Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Sudan: Pengepungan El Fashir Indikasikan Taktik Bumi Hangus

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Sudan: Pengepungan El Fashir Indikasikan Taktik Bumi Hangus
Iklan

Perjuangan menyintasi perang saudara di Sudan perlahan menggerogoti Taj-Alseer Ahamed. Setelah bertahan selama dua bulan di kota El Fashir yang terkepung di Darfur, dia mengaku berada di ambang kebinasaan.

"Kami tidak punya uang untuk membeli makanan atau air. Kami tidak tahu di mana sanak saudara kami. Kami tidak bisa tidur dan harus bersembunyi dari peluru atau rudal siang dan malam,” katanya kepada DW.

Baca Juga:

Perang berkobar pada bulan April 2023 antara Angkatan Bersenjata Sudan, SAF, dan Pasukan Pendukung Cepat, RSF. Di Darfur, kota El Fashir sempat menawarkan rasa aman bagi sekitar 1,5 juta orang, termasuk 800.000 pengungsi internal.

Namun, situasi berubah pada pertengahan April 2024. Kota yang berada di bawah kendali SAF itu mendadak menjadi zona perang terakhir di Darfur. Provinsi di barat Sudan itu sebagian besar berada di bawah kendali RSF.

Hingga pekan lalu, pertempuran di El Fashir telah menewaskan sedikitnya 226 orang, menurut organisasi amal Doctors Without Borders. PBB juga melaporkan sekitar 130.000 orang telah mengungsi dari kota tersebut sejak bulan April.

Baca Juga:

Selama satu tahun perang saudara di Sudan, Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan sekitar 16.000 orang telah terbunuh dan 33.000 lainnya terluka. Perang ini juga telah menyebabkan lebih dari 9 juta orang mengungsi dan menyebabkan sekitar 5 juta orang berada di ambang kelaparan.

"Situasi di Sudan adalah krisis kemanusiaan terbesar di muka bumi, dan krisis ini terus memburuk,” kata Linda Thomas-Greenfield, duta besar AS untuk PBB.

Aroma kematian di gerbang kota

"Kami tidak tergabung dalam pihak mana pun, jadi mengapa kami ditembaki dan dibunuh?” tukas Mohammad Mousa, seorang pengungsi Sudan.

"Beberapa hari lalu, puluhan warga sipil tak berdosa tewas akibat tembakan artileri di lingkungan kami,” katanya kepada DW.

Akibat kekacauan yang tercipta setelah serangan tersebut, "kami tidak dapat menemukan anak-anak kami". Meski masih shock, dia merasa lega karena akhirnya keluarganya bersatu kembali.

Tetangganya, Hamid Adam, menunjukkan kepada DW puing-puing rumahnya. "Saat itu, pukul sembilan kurang seperempat pagi ketika rudal pertama meledak di Jalan Alarbeen. Kemudian rudal kedua meledak di rumah Isa Arabi dan yang ketiga meledak di depan rumah saya."

"Serangan ini bukan sekedar tembakan artileri, melainkan serangan roket yang mampu menghancurkan sebuah gunung, tapi sebenarnya tidak boleh digunakan terhadap manusia.”

Mohamed Osman, seorang peneliti Sudan di Divisi Afrika Human Rights Watch, mengabarkan bahwa El-Fashir mengalami "penembakan dan serangan udara tanpa henti, pembakaran daerah pemukiman dan serangan yang secara signifikan terhadap infrastruktur penting bagi penduduk, terutama layanan kesehatan.”

"Kesengsaraan menanti mereka yang bertahan di dalam kota,"imbuhnya.

Selain serangan yang dilakukan RSF, militer Sudan juga dilaporkan menghambat penyaluran bantuan, kata Osman kepada DW.

"Ini adalah kejahatan perang. Kita perlu melihat tindakan terpadu dan terkoordinasi untuk menekan pihak-pihak yang bertikai agar memberikan akses kemanusiaan yang tidak terbatas.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kamis (13/6) pekan lalu, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut diakhirinya pengepungan dan "kekerasan bermotif etnis" oleh RSF di El Fashir.

Namun resolusi tersebut gagal membawa perubahan di lapangan. Koresponden DW mengonfirmasi pada hari Selasa bahwa pertempuran masih berlangsung, dan terdapat kekurangan air, makanan, dan bantuan kemanusiaan.

Taktik bumi hangus

"Apa yang terjadi di El Fashir paling tepat digambarkan sebagai strategi bumi hangus,” kata Hager Ali, peneliti di lembaga pemikir Jerman GIGA Institute for Global and Area Studies, kepada DW.

Istilah "bumi hangus" sebagai taktik perang telah digunakan sejak perang berdarah di kawasan Darfur pada tahun 2003. Serangan brutal yang dilakukan milisi Janjaweed etnis Arab menewaskan ratusan ribu warga kulit hitam.

Janjaweed, yang didominasi gerilyawan beretnis Arab, adalah cikal bakal pembentukan RSF di Sudan.

Ali meyakini, trauma pertumpahan darah di Darfur sedang berulang di El-Fashir.

Penghancuran terhadap alat pertanian, desa-desa, pembunuhan sistematis terhadap minoritas non-Arab, kekerasan seksual yang meluas terhadap perempuan, "semua ini untuk memastikan bahwa bahkan ketika Anda mundur, musuh Anda sama sekali tidak mendapatkan apa-apa,” kata Ali. .

Namun Ali ragu El Fashir akan tetap berada di bawah kendali Angkatan Bersenjata Sudan. Menurutnya, SAF kemungkinan besar sudah merelakan Darfur, termasuk El Fashir.

"Militer Sudan memerlukan sumber daya yang besar untuk memulihkan kendali di Darfur, namun hal ini tidak akan menghasilkan kemenangan yang menentukan seperti jika mereka merebut kembali kota Omdurman atau Khartoum,” kata Ali.

Namun, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda bahwa pasukan SAF berencana mundur.

Bagi pengungsi Sudan, Hamid Adam di El Fashir, kebuntuan itu memperpanjang nestapa bagi warga sipil.

"Pada malam hari, kelompok bersenjata datang ke rumah kami dan menyuruh kami keluar,” katanya kepada DW dan menambahkan bahwa "kami meminta pemerintah untuk datang dan menyelamatkan kami.” Sejauh ini, tidak berhasil.

Koresponden DW Mariel Müller ikut berkontribusi pada laporan ini.

rzn/as

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada