Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, - Selandia Baru telah merilis laporan setebal hampir 800 halaman tentang aksi teror di dua masjid pada Maret 2019 yang menewaskan 51 jemaah Muslim di kota Christchurch. Laporan menyimpulkan bahwa pihak berwenang tidak memiliki informasi awal yang bisa digunakan untuk mencegah teror ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tidak ada satu aspek pun yang dapat memperingatkan badan-badan sektor publik tentang serangan teroris yang akan datang," kata laporan Komisi Kerajaan pada hari Selasa dikutip dari Aljazeera, 8 Desember 2020.
Penyelidikan dibentuk untuk melihat tanggapan pihak berwenang menentukan apakah serangan itu sebenarnya dapat dicegah atau tidak.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan laporan sekitar 800 halaman ini dapat dijadikan satu kesimpulan sederhana. “Muslim Selandia Baru harus aman," ucap dia.
Menurut Jacinda Ardern, tidak ada yang boleh yang melakukan kejahatan di Selandia Baru kepada siapapun terlepas dari ras, agama, orientasi seksual, jenis kelamin. "Semua harus aman," ucap dia.
Jacinda Ardern menuturkan warga Selandia Baru berhak mendapatkan sistem yang terbaik untuk membuat mereka tetap aman. "Itulah komitmen kami untuk membangunnya," katanya.
Ia berujar ada sejumlah faktor yang bisa saja dikait-kaitkan dengan rencana teror ini. Namun, kata dia, petunjuknya terlalu terpisah-pisah dan sulit untuk mengumpulkan bukti yang membutuhkan tindakan segera.
Aksi teror ini dilakukan oleh Brenton Tarrant. Ia menyiarkan langsung aksi keji itu di media sosialnya.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat awal tahun ini. Dia telah mengekspresikan pandangan supremasi kulit putih dan anti-Muslim sebelum pembunuhan itu
ALJAZEERA
https://www.aljazeera.com/news/2020/12/8/new-zealand-2