Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

PM Bangladesh Hasina Undur Diri dan Mengungsi ke Luar Negeri

Reporter

Editor

dw

image-gnews
PM Bangladesh Hasina Undur Diri dan Mengungsi ke Luar Negeri
Iklan

Lengsernya Sheikh Hasina didorong aksi protes massal di Bangladesh melawan sistem kuota untuk pegawai negeri. Terdorong oleh kematian hampir 100 orang dalam kerusuhan sehari sebelumnya, ribuan demonstran menyerbu kediaman kepala pemerintahan, Senin (5/8).

Hasina tiba pada hari Senin di sebuah kota di India yang berbatasan dengan Bangladesh dengan helikopter militer, menurut seorang pejabat militer yang berbicara dengan syarat anonim. Tidak jelas apakah India akan menjadi pelarian akhir atau dia akan berpergian ke negara lain.

Baca juga:

Kepergian Perdana Menteri Sheikh Hasina dikhawatirkan bakal menciptakan ketidakstabilan yang lebih parah di negeri yang telah menghadapi serangkaian krisis, mulai dari pengangguran dan korupsi hingga perubahan iklim.

Panglima duduk di istana?

Beberapa jam setelah PM Hasina muncul di televisi nasional menaiki helikopter militer bersama saudara perempuannya, panglima militer Jenderal Waker-uz-Zaman, mengatakan bahwa dia akan meminta arahan presiden untuk membentuk pemerintahan sementara di Dhaka.

Dia berjanji bahwa militer akan melakukan penyelidikan atas tindakan mematikan terhadap aksi protes yang dipimpin mahasiswa dan memicu kemarahan terhadap pemerintah. "Percayalah pada militer, kami akan menyelidiki semua pembunuhan dan menghukum yang bertanggung jawab," katanya. "Saya telah memerintahkan agar tidak ada tentara dan polisi yang terlibat dalam penembakan apa pun."

Baca juga:

Jendral uz-Zaman mengaku telah bertemu dengan tokoh oposisi, termasuk ketua partai Jamaat-e-Islami yang kini dilarang, dan anggota masyarakat sipil.

Protes berdarah di Bangladesh dimulai dengan damai saat mahasiswa yang frustrasi menuntut diakhirinya sistem kuota untuk pekerjaan pegawai negeri. Menurut demonstran, sistem ini cuma menguntungkan kandidat yang memiliki hubungan dengan partai Liga Awami pimpinan Sheikh Hasina.

Perempuan berusia 76 tahun itu merupakan kepala pemerintahan wanita terlama di Banglades dan terpilih untuk masa jabatan keempat berturut-turut dalam pemungutan suara bulan Januari lalu yang diboikot oleh lawan-lawan politiknya. Akibatnya, ribuan anggota oposisi dipenjara jelang pemungutan suara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kaum oposisi menuduh Hasina bertindak semakin otokratis dan menyebut pemerintahannya sebagai ancaman bagi demokrasi. Aksi protes terus berlanjut bahkan setelah Mahkamah Agung bulan lalu memerintahkan pemerintah mengurangi sistem kuota, yang menyisihkan hingga 30 persen pekerjaan pemerintah untuk anggota keluarga veteran yang bertempur dalam perang kemerdekaan melawan Pakistan.

Pemerintah berusaha meredakan demonstrasi dengan kekerasan, yang menyebabkan hampir 300 orang tewas sejak pertengahan Juli.

Kelumpuhan di Bangladesh

Setidaknya 95 orang, termasuk setidaknya 14 polisi, tewas dalam bentrokan di ibu kota pada hari Minggu (4/8), menurut surat kabar Prothom Alo. Ratusan lainnya mengalami luka-luka. Setidaknya 11.000 orang telah ditangkap dalam beberapa minggu terakhir. Kerusuhan tersebut juga mengakibatkan penutupan sekolah dan universitas di seluruh negeri. Sementara kepolisian sempat memberlakukan jam malam dan aturan menembak di tempat.

Pihak berwenang juga memutus jaringan internet seluler pada hari Minggu dalam upaya untuk meredakan kerusuhan, dan jaringan internet diputus sebentar pada hari Senin pagi. Langkah itu merupakan pemadaman internet kedua di Bangladesh sejak bulan Juli. Layanan telah dipulihkan pada hari Senin sore.

Selama akhir pekan, para pengunjuk rasa menyerukan sikp "non-kooperatif", mendesak warga untuk tidak membayar pajak atau tagihan listrik, serta tidak masuk kerja pada hari Minggu yang merupakan hari kerja di Bangladesh.

Kantor, bank, dan pabrik dibuka, tetapi para pekerja di Dhaka dan kota-kota lain berjuang untuk pergi bekerja karena banyak transportasi umum dihentikan di tengah kekhawatiran akan kekerasan. Hasina menawarkan untuk berbicara dengan para pemimpin mahasiswa pada hari Sabtu, tetapi seorang koordinator menolak dan menuntut pengunduran dirinya.

rzn/hp (ap,rtr)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada