Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) dan perusahaan Oman, Overseas Oil & Gas (OOG) berkomitmen menjalankan pembangunan proyek Grass Root Refinery (GRR) atau pembangunan kilang baru di Bontang. Komitmen ini ditandai dalam suatu perjanjian Framework Agreement antara kedua perusahaan untuk membangun kilang berkapasitas 300.000 barrel/hari dan Petrokimia di Bontang, Kalimantan Timur pada Senin, 10 Desember 2018.
Baca : Pertamina Stop Sementara Pengiriman BBM ke Nduga Papua
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Overseas Oil & Gas atau OOG merupakan badan usaha downstream oil and gas business services asal Muscat, Oman, yang memiliki lingkup bisnis services antara lain memberikan jasa dalam commercial structure (develop), design services dengan tenaga berpengalaman, manajemen konstruksi, manajemen proyek, dukungan operasi dan pemeliharaan, serta solusi teknik dan konstruksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terpilihnya OOG sebagai mitra, setelah melewati mekanisme seleksi mitra untuk GRR Bontang pada Januari 2018 lalu. OOG memenangkan status strategic partner dari beberapa kompetitor lain untuk menggarap proyek ini bersama Pertamina.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito menyatakan, setelah kerja sama dengan OOG sebagai mitra JV mayoritas di GRR Bontang, Pertamina akan mendapatkan beberapa manfaat. Di antara manfaat itu adalah mengoptimalkan belanja modal untuk melaksanakan ekspansi kilang lainnya dan program-program konstruksi misalnya di Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Tuban.
Pertamina juga akan melakukan offtake bahan bakar yang diproduksi oleh GRR Bontang untuk kebutuhan dalam negeri, terutama bensin/gasoline, avtur, dan LPG.
"Dengan ditandatanganinya framework agreement dengan OOG hari ini, kami dapat maju ke langkah berikutnya yaitu melakukan Bankable Feasibility Study," ujar Adiatma, Senin, 10 Desember 2018.
Studi ini, kata Adiatma, akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konfigurasi teknis kilang dan keekonomian proyek serta mengenal risiko-risiko yang dapat diantisipasi sejak dini. "Harapannya agar pelaksanaan proyek tepat waktu, sesuai anggaran, pada spesifikasi, pada peraturan dan mencapai target keekonomian proyek," ujar Adiatma.
Sementara itu Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan hal terpenting dari kerja sama ini adalah skema bisnis antar pemerintah. Perjanjian kerangka kerja akan berlaku selama 12 bulan. Setelah dilakukan perjanjian kerangka kerja akan dilanjutkan dengan bankable feasibility study dan engeneering study.
ANTARA