Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Maut di Panggung Konser

Akibat aparat lalai, penyelenggara amatiran, dan penonton berulah, konser musik makan korban. Format izin kepolisian harus dibenahi.

18 Februari 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH terlalu banyak nyawa terenggut di panggung konser, tapi tragedi yang sama terus saja berulang. Ini menunjukkan tak pernah ada yang bersungguh-sungguh mencegah jatuhnya korban tewas. Penyelenggara pertunjukan tak profesional, aparat keamanan lalai, pemerintah daerah tak hirau terhadap tempat pertunjukan yang layak, dan penonton pun kerap mengabaikan adab berkelimun.

Malapetaka di gedung Asia Africa Cultural Center, Jalan Braga, Bandung, Sabtu dua pekan lalu, memperlihatkan runyamnya penyelenggaraan konser itu. Sebelas orang tewas terinjak-injak di pintu keluar setelah mereka limbung karena kehabisan napas.

Sedari awal panitia seharusnya tahu bahwa pertunjukan musik underground di Bandung selalu mengundang penonton yang tak sedikit. Kota ini dikenal sebagai kota dengan jumlah komunitas underground terbesar ketiga di dunia—setelah Praha, Republik Cek, dan Sofia, Bulgaria. Pentas musik metal, death metal, hardcore, hingga grindcore bisa ditemukan dua minggu sekali di sini. Panitia semestinya tidak hanya menyediakan satu pintu untuk keluar-masuk penonton yang berjubel di dalam gedung.

Kapasitas gedung tertutup itu sebenarnya hanya untuk 500 pengunjung. Kepolisian memberi izin: gedung bisa menampung hingga 750 orang, tapi yang terjadi ada lebih dari seribu penggemar masuk. Celakanya, panitia mencetak tiket hingga 4.000 lembar! Tak mengherankan jika mereka yang masih berada di luar gedung terus merangsek masuk, sementara yang kepanasan di dalam berusaha keluar. Di sini jelas panitia menyepelekan keselamatan penonton dan semata memikirkan keuntungan.

Aparat keamanan pun tampak tak siap menghadapi pembeli tiket yang membeludak. Sejumlah saksi mata menuturkan bahwa hanya ada tiga aparat berseragam di luar gedung. Beberapa yang berpakaian preman berada di dalam. Tak masuk akal, di tengah situasi segenting itu, jumlah polisi begitu sedikit. Puluhan lainnya justru lebih banyak bergerombol di sepanjang jalan menuju gedung pertunjukan.

Kacaunya pertunjukan diperuncing oleh perilaku penonton. Minuman keras dalam kemasan plastik beredar dari tangan ke tangan. Sebagian dari mereka memancing keributan. Peradaban massa yang buruk ini jamak pula kita temukan dalam pertandingan sepak bola.

Sikap amatir penyelenggara, kelalaian aparat, dan penggemar yang berulah itu, tak urung, bermuara pada kerusuhan. Dan ini tak cuma sekali terjadi di panggung hiburan. Dua tahun lalu, konser grup Ungu di Pekalongan menewaskan 10 orang; delapan penggemar meninggal dalam pentas Peterpan di Makassar. Pada 2004, pertunjukan Sheila on 7 di Banjarmasin menelan empat korban jiwa. Konser band ini pada 2000 di Bandar Lampung juga menewaskan empat penonton.

Tindakan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat sudah tepat: menahan tiga orang anggota panitia dan membebastugaskan penanggung jawab keamanan di kawasan itu. Tiga polisi, termasuk Kepala Kepolisian Sektor Sumur, Bandung dinonaktifkan. Ia juga menyatakan tak akan menghalangi pengajuan izin konser. Bagaimanapun, masih banyak event organizer yang mumpuni dalam mengelola pertunjukan musik.

Format izin kepolisian sudah saatnya pula dibenahi. Izin harus disertai dengan desain detail pengamanan, konfirmasi jumlah tiket yang dijual, kapasitas dan kelayakan tempat pertunjukan, serta ketentuan yang mesti ditaati pengunjung di dalam gedung. Tanpa aturan rinci, apalagi masih mengandalkan Undang-Undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 yang normatif, niscaya horor di panggung-panggung musik akan berulang.

Perlu berapa banyak lagi tumbal tewas agar keselamatan bersama ini benar-benar terurus?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus