Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Ekowisata di Tanzania Korbankan Ruang Hidup Suku Maasai

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Ekowisata di Tanzania Korbankan Ruang Hidup Suku Maasai
Iklan

Kehidupan penduduk Maasai di Tanzania belakangan semakin tidak menentu, kata wakil adat setempat kepada DW, yang menolak menyebutkan identitasnya atas alasan keamanan. Sudah banyak perwakilan suku pastoral itu yang ditangkap dalam beberapa tahun terakhir karena mengkritik rencana pemerintah membangun ekowisata.

"Dua ibu hamil baru saja meninggal dunia,” lanjut wakil adat Maasai, karena jalanan tidak bisa dilalui ambulans karena hujan. "Hampir setiap minggu ada ibu hamil yang meninggal dunia di Kawasan Konservasi Ngorongoro dan Loliondo,” ujarnya. Sumber lain yang dapat diakses oleh DW mengkonfirmasi informasi tersebut. Suku Maasai menyalahkan pemerintah Tanzania atas memburuknya situasi bagi masyarakat adat.

Baca juga:

Adapun pesawat pengangkut pasien ke rumah sakit tidak lagi terbang setelah izinnya dicabut oleh pemerintah lebih dari dua tahun lalu. Pencabutan izin dicurigai sebagai bagian dari rencana untuk mengusir masyarakat adat dengan menghambat layanan umum seperti kesehatan atau pendidikan.

Pemerintah Tanzania sejak beberapa tahun terakhir giat mengupayakan pembangunan di kawasan sabana di utara yang dihuni suku Maasai. Namun ketika ditanya mengenai masalah terhambatnya layanan kesehatan, seorang juru bicara pemerintah menghentikan pembicaraan dengan DW.

Konservasi tanpa manusia

Presiden Samia Suluhu Hassan ingin memperluas kawasan lindung dari saat ini lebih dari 30 persen menjadi 50 persen dari wilayah nasional.

Baca juga:

Namun perluasan wilayah suaka memperkeruh suasana dengan penduduk lokal, karena legislasi nasional melarang pembangunan rumah, sekolah atau infrastruktur umum di dalam kawasan lindung. Jalan atau jembatan yang sudah terbangun nantinya akan dibiarkan membusuk dan hancur, menurut Joseph Oleshangay, kepala suku Maasai di distrik Ngorongoro dan seorang pengacara yang mewakili warga.

"Sejak tanggal 12 April 2021, pemerintah secara terbuka mengumumkan penutupan sembilan sekolah negeri, enam puskesmas, sembilan kantor desa, dan empat gereja," di wilayah adat Maasai. Meski pengadilan memenangkan gugatan warga, putusan tersebut gagal menghentikan rencana penutupan.

"Saat ini kami punya stasiun kesehatan yang tidak lagi punya obat penahan sakit untuk anak-anak," kata Oleshangay.

Pariwisata mewah

Tanzania berharap dapat menarik investasi asing bernilai miliaran dolar melalui wisata ekologis dengan memperluas kawasan lindung. Lebih dari satu juta orang tercatat mengunjungi cagar alam setiap tahunnya.

Cina menginvestasikan lebih dari sembilan juta dolar untuk membangun geopark di kawah Ngorongoro. Area tersebut dipagari untuk kamp wisata, hotel mewah, dan area piknik dengan platform observasi. Suku Maasai sebaliknya harus tinggal di luar.

Uni Emirat Arab berinvestasi lebih dari tujuh miliar dolar di Tanzania. Termasuk di wilayah tetangga Loliondo yang merupakan kawasan perburuan. Penginapan mewah dan lapangan terbang untuk pesawat pribadi dimaksudkan untuk menyambut para syekh yang berwisata untuk berburu binatang liar. Kawasan tersebut saat ini dipagari, meski menjadi tempat penggembalaan kawanan sapi Maasai pada musim kemarau.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ini, parlemen Tanzania membahas rancangan undang-undang untuk mengatur pembentukan kawasan lindung.

Menurut RUU, setidaknya 100 desa suku Maasai harus dipindahkan, yang berarti 300.000 penduduk akan mengungsi, menurut organisasi kemanusiaan. "Jika rencana ini dilaksanakan, suku Maasai akan kehilangan 80 hingga 90 persen tanah adat mereka,” kata Roman Herre dari organisasi non-pemerintah Jerman FIAN, yang mengkampanyekan hak-hak suku Maasai. "Hal ini berarti kehancuran total terhadap cara hidup tradisional."

Terpisah jarak 600 kilometer

Untuk memberikan ruang bagi investasi, pemerintah Tanzania memindahkan pemukiman suku Maasai ke bagian timur yang berjarak sekitar 600 kilometer. Suku semi-nomaden itu kini dipaksa menetap di rumah batu.

Komisaris yang bertanggung jawab atas proyek Maasai, Wilson Sakulo, menegaskan bahwa suku adat telah bersedia meninggalkan tanah moyang mereka "sepenuhnya secara sukarela." Dia mengimbau masyarakat adat agar tidak tergoyahkan oleh "informasi palsu" di media.

Sejauh ini, rencana Tanzania untuk memperluas cagar alam didukung oleh banyak mitra internasional, termasuk di Eropa. Dalam hal konservasi alam, misalnya, Tanzania merupakan mitra Jerman terpenting di Afrika. Bank pembangunan Jerman KfW sejauh ini sudah mengalokasikan total hampir 30 juta euro untuk program konservasi alam di Tanzania. Sebagian kecil dari dana tersebut, sekitar 220.000 euro, dibekukan tahun lalu karena kekhawatiran terhadap pelanggaran HAM berupa pengusiran suku Maasai.

Bank Dunia juga menangguhkan 150 juta euro untuk ekspansi pariwisata di Tanzania pada bulan April lalu karena masalah hak asasi manusia. Komisi UE mengambil langkah serupa dengan menarik tender senilai sekitar 10 juta euro pada bulan Juni.

Meski demikian, KfW tetap menambah dana pinjaman konservasi bagi Tanzania sebesar sembilan juta euro pada awal tahun 2024. Ketika ditanya DW, manajemen bank mengklaim bahwa sebagian dana proyek akan dialirkan untuk masyarakat Maasai di sekitar cagar alam, yakni untuk pembangunan pusat kesehatan dan sekolah baru.

Namun bantuan itu hanya berlaku bagi komunitas di sekitar tempat relokasi. Dengan kata lain, Jerman secara tidak langsung turut mendanai pengusiran suku Maasai di Tanzania.

rzn/hp

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada