Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dinyatakan bebas dari dakwaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan tidak ada unsur pencemaran nama baik dalam video podcast yang dibawakan Haris dan Fatia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Majelis hakim berpendapat kedua terdakwa tidak terbukti bersalah. Sesuai pasal maka terdakwa dinyatakan bebas dari segala dakwaan. Terdakwa rehabilitasi memulihkan hak kedudukan harkat dan martabatnya," demikian bunyi putusan yang diberikan majelis hakim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang yang dipimpin hakim ketua Cokorda Gede Arthana ini pun disesaki oleh para penonton. Setelah majelis hakim mengetuk palu, ruang sidang langsung disambut riuh para pendukung Haris dan Fatia, merayakan putusan tersebut.
Sidang itu sendiri dipimpin hakim ketua Cokorda Gede. Lantas, siapa sosok hakim ketua Cokorda Gede Arthana yang membebaskan Haris Azhar dan Fatia dari tuntutan? Berikut profilnya seperti dikutip dari berbagai sumber.
Profil Hakim Cokorda
Cokorda Gede Arthana bertugas menjadi hakim di PN Jakarta Timur sejak November 2022. Sebelumnya, Cokorda pernah bertugas sebagai hakim di PN Surabaya dan PN Singaraja Bali. Dikutip dari laman resmi Pengadilan Tinggi Denpasar, Cokorda Gede Arthana menjabat sebagai KPN Singaraja, Bali sampai Oktober 2017.
Dikutip dari Antara, Cokorda diketahui pernah mendadak terkena serangan jantung ketika menjadi Ketua Majelis Hakim dalam Sidang kasus penjualan tanah negara (TN) di Desa Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali. Kejadian itu membuatnya harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Singaraja.
Ketika bertugas di Pengadilan Negeri Tipikor Surabaya, Cokorda pernah memvonis 10 orang terdakwa mantan anggota DPRD Kota Malang terkait pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015 dengan hukuman empat tahun.
Pada kesempatan lain, pria berkepala plontos ini menjatuhkan hukuman pidana penjara 5 dan 6 tahun kepada dua terdakwa kasus korupsi pengadaan tanah SMAN 3 Batu tahun 2014, Nanang Ismawan Sutrisno dan Edi Setiawan pada Juli 2022.
Arthana juga tercatat pernah memvonis bersalah Direktur PT. Bank Perkreditan Rakyat Sumber Usahawan, Masudi, terkait tindak pidana penggelapan uang nasabah dengan pidana penjara selama satu tahun pada 13 Desember 2022.
Di PN Jakarta Timur, Arthana menjadi hakim ketua untuk menangani kasus Haris Azhar yang sebelumnya dituntut oleh jaksa penuntut umum 4 tahun penjara dan Fatia 3 tahun 6 bulan. Haris adalah pendiri Yayasan Lokataru, sedangkan Fatia merupakan koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Keduanya dilaporkan oleh pihak Luhut Binsar Pandjaitan atas konten YouTube Haris Azhar berjudul "ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA”. Konten berisi diskusi siniar oleh Haris-Fatia membahas laporan berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’
Kajian yang menjadi bahan untuk dialog keduanya dikerjakan oleh Koalisi Bersihkan Indonesia soal praktik bisnis di Blok Wabu, Papua. Namun Luhut menuduh keduanya membuat pernyataan sepihak, selain juga tersinggung dengan diksi Lord Luhut.