Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Fenomena tanah bergerak dan longsor membuat puluhan keluarga di Kabupaten Bandung Barat tinggal di pengungsian setelah mereka harus meninggalkan rumahnya di lokasi lama. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Suharyanto saat ke lokasi mengatakan warga terdampak harus segera direhabilitasi dan huniannya direkonstruksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tanggap darurat jangan lama-lama," kata Suharyanto lewat keterangan tertulis dari BPBD Jabar, Selasa, 5 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Suharyanto, sebelum rumah baru belum selesai, warga terdampak akan mendapat dana tunggu hunian untuk sewa rumah. Ia datang ke lokasi sekaligus untuk melakukan rapat koordinasi penanganan tanah bergerak dan longsor bersama pejabat daerah dan pimpinan instansi terkait, serta peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), serta para penyintas.
Hasil rapat memutuskan tiga hal, yaitu lokasi terdampak sudah tidak bisa ditinggali dan masyarakat harus pindah ke tempat baru. Kemudian kondisi sungai harus dijaga agar tidak menyempit karena tanah yang longsor bisa mengakibatkan banjir bandang. Selain itu, perlu mencegah kedatangan warga lain yang datang untuk melakukan wisata bencana.
Sejak 18 Februari 2024 pukul 22.00 WIB, tanah di Kampung Pasirgombong RW 03 Desa Cibedug Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat, bergerak dan sebagian longsor setelah hujan dengan intensitas tinggi dan lama. Akibatnya tanah menjadi retak dan terbelah di berbagai tempat sekaligus merusak dan membahayakan lebih dari 40 rumah serta gedung Sekolah Dasar.
Dari catatan BPBD Kabupaten Bandung Barat setidaknya jumlah pengungsi sebanyak 151 orang dari 47 keluarga. Mereka kini ditampung di gedung Islamic Center Rongga.
Sementara itu, Pelaksana tugas Kepala Badan Geologi M. Wafid lewat keterangan tertulis pada 19 Februari 2024, jenis gerakan tanah yang terjadi diperkirakan berupa rayapan atau bertipe lambat. Gerakan tanah ini dicirikan dengan ditemukannya retakan, nendatan dan amblasan pada permukaan tanah. Pihaknya telah mengirim Tim Tanggap Darurat dari tim kerja gerakan tanah ke lokasi bencana untuk menganalisis potensi longsor susulan yang direncanakan hingga 7 Maret.
Secara umum, menurut PVMBG, lokasi bencana merupakan perbukitan bergelombang dengan kemiringan lereng landai sampai curam. Lokasi gerakan tanah berada di ketinggian 990 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Rongga termasuk dalam zona potensi gerakan tanah menengah hingga tinggi. “Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali,” ujarnya.
Beberapa rekomendasi teknis dari PVMBG, seperti mengantisipasi potensi longsoran susulan, relokasi warga ke tempat aman ketika gerakan tanah terus berkembang dan memperbaiki saluran air permukaan agar lebih kedap air dan bisa menampung air jika debit air meningkat saat hujan. “Tidak melakukan pengembangan pemukiman pada area terdampak pergerakan tanah,” kata Wafid.
Jika muncul retakan di sekitar lereng diminta agar segera ditutup dengan tanah dan dipadatkan. Tujuannya untuk mengurangi peresapan air ke dalam tanah serta mengarahkan aliran air menjauh dari retakan. Selain itu sosialisasi ke masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah.