Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron membantah bahwa pimpinan KPK tidak meloloskan permohonan surat perintah penangkapan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dalam operasi tangkap tanganyang digelar di Sidoarjo, Kamis dan Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sasaran OTT KPK ini adalah dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nurul Ghufron, pada saat operasi tangkap tangan atau OTT, tim KPK memiliki sprindik atau surat perintah dimulainya penyidikan. "Tidak benar dan tidak, tidak-saya pastikan bahwa tidak pada saat hari H itu menunggu surat perintah penangkapan, tidak ada," kata Ghufron saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 29 Januari 2024.
Dia berkata tim KPK dalam mengusut perkara dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, bertugas melakukan penyelidikan.
Penyelidikan di dalamnya termasuk kewenangan untuk menangkap kalau ada peristiwa tangkap tangan. "Peristiwa pada kejadian atau sesaat setelah kejadian, siapa pun apalagi petugas KPK yang dilandasi Sprindik. Jadi tidak ada permohonan-permohonan penangkapan," ujarnya.
Selain itu, Nurul Ghufron membantah adanya upaya melindungi Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau biasa disapa Gus Muhdlor oleh Pimpinan KPK.
Sebelumnya Tempo mendapat informasi dari seorang penegak hukum di KPK bahwa ada upaya melindungi Bupati Sidoarjo karena kepentingan politik. Informasi tersebut menyebutkan bahwa Bupati Sidoarjo yang sebelumnya kader PKB dan pendukung paslon Capres-Cawaperes nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah berpindah dukungan ke paslon Capres-Cawaperes nomor urut 02, Prabowo-Gibran.
"Itu, sekali lagi KPK basisnya data atau bukti hukum. Kami tidak tahu tentang nol nol itu," ujar Ghufron.
Tida hanya itu, seorang penegak hukum di KPK itu turut menyampaikan penyidik baru menetapkan satu tersangka berinisial S. Dia adalah istri salah seorang pegawai negeri yang diciduk KPK di Sidoarjo. “Sebenarnya sudah dibuat rapat gelar perkara. Tapi pimpinan KPK termasuk di Kedeputian Penindakan belum mau menetapkan tersangka dari penyelenggara negara yang terlibat,” katanya kepada Tempo, Ahad, 28 Januari 2024.
Akibat pemeriksaan yang mandek, penyidik dan penyelidik KPK kesulitan memeriksa pejabat tertinggi di Kabupaten Sidoarjo, yaitu Bupati Ahmad Muhdlor Ali. Sebab pemeriksaan tersebut membutuhkan restu pimpinan KPK. Sementara, penyelidik dan penyidik sudah mengantongi sejumlah bukti yang bisa menyeret sang kepala daerah. “Pimpinan seperti melindungi bupati,” ujar penegak hukum itu.
NOVALI PANJI