Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Sudah Juli Masih Musim Hujan, BMKG Sebut Penyebabnya

BMKG menyatakan puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Tapi kok masih saja musim hujan?

8 Juli 2024 | 20.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menurut prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), musim hujan 2024 menyeluruh ke semua wilayah di Indonesia pada Maret-April. Berarti seharusnya Juli ini sudah memasuki musim kemarau. Tapi kenapa hujan masih turun?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pergantian serta transisi musim saat ini sulit diprediksi karena beberapa faktor. Karena itu, ada baiknya bagi yang sering beraktivitas di luar ruangan untuk berhati-hati dan mengantisipasi turunnya hujan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jika mengacu pada prediksi BMKG di 2024, musim hujan terjadi pada November 2023 dan puncaknya sekitar Januari-Februari 2024. Setiap daerah memiliki curah hujan yang berbeda, ada yang lebih tinggi dan lebih rendah dibanding biasanya.

Awal musim hujan umumnya berkaitan dengan peralihan angin Muson Timur menjadi Muson Barat. Menurut BMKG, angin Muson Timur diprediksi masih aktif hingga November 2024, terutama di Indonesia bagian Selatan. Sementara itu, angin Muson Barat diprediksi akan datang lebih lambat dari biasanya.

BMKG menyatakan puncak musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi pada Juli dan Agustus 2024. Meski demikian, hujan masih sering turun di banyak wilayah Indonesia.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Namun, ia menekankan meski musim kemarau, hujan masih dapat terjadi walau dengan intensitas di bawah 50 mm per dasarian. 

Ia juga menyebut ada potensi peningkatan curah hujan yang signifikan dalam sepekan ke depan di beberapa wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan dinamika atmosfer skala regional hingga global yang signifikan, termasuk aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial di sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Selain itu, suhu permukaan laut yang hangat di perairan sekitar Indonesia juga ikut berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan awan hujan yang signifikan di wilayah tersebut.

Masyarakat diminta tetap waspada
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, mengatakan kombinasi pengaruh fenomena cuaca tersebut diperkirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat dan angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada 5-11 Juli 2024. Wilayah-wilayah yang dimaksud meliputi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Andri mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologi seperti longsor dan banjir bandang, terutama bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perbukitan, dataran tinggi, dan sepanjang daerah aliran sungai. Terkait cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di Sawangan, Kota Depok, pada 3 Juli 2024, Andri menjelaskan kejadian tersebut disebabkan awan Cumulonimbus yang terbentuk akibat konveksi kuat di wilayah tersebut.

Proses hujan bisa terjadi karena kondensasi uap air yang sangat dingin di atmosfer lapisan atas, di mana es yang terbentuk memiliki ukuran besar. Ketika es tersebut turun ke lapisan atmosfer yang lebih rendah dan hangat, maka terjadilah hujan. Namun, tidak semua es mencair sempurna sehingga terjadi hujan es, di mana suhu puncak awan Cumulonimbus mencapai minus 80 derajat Celcius.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus