Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Logo DW

Apa Penyebab ‘Tsunami COVID-19‘ yang Renggut 200 Ribu Nyawa di India?

Reporter

Editor

dw

image-gnews
Apa Penyebab ‘Tsunami COVID-19‘ yang Renggut 200 Ribu Nyawa di India?
Iklan

Setelah gelombang pertama relatif terkendali, India kembali memecahkan rekor global infeksi harian. Pada Rabu (28/04), kasus infeksi COVID-19 di India mencapai 362.567 dengan lebih dari 200.000 kematian.

"Ini seperti neraka. (Virus) itu akan membakar apa pun yang disentuhnya," kata Dr. Shuchin Bajaj, Pendiri & Direktur Rumah Sakit Ujala Cygnus, saat berbicara mengenai gelombang baru COVID-19.

Varian baru yang mudah menular

Baca juga:

Meski menjadi salah satu produsen vaksin terbesar di dunia, India tidak memiliki cukup stok untuk menginokulasi populasi yang memenuhi syarat. Pemerintah India menuai kritik karena peluncuran vaksinasi yang lamban.

Selain varian baru di Brasil, Afrika Selatan, dan Inggris, India juga menemukan mutasi baru virus corona. "Tampaknya varian ini berpotensi lebih mudah menempel pada sel manusia. Jelas itu akan menyebabkan lebih banyak orang terinfeksi dan lebih banyak dirawat di rumah sakit,” kata Tarik Jasarevic, Juru Bicara Organisasi Kesehatan Dunia, WHO.

Rasa puas diri yang menjadi bumerang

"Apa yang kami saksikan di India jelas merupakan dampak dari banyaknya orang yang lengah," kata Udaya Regmi, Kepala Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah untuk Asia Selatan.

Baca juga:

"Pada satu titik, gelombang pertama hampir terkendali dan orang-orang perlahan berhenti melakukan langkah-langkah dasar melindungi diri, seperti mengenakan masker."

Rasa puas diri tidak hanya dipicu oleh kelelahan akibat pandemi, menurut ahli virus Vineeta Bal. Para pemimpin politik dan agama yang secara terbuka meremehkan bahaya pandemi dan menyerukan pertemuan massal juga berperan dalam tsunami COVID-19 India.

Terlepas dari banyaknya jumlah kasus infeksi, pemerintah justru mengizinkan ratusan ribu umat Hindu menghadiri Kumbh Mela, acara keagamaan terbesar di India.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kondisi juga diperparah ketika Partai BJP yang berkuasa mengadakan pertemuan besar. Pada salah satu acara serupa di negara bagian Benggala Barat, Perdana Menteri Narendra Modi malah berterima kasih kepada kerumunan dan mengatakan dia "belum pernah melihat kerumunan sebesar itu dalam acara kampanye."

"Kepuasan itu telah menjadi bumerang," kata Bal yang bekerja di National Institute of Immunology.

Jalan keluar dari krisis COVID-19

Sejumlah negara bersatu membantu India mengatasi krisis kesehatan akibat pandemi COVID-19. Jerman, Prancis, Uni Eropa, Inggris, AS, Arab Saudi, dan Pakistan menjanjikan memberikan bantuan medis.

Ventilator dan konsentrator oksigen menjadi bantuan pertama yang tiba pada Selasa (27/04).

Presiden AS Joe Biden berjanji mengirimkan vaksin AstraZeneca ke India, tetapi tidak jelas diketahui kapan bantuan itu akan tiba.

Pemerintah India akan membuka program vaksinasi untuk semua orang dewasa pada 1 Mei mendatang. Sementara di lapangan, pusat komunitas, dan organisasi kemanusiaan bekerja menyediakan masker dan membatasi penyebaran informasi yang salah. "Yang kami hadapi adalah banyaknya keraguan tentang vaksinasi, keengganan untuk memakai masker, dan menjaga jarak sosial," kata Regmi.

(ha/ gtp)

Iklan

Berita Selanjutnya

1 Januari 1970


Artikel Terkait

    Berita terkait tidak ada



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita terkait tidak ada