Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, menyambut positif kebijakan pemerintah yang memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas agama. Menurut dia, kehadiran para ulama di dalam lingkaran tambang bisa mengurangi tindakan perusakan lingkungan yang selama ini terjadi di bisnis tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya yakin kalau ulama yang mengelola alam, itu akan lebih bersahabat daripada orang yang tidak punya pemikiran keagamaan karena orientasinya hanya profit. Tapi kalau tokoh agama dan ulama diserahkan mengelola alam, saya kira dia akan berbeda," kata Nasaruddin menuturkan saat ditemui Tempo di agenda Greenpeace Indonesia di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 4 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
IUP untuk ormas keagamaan ini telah diterbitkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan revisi atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Pemerintah menyiapkan enam wilayah tambang batu bara yang sudah berproduksi atau eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) untuk dijadikan badan usaha ormas keagamaan.
Dalam keterangan sebelumnya, Nasaruddin menilai kerusakan lingkungan merupakan tantangan besar yang dihadapi umat manusia saat ini. Dalam istilahnya, desakralisasi alam telah terjadi menyebabkan banyak kerusakan di muka bumi. Karenanya, ahli Teologi Lingkungan ini, dalam pernyataannya yang terkini, menekankan perlunya ulama diberi kesempatan dalam hal pengelolaan alam.
Catatannya, ulama tersebut adalah juga tokoh yang memahami apa yang dilakukannya. "Poin saya ada positifnya daripada orang lain yang tidak punya nilai kasih sayang keagamaan mengelola alam, nanti tambah rusak," ucap Nasaruddin.
Nasaruddin meyakini bahwa IUP untuk ormas keagamaan dapat mengurangi metode penambangan yang tidak memperhatikan keberlangsungan lingkungan hidup di lingkar bisnisnya. Kata dia, ulama bisa menjadi penasihat dan mengatur bisnis tambang menjadi lebih ramah lingkungan.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, saat ditemui di agenda Greenpeace Indonesia di kawasan Jakarta Pusat, Kamis 4 Juli 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
"Kalau poin saya, kehadiran ulama di dalam pengelolaan alam ini untuk menyelamatkan alam, bukan untuk merusak alam. Kehadiran ulama itu pasti lebih baik. Kalau sebelumnya kosong (tidak ada ulamanya), makanya rusak," ujar Nasaruddin yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas PTIQ Jakarta.
Namun, Nasaruddin juga berpesan, jangan sampai kehadiran ulama di lingkar bisnis tambang tidak membawa perubahan apa-apa terhadap lingkungan hidup. Risikonya, kata dia, bisa melegitimasi kerusakan alam itu dengan agama.
"Jadi saya mohon siapapun yang akan mendapatkan nanti hadiah dari negara atau pemerintah ini, dia harus punya visi dan tujuannya di situ bukan hanya mendapatkan keuntungan pembiayaan keagamaan, tapi juga harus menyehatkan lingkungan," ujar Nasaruddin.
PBNU Sebut Tambang Halal
Sebelumnya diberitakan, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU Ulil Abshar Abdalla berkomitmen akan mengelola tambang dengan ketentuan legal usai menerima izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah. “Kami dari PBNU berkomitmen akan mengelola secara halal. Sesuai dengan aturan yang dimiliki negara,” katanya dalam diskusi dengan Fraksi PAN DPR di Senayan, Rabu, 26 Juni 2024.
Ulil tak menampik pemberian IUP Tambang kepada ormas keagamaan memang sesuatu yang baru sama sekali sehingga pasti menimbulkan kontroversi di kalangan publik. “Bagi saya kontroversi saat ini sesuatu yang positif. Kritik-kritik yang diberikan ke PBNU termasuk yang sangat keras sekali itu bagian dari dinamika sosial politik yang baik,” ujar Ulil.
Pilihan Editor: Profil Budi Santoso, Dekan Unair yang Dipecat Karena Tolak Kebijakan Dokter Asing Masuk Indonesia