Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pileg

Pemilu 2024, KPU Dinilai Gagal Kawal Keterwakilan Caleg Perempuan 30 Persen

17 dari 18 partai politik peserta Pemilu 2024 gagal memenuhi kuota caleg perempuan 30 persen. Kinerja KPU dan Bawaslu dipertanyakan.

12 November 2023 | 13.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua KPU Hasyim Asy'ari (tengah) bersama anggota KPU August Mellaz (kedua dari kiri), Mochamad Afifuddin (kedua dari kanan) dan Yulianto Sudrajat (kanan) dan Sekretaris Jenderal KPU Bernad Dermawan Sutrisno memberikan keterangan pers terkait Daftar Calon Tetap (DCT) di Gedung KPU, Jakarta, Jumat, 3 November 2023. KPU menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR sebanyak 9.917 orang sedangkan untuk DPD sebanyak 668 orang untuk Pemilu 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah, mengatakan tidak terpenuhinya kuota 30 persen caleg perempuan dalam daftar caleg tetap (DCT) untuk Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 sudah bisa diprediksi sejak awal Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan peraturan yang dianggap inkonstitusional. Dari seluruh partai politik peserta Pemilu, hanya 1 partai yang dianggap memenuhi kuota caleg perempuan sebesar 30 persen. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sudah bisa diprediksi sejak awal KPU mengeluarkan PKPU yang inkonstitusional tersebut dan bersikeras tidak mengubah PKPU meski sudah ada putusan Mahkamah Agung," kata Hurriyah, melalui aplikasi perpesanan, Sabtu, 11 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hurriyah, mengatakan parpol yang tidak mematuhi aturan keterwakilan perempuan itu dipicu oleh langkah KPU yang hanya mengeluarkan surat edaran untuk memenuhi kuota caleg perempuan 30 persen pasca adanya putusan Mahkamah Agung. KPU tidak merevisi Pasal dalam PKPU yang dinilai menabrak aturan kuota itu. 

"Padahal yang wajib menindaklanjuti adalah KPU sebagai regulator penyelenggaraan pemilu," tutur dia.

KPU dinilai tak berkomitmen mematuhi amanat UU Pemilu

Hurriyah menjelaskan, hal itu menjadi persoalan utama di KPU. Lembaga yang dipimpin Hasyim Asy'ari itu, kata dia, sejak awal tidak berkomitmen mematuhi amanat Undang-Undang Pemilu. 

Padahal, menurut dia aturan dalam UU Pemilu dibuat untuk menegakkan afirmasi keterwakilan perempuan, kesetaraan gender, dan menyelenggarakan proses pemilu yang adil, berintegritas, dan inklusif.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menyatakan DCT  Pemilu 2024, yang diumumkan 3 November 2023 bermasalah. Dari 84 daerah pemilihan anggota DPR dan 18 partai politik peserta pemilu, Hanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memenuhi syarat 30 persen keterwakilan perempuan di semua DCT di 84 dapil.

Padahal Pasal 245 UU Pemilu menyebutkan bahwa syarat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen harus terpenuhi di setiap dapil, bukan akumulasi total secara nasional.

Partai tak bisa ikut di dapil yang tak penuhi kuota caleg perempuan

Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay, mengatakan pada pemilu sebelumnya pemenuhan 30 persen caleg perempuan bisa dijalankan. Seharusnya parpol yang tidak memenuhi syarat itu tidak bisa mengikuti pemilu.

"Parpol yang tidak memenuhi 30 persen tidak bisa ikut di dapil tersebut," kata Hadar.

Berdasarkan penelusuran Netgrit, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadi partai politik yang paling banyak tidak memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan. PKB tak memenuhi syarat tersebut di 30 Dapil sementara PDIP di 29 Dapil.

Hadar mengatakan aturan tersebut tercantum di PKPU. Syarat keterwakilan perempuan 30 persen itu sama seperti pengaturan batas usia. Calon anggota DPR, kata dia, minimal usia 21 tahun. Kalau usia 18 tahun dinyatakan batal.

"Ini bukan sanksi, tapi tidak memenuhi ketentuan aturan," kata Hadar. "KPU enggak perlu mengawasi mereka karena, justru yang mau daftar calon bisa tdk memenuhi pengaturan afirmasi ini."

Bawaslu dinilai tak jalankan tugasnya

Masalah lain, menurut Hadar, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tidak menjalankan tugas pengawasan. Padahal, dia berujar, permasalahan itu seharusnya bisa dicegah sejak tahapan pemilu.

"Seharusnya Bawaslu meminta KPU merubah PKPU," ujar dia.

Selanjutnya, menurut Hadar, KPU harus meminta parpol memperbaiki daftar calon, sehingga Parpol tidak memenuhi syarat 30 persen, tidak ditetapkan dalam DCT.

Menurut Hadar, setelah penetapan DCT Pemilu 2024, Bawaslu seharusnya menjadikan data tersebut sebagai kesalahan admintrasi. Selain itu, menurut dia, Bawaslu bisa meminta KPU mengeluarkan perintah ke parpol memperbaiki data tersebut.

Jika tidak diperbaiki, menurut Hadar, "Bawaslu meminta KPU mendiskualifikasi parpol yang tidak mau."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus