Pihak berwenang Bangladesh mulai memindahkan ribuan pengungsi Roingya ke pulau terpencil meskipun ada kekhawatiran tentang keamanan mereka.
Sekitar 1.600 pengungsi dipindahkan ke Pulau Bhasan Char, sebuah pulau yang rentan diterjang banjir di Teluk Bengal, pada Jumat (04/12), menurut laporan kantor berita Reuters.
Bangladesh mengatakan semua pengungsi yang dipindahkan telah memberikan persetujuan.
Namun, kelompok pegiat hak asasi manusia telah menyuarakan keprihatinan bahwa banyak yang dipindahkan ke pulau itu di luar keinginan mereka.
Pengungsi Rohingya di Bangladesh mengatakan kepada BBC pada Oktober bahwa mereka tidak ingin dipindahkan ke pulau itu.
- Pulau terpencil ini dibangun demi menampung 100.000 pengungsi Rohingya, tapi disebut ‘penjara’
- Rencana ke Malaysia, terdampar di Aceh: Cerita penyelamatan pengungsi Rohingya
- 'Semua tak mau mati, maka berbohong' cerita etnis Rohingnya korban sindikat penyelundupan
Kelompok pegiat HAM, Human Rights Watch, mengatakan mereka telah mewawancarai 12 keluarga yang namanya ada dalam daftar pengungsi yang dipindahkan. Para pengungsi itu mengatakan bahwa mereka tidak secara sukarela pergi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan telah diberikan "informasi terbatas" tentang relokasi dan tidak terlibat dengan relokasi itu.
Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen mengatakan pada Kamis (03/12) malam bahwa pemerintah "tidak akan membawa siapa pun ke Bhasan Char secara paksa. Kami mempertahankan posisi ini".
Para pengungsi Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar setelah tindakan keras militer yang dimulai tiga tahun lalu di mana para penyelidik PBB mengatakan sebanyak 10.000 orang tewas dan lebih dari 730.000 terpaksa mengungsi.
Setelah itu, ratusan ribu pengungsi Rohingya tinggal di Cox's Bazar, kamp pengungsi yang luas di negara tetangga Bangladesh.
'Saya ditangkap dan dibawa ke sini'
Pada hari Kamis (03/12), seorang pria berusia 31 tahun mengatakan kepada Reuters sambil menangis melalui telepon saat dia naik bus dari Cox's Bazar: "Mereka telah membawa kami ke sini dengan paksa. Tiga hari yang lalu, ketika saya mendengar bahwa keluarga saya ada dalam daftar, saya melarikan diri dari blok, tapi kemarin saya ditangkap dan dibawa ke sini. "
Mohammad Shamsud Douza, wakil pejabat pemerintah Bangladesh yang bertanggung jawab atas pengungsi, mengatakan relokasi itu bersifat sukarela.
"Mereka pergi ke sana dengan senang hati. Tidak ada yang dipaksa. Pemerintah telah mengambil semua langkah untuk menangani bencana, termasuk kenyamanan hidup dan mata pencaharian mereka," katanya.
Sementara itu, Rashida Khatun, 55, mengatakan kepada BBC pada Oktober lalu bahwa anaknya termasuk dalam 300 pengungsi pertama yang dikirim ke Pulau Bhasan Char tanpa persetujuan mereka awal tahun ini, setelah terombang-ambing di laut dalam upaya melarikan diri dari Bangladesh.
Ketika reporter BBC mengunjungi pulau itu pada Oktober, kami tidak diberi akses untuk bertemu dengan pengungsi yang tinggal di sana.
Otoritas Bangladesh telah membangun di pulau itu selama tiga tahun, dengan biaya US$350 juta atau sekitar Rp5,1 triliun.
Tujuan mereka adalah merelokasi lebih dari 100.000 pengungsi untuk meredakan ketegangan di dalam kamp-kamp di Bangladesh.
Awal tahun ini, Amnesty International merilis laporan tentang kondisi yang dihadapi oleh 306 pengungsi Rohingya yang sudah tinggal di pulau itu.
Laporan tersebut berisi dugaan kondisi kehidupan yang tidak higienis dalam ruangan sempit, terbatasnya fasilitas makanan dan perawatan kesehatan, kurangnya telepon agar pengungsi dapat menghubungi keluarga mereka, serta kasus pelecehan seksual oleh TNI AL dan pekerja lokal yang melakukan pemerasan.
Komodor Abdullah al Mamum Chowdhury, juru bicara Angkatan Laut, membantah tuduhan tersebut.
"Kami merawat mereka sebagai tamu kami," katanya.
"Mereka diberi makanan yang layak dan akses ke semua fasilitas."