Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah berencana mengenakan bea masuk untuk barang impor tak berwujud (intangible goods) yang diperdagangkan secara elektronik. Rencana itu diharapkan bisa terlaksana tahun depan. Beberapa intangible goods yang dimaksud berupa e-book, software, dan sebagainya yang tidak memiliki wujud.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah, kata Sri Mulyani, tengah mengajukan permohonan kepada World Trade Organization (WTO) untuk mengizinkan penarikan bea masuk intangible goods. Saat ini Indonesia dan negara berkembang lainnya terikat moratorium pengenaan bea masuk atas barang tak berwujud yang diperdagangkan secara elektronik sejak 1998.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami sedang koordinasi antar menteri supaya keputusan mengenai moratoriun ini bisa ditinjau dan untuk Indonesia bisa jalan (mengenakan bea masuk tak berwujud)," kata Sri Mulyani di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jumat malam, 8 Desember 2017.
Sri Mulyani akan terus mengkaji dan memantau perkembangan rencana ini. "Moratorium ini kan hanya berhubungan dengan bea masuk. Kalau PPN dan lainnya masih bisa dipungut. Jadi ya lihat saja nanti," ujarnya.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan terdapat potensi penerimaan negara dari intangible goods seiring perkembangan pesat bisnis e-commerce, terutama di Asia Pasifik. Dampaknya, tren jual beli terhadap barang tak berwujud juga mengalami perubahan. "Sebelumnya intangible goods dikemas secara fisik untuk dijual, namun saat ini telah berubah menjadi digital," kata dia seperti dilansir keterangan tertulis, Selasa, 21 November 2017.
Heru mengatakan pemerintah menghadapi sejumlah tantangan untuk menerapkan bea masuk terhadap barang tersebut. Salah satunya terkait dengan tata kelola pengenaan pungutan kepabeanan terhadap intangible goods yang belum ditetapkan World Customs Organization (WCO) . "Tantangannya ialah bagaimana mendeteksi transaksi dan mengenakan pungutan kepabeanan atas transasksi tersebut," ujarnya.