Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Penelitian Berbasis AI Temukan 160.000 Jenis Virus RNA Baru

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Penelitian Berbasis AI Temukan 160.000 Jenis Virus RNA Baru
Iklan

Lebih dari 160.000 virus baru telah diidentifikasi oleh para ilmuwan dengan menggunakan program artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan khusus.

Ini menjadi penelitian terbesar dari jenisnya dan telah menyoroti skala besar virosphere, virus yang menghuni banyak lingkungan di Bumi.

Baca juga:

Para peneliti menggunakan program AI yang disebut LucaProt, yang mengidentifikasi virus RNA yang sebelumnya tidak dikenal yang tersimpan dalam database materi genetik yang bersumber dari ekosistem di seluruh dunia.

Virus RNA, termasuk virus corona, memiliki materi genetik yang terdiri dari untai asam ribonukleat (RNA) tunggal, berlawanan dengan DNA beruntai ganda pada virus DNA, seperti virus Herpes.

Studi ini menunjukkan betapa “transformasionalnya” AI bagi para ilmuwan yang ingin mengidentifikasi struktur protein dan menemukan virus yang berbeda,” kata ahli virus Eddie Holmes, University of Sydney di Australia, yang turut memimpin penelitian ini.

Baca juga:

Algoritma AI LucaProt yang digunakan dalam penelitian ini bekerja dengan cara yang mirip dengan sistem AlphaFold yang diakui dalam Hadiah Nobel kimia tahun ini. Karya dalam bidang AI juga diakui dalam Hadiah Nobel untuk fisika.

AI membantu para ilmuwan untuk menjadi viral

Holmes dan para kolaboratornya menggambarkan sistem LucaProt sebagai sistem yang mampu menembus 'materi gelap' dari materi genetik.

Mereka memulai dengan sampel 'metagenomik' dari materi genetik, kumpulan informasi dari tanaman, hewan, jamur, bakteri, dan materi 'tidak hidup' seperti virus.

Di dalam potongan-potongan DNA yang dikenal, terdapat baris-baris kode yang tidak diketahui: “Sesuatu yang tidak cocok dengan apa pun yang kita ketahui dalam basis data kami,” kata Holmes.

Para peneliti menyebutnya 'materi gelap'.

Penelitian ini melatih sebuah algoritma yang disebut LucaProt untuk memprediksi informasi genetik mana dalam materi gelap yang berasal dari spesies RNA virus.

Dalam satu sampel metagenomik seberat 50 gram yang diambil dari sebuah stasiun pertanian di selatan Sydney, Holmes mengatakan bahwa lebih dari 1.600 virus baru ditemukan.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara keseluruhan, tim menganalisis lebih dari 10.000 sampel metagenomik serupa, yang mengarah pada penemuan 161.979 spesies virus RNA potensial dan 180 supergrup virus RNA.

Namun, 160.000 virus ini, ibaratnya hanya setetes air di lautan virus yang belum ditemukan, mungkin kurang dari 0,1%. Para penulis mengatakan, hal ini mengisyaratkan skala sebenarnya dari virosfer dunia.

Ben Longdon, seorang ahli biologi evolusi di University of Exeter, Inggris, mengatakan LucaProt merupakan alat yang sangat berguna untuk mengidentifikasi virus, dan telah menggunakan alat ini untuk membantu penelitiannya mengenai penyakit-penyakit virus yang baru muncul.

LucaProt, kata Longon, menunjukkan bagaimana AI membantu menemukan “banyak hal” tentang virus, bahkan “melampaui kemampuan kita untuk membuat katalog dan menamainya.”

Ribuan virus baru, tapi manusia kemungkinan aman

Apakah penelitian ini menunjukkan adanya ancaman virus baru bagi manusia? Mungkin tidak, kata Holmes, karena virus yang ditemukan dalam penelitian mereka kemungkinan besar tidak dapat menginfeksi manusia.

“Dari 160.000 virus baru, tidak ada satu pun yang mendekati virus mamalia, saya rasa tidak ada yang bisa menginfeksi manusia,” kata Holmes.

Dan bahkan jika virus-virus baru itu dapat menginfeksi manusia, tidak ada indikasi bahwa mereka akan menjadi virus yang berbahaya atau menyebabkan penyakit. Seperti halnya bakteri, virus yang 'baik' atau 'bersahabat' juga dapat bermanfaat bagi kesehatan.

Meskipun virus tidak berbahaya, mengetahui keberadaan virus sangat penting, kata Longdon.

“Jika kita ingin memahami penyakit menular yang muncul, kita perlu memahami virus apa saja yang ada di luar sana, bagaimana virus itu menyebar, dan faktor apa yang menentukan kemampuannya untuk berpindah di antara spesies inang,” kata Longdon.

Longon menambahkan, temuan ini merupakan satu langkah untuk memahami keragaman virus, dan bagaimana virus dapat berevolusi menjadi lebih atau kurang menular.

Artikel diadaptasi dari DW bahasa Inggris

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada