk dilawan. Kini, saya memiliki waktu untuk berpikir, saya merasa tersesat, tanpa tujuan."
Pada masa krisis, mereka kewalahan dan tak memiliki waktu untuk berpikir. Namun, seiring dengan pandemi yang mulai meredup, begitu juga dengan adrenalin.
Semua stres yang terakumulasi dalam beberapa minggu terakhir akan muncul ke permukaan.
"Saya mengalami insomnia dan mimpi buruk," curhat Monica.
"Saya terbangun 10 kali setiap malam dengan jantung berdebar kencang dan kehilangan napas."
Rekan Monica, Elisa Pizzera, mengaku dia merasa kuat selama masa krisis, namun kini dia merasa kelelahan.
Dia merasa tidak memiliki energi untuk memasak atau merapikan rumah, dan ketika dia sedang libur, dia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan bermalas-malasan di sofa.
- Perawat yang meninggal akibat Covid-19, 'Saya hidup, mati untuk orang yang saya sayangi'
- Rumah sakit di India membantu kelahiran 100 bayi dari ibu-ibu yang terinfeksi Covid-19
- Perawat meninggal akibat Covid-19 saat mengandung, bayinya berhasil diselamatkan
Tidak ada 'kenormalan baru'
Martina Benedetti adalah perawat unit perawatan intensif di Tuscany dan masih menolah untuk bertemu dengan keluarga dan teman-temannya karena dia khawatir akan menularkan virus terhadap mereka.
"Saya bahkan menerapkan jaga jarak sosial kepada suami saya," katanya.
"Kami tidur di ranjang yang berbeda."
Bahkan hal-hal sederhana bisa menjadi luar biasa. "Setiap kali saya mencoba jalan-jalan, saya merasa cemas dan saya harus segera pulang," papar Martina.
Kini, ketika dia akhirnya punya waktu untuk merenung, dia merasa penuh dengan keraguan diri.
"Saya tidak yakin ingin menjadi perawat lagi," katanya.
"Saya telah melihat lebih banyak orang meninggal dalam dua bulan terakhir daripada dalam enam tahun keseluruhan."
- Berapa kerugian Italia dalam bulan pertama karantina menekan virus corona?
- Dokter dan perawat meninggal akibat virus corona: 'Kalau mereka kolaps, keadaan akan lebih buruk lagi'
Sekitar 70% dari petugas kesehatan yang berurusan dengan Covid-19 di daerah yang paling terdampak di Italia ini menderita kelelahan, menurut sebuah studi yang baru-baru ini.
"Ini sebenarnya adalah saat tersulit bagi dokter dan perawat," kata Serena Barello, peneliti studi tersebut.
Ketika kita menghadapi krisis, tubuh kita menghasilkan hormon yang membantu kita mengatasi stres.
"Tetapi ketika Anda akhirnya memiliki waktu untuk merenungkan apa yang terjadi, dan masyarakat bergerak maju, semuanya dapat runtuh dan Anda merasa lebih lelah dan tertekan secara emosional," kata Barello.
Dia khawatir akan banyak dokter dan perawat mengalami gejala gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dalam waktu lama setelah pandemi.
Inilah saat dampak pengalaman traumatis memengaruhi kehidupan seseorang, kadang-kadang beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun kemudian.
Bagi petugas kesehatan, ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk tetap bekerja dengan intensitas dan fokus pekerjaan yang mereka butuhkan.
Pahlawan yang terlupakan
Di seluruh dunia, dokter dan perawat garis depan dipuji sebagai pahlawan karena mempertaruhkan hidup mereka untuk merawat pasien. Tapi di Italia, pujian ini mulai surut.
"Ketika mereka takut mati, tiba-tiba kami semua menjadi pahlawan tetapi mereka sudah melupakan kami," kata Monica.
"Kami akan kembali dilihat sebagai orang yang membersihkan pantat, malas dan tidak berguna."
Di Turin, sejumlah perawat baru-baru ini merantai diri mereka bersama dan mengenakan kantong sampah, referensi bagaimana mereka harus berimprovisasi di bangsal karena kurangnya APD.
Mereka melakukan protes menuntut pengakuan atas pekerjaan mereka.
"Pada bulan Maret kami adalah pahlawan, sekarang kami sudah dilupakan," seorang perawat berteriak melalui megafon.
Mereka dijanjikan bonus untuk pekerjaan mereka tetapi hingga kini janji itu belum terealisasi.
Tak ada jalan keluar
Setidaknya 163 dokter dan 40 perawat meninggal akibat Covid-19 di Italia. Empat di antaranya bunuh diri.
Namun, banyak petugas kesehatan sekarang merasa seolah-olah pandemi ini tidak pernah terjadi.
"Saya merasa sangat marah," kata Elisa Nanino, seorang dokter yang menangani Covid-19 di rumah perawatan.
Karena karantina wilayah telah dilonggarkan, dia terus-menerus melihat orang-orang minum dan makan bersama tanpa masker wajah dan tidak ada jarak sosial.
"Saya ingin mendatangi mereka dan berteriak di wajah mereka, memberi tahu mereka bahwa mereka membahayakan semua orang," katanya.
"Ini sangat tidak sopan bagi saya dan semua kolega saya."
Satu hal yang disetujui oleh semua petugas kesehatan adalah dukungan publik membantu mereka melewati krisis.
"Saya bukan pahlawan tetapi itu membuat saya merasa penting," kata Paolo.
Pengakuan publik adalah cara paling ampuh yang kita miliki untuk membantu petugas kesehatan yang berjuang dengan PTSD, menurut penelitian Barello.
"Kita semua, kita memiliki peran penting sekarang," katanya.
"Kita harus memastikan kita tidak lupa apa yang dokter dan perawat lakukan untuk kita."
Tentara dapat meninggalkan medan perang dan menangani trauma mereka di rumah. Tetapi bagi para dokter dan perawat ini, giliran kerja 12 jam berikutnya selalu ada di depan mata.
Mereka harus mengatasi semua ini di tempat di mana mereka sangat menderita.
"Saya merasa seperti seorang prajurit yang baru saja kembali dari perang," kata Paolo.
"Jelas saya tidak melihat senjata atau mayat di jalan tetapi dalam banyak hal, saya merasa seperti berada di parit."