Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

KKP Tetapkan Kades Kohod dan Pegawainya Sebagai Pemilik Pagar Laut Tangerang, DPR: Mustahil

Anggota DPR Firman Soebagyo mengatakan pembongkaran pagar laut oleh TNI membutuhkan alat berat.

27 Februari 2025 | 16.30 WIB

Personel Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP memasang spanduk penghentian kegiatan pemagaran laut di pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 11 Februari 2025. Antara/ Fakhri. Hermansyah
Perbesar
Personel Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil (Polsus PWP3K) Ditjen PSDKP memasang spanduk penghentian kegiatan pemagaran laut di pesisir Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 11 Februari 2025. Antara/ Fakhri. Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengumumkan hasil akhir dari penyelidikan kasus pemasangan pagar laut di perairan Tangerang, Banten. Trenggono menyebut pemasang dan pemilik pagar terebut adalah Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip dan pegawainya yang berinisial T. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menanggapi hal tersebut, anggota DPR Firman Soebagyo mengatakan apa yang dilakukan KKP belum memuaskan rasa keadilan masyarakat. Menurutnya, KKP seharusnya melangkah lebih jauh dari pada hanya sekadar mendapatkan pengakuan dari kedua orang tersebut. Alasannya, Firman sanksi seorang kepala desa bisa membangun pagar laut seluas 30,16 kilometer. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ketika seorang nelayan bisa membeli bambu seharga Rp 70 miliar, apakah ada kemampuan sebegitu besar," kata Firman saat rapat bersama KKP di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025. 

Menurut dia memasang bambu sepanjang itu bukanlah hal mudah dan bisa dilakukan oleh seorang nelayan atau perangkat desa. Dia mengatakan mustahil memasang pagar tersebut tanpa menggunakan teknologi canggih. Tentara Nasional Indonesia (TNI) saja saja kesulitan ketika membongkarnya.

"Apakah ada kemapuan Kades bisa memasang pagar bambu tanpa tekno yang canggih? Saya rasa tidak bisa," katanya. "Kemarin saja pencabutan TNI butuh alat berat."

Lebih lanjut, Firman menyampaikan bahwa seharusnya KKP juga menghitung kerugian negara yang ditimbulkan, bukan hanya menghitung berdasarkan panjang dan luas pagar saja. Jika seperti itu, KKP sama saja seperti membiarkan para pelaku kejahatan berbuat semaunya. "Alangkah melenggangnya para penjahat yang akan menjarah kekayaan negara ini," tutur dia. 

Oleh karenanya, ia meminta agar Menteri KKP melanjutkan kembali proses penyelidikan dan menuntaskan kasus ini seterang-terangnya. "Saya minta keseriusan menteri tidak berhenti di sini. Jeleknya KKP adalah jeleknya Komisi IV, begitu pun sebaliknya," kata dia. 

Sebelumnya, KKP menetapkan Kepala Desa Kohod berinisial A dan pegawainya yang berinisial T sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keberadaan pagar laut seluas 30,16 meter di Tangerang, Banten. KKP memberikan sanksi  berupa denda sebesar Rp 48 miliar.  Perhitungan ini disesuaikan dengan luas dan panjang pagar laut yang keduanya bangun.

Hasil itu, klaim Trenggono, telah sesuai dengan prosedur dan telah sesuai dengan keterangan para saksi serta sejumlah barang bukti. Dia menegaskan dalam setiap langkahnya KKP telah melibatkan Kepolisian. 

"Pada akhirnya melalui penyelidikan maka ditemukan dua pelaku yang jelas yang telah terbukti secara nyata melakukan pemagaran dan yang beraangkutan telah mendpaatkan sanksi," kata Trenggono saat melaporkan hasil penemuannya kepada DPR. 

Dia tidak menjelaskan lebih detail terkait proses penyelidikan yang dilakukannya. Ia juga tidak menyebutkan jumlah saksi maupun proses lainnya, termasuk PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa yang sempat ditenggarai sebagai pemilik pagar laut lantaran memiliki Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di atas perairan tersebut. Sebelumnya, KKP sempat mengatakan akan memeriksa dua perusahaan tersebut namun alamat keduanya tak juga ditemukan.

"Karena memang alamatnya berubah-ubah, kan ada beberapa alamat itu disurati, tapi nggak ketemu gitu," ujar Staf Khusus KKP Bidang Hubungan Antar Lembaga Dedi Irawan kepada Tempo, saat ditemui di Jakarta, Jumat, 31 Januari 2025.

"Ketika ditemui pun sesuai alamat yang ada di AHU, kita tidak ditemukan perusahaan itu," kata dia lagi.

Sebagai informasi, pada awal Januari lalu, ramai di media sosial tentang penemuan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di laut Tangerang, Banten. Saat itu, pemerintah daerah maupun KKP Tidak mengetahui pemilik pagar tersebut. Dalam prosesnya, pada 22 Januari 2025, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan KKP untuk membongkar pagar yang diduga telah menghambat aktivitas para nelayan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus