Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Ayutthaya, Kompromi Kota Kuno dan Kota Modern

Ayutthaya dulunya merupakan ibu kota Siam (Thailand) di masa lampau. Kini Ayutthaya harus berbagi wilayah dengan kota modern.

30 Januari 2020 | 08.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ayutthaya salah satu provinsi di Thailand ini, awalnya merupakan kerajaan yang menguasai Thailand pada 1351 sampai 1767 M. Lokasinya sekitar 2 jam perjalanan dengan kereta api dari Bangkok menuju selatan. Jaraknya dari Bangkok sekitar 81 km.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kota Ayutthaya sekilas mata memang unik. Pasalnya, tugu, kuil, pagoda, patung Buddha dan bangunan abad pertengahan bertetangga dekat dengan rumah sakit hingga showroom mobil. Pada 1991, UNESCO menetapkannya sebagai warisan budaya tak benda. Berikut berbagai keunikan Ayutthaya yang dinukil dari Travelmag.com.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kota di Dalam Kota
Ayutthaya merupakan pertemuan yang kuno dan modern dalam arti sesungguhnya. Gedung-gedung baru, bermunculan di sela-sela situs-situs bersejarah. Rupa-rupa situs dalam bentuk struktur bata merah, berhimpitan dengan toko, taman, dan kadang berjejer di pinggir jalan bertetangga dengan toko-toko buah.

Dari reruntuhan itu terlihat kejayaan Ayutthaya yang luar biasa. Dulu pada abad ke-15 dan 16, Ayutthaya mengirim delegasi persahabatan ke Prancis dan Jepang untuk membangun hubungan dagang. Agama Buddha berkembang dengan peninggalan berupa kuil Wat Phra Si Sanphet, yang berfungsi sebagai biara kerajaan sampai 1448; tiga chedis raksasanya (stupa) menjadi landmark kota Ayutthaya.

Patung Buddha yang terjepit akar-akaran di Wat Mahathat. Foto: @this_thailand

Patung-Patung Tanpa Kepala
Ayutthaya pada 1767 pernah ditaklukkan oleh Dinasti Konbaung yang berada di Burma (Myanmar) saat ini. Ayutthaya dihancurkan termasuk kuil dan patung-patung dirusak. Pada era kini, patung-patung bersejarah itu kehilangan kepala, sebagai peninggalan perang di masa lalu.

Para bangsawan dan rakyat Ayutthaya yang selamat, lalu mendirikian kerajaan baru di pinggir Sungai Chao Praya yang kemudian menjadi Kerajaan Siam dan menjadi Thailand pada masa modern. Penjarahan pasukan Konbaung terhadap emas-emas yang menghiasi patung-patung Buddha, masih bisa disaksikan hingga kini.

Selain perang, waktu juga menggerus keutuhan patung-patung tersebut. Beberapa perbaikan dilakukan pada abad 20, untuk mengembalikan kondisi patung-patung itu.

Untuk menjaga kelestariannya, beberapa reruntuhan di Wat Mahathat, menjadi situs Situs Warisan Dunia UNESCO. Meskipun kurang terurus, wisatawan masih bisa menyaksikan patung Buddha yang sedang duduk, diapit oleh dua baris patung pemuja yang duduk, yang semuanya tanpa kepala. Pemandangan eksotik lainnya, berupa kepala Buddha yang dijepit akar-akar pohon.

Kompleks Candi Wat Phra Si Sanphet yang dilindungi UNESCO. Foto: @adelaidegrixti

Kuil-Kuil Buddha
Wat Ratchaburana merupakan candi terbaik yang bisa dijumpai di Ayutthaya. Meskipun kota-kota baru bermunculan di sekitar kota lama, wisatawan masih bisa melihat kuil Wat Phra Si Sanphet, Candi Viharn Phra Mongkol Bopit -- dengan dinding berwarna putih dan atap berkelir merah yang elegan.

Patung Buddha
Di Kuil Wat Lokayasutharam terdapat gugusan candi yang wujudnya masih terlihat jelas dan terawatt. Sebaliknya, Candi Lokayasutharam hampir seluruhnya dihancurkan saat invasi kerajaan Burma dan belum dibangun kembali. Yang tersisa hanyalah sebuah cabang miring, di mana pohon-pohon berakar, menonjol di atas fondasi bata merah, dan seorang Buddha berbaring sepanjang delapan meter, dengan tinggi delapan meter.

Seperti kepala Buddha dibelit akar-akar pohon ara, patung itu memancarkan ekspresi kedamaian dan ketenangan.

Kompleks Wat Chaiwatthanaram berupa pagoda yang dikelilingi patung tanpa kepala. Foto: @oneoceanaway

Bila ingin yang komplit bisa bertandang ke Wat Chaiwatthanaram, kompleks candi kerajaan dan salah satu kuil yang akan dibangun (1630). Terdapat pagoda di tengah kompleks candi setinggi 35 meter yang diapit situs-situs kecil lainnya. Patung-patung mengelilingi dalam posisi semedi lotus – sayangnya patung-patung itu juga tanpa kepala.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus