Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Cerita Mahfud MD Disebut Pembohong Saat Klaim Tak Ada Pelanggaran HAM di Era Jokowi

"Dulu awal jadi menteri saya bilang, di era pemerintahan Pak Jokowi tidak ada pelanggaran HAM berat, marah semua. Bohong," kata Mahfud MD.

4 Juli 2023 | 13.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD bercerita ia pernah dicap sebagai menteri pembohong karena pernah menyebut tak ada pelanggaran HAM berat di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pernyataan itu Mahfud MD sampaikan saat baru menjabat sebagai Menkopolhukam pada 2019. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dulu awal jadi menteri saya bilang, di era pemerintahan Pak Jokowi tidak ada pelanggaran HAM berat, marah semua. Bohong, baru jadi menteri bohong. (Saya bilang) mana pelanggaran HAM beratnya? Ndak ada memang, kejahatan berat banyak, tapi pelanggaran HAM berat ndak ada," kata Mahfud MD dalam Raker Komite 1 DPD RI, Selasa, 4 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peristiwa pelanggaran HAM berat di era Jokowi, kata Mahfud, baru terjadi pada 20 Juni 2021. Saat itu aparat TNI melakukan pengeroyokan dan penembakan warga sipil hingga tewas dan luka-luka. "Paniai ini ditetapkan oleh Komnas HAM, langsung kami adili saja, tapi dibebaskan karena buktinya tidak cukup," kata Mahfud MD. 

Mahfud menyebut masyarakat saat ini banyak yang tidak bisa membedakan pelanggaran HAM berat dengan kejahatan berat. Ia mencontohkan kasus terorisme di Bali yang menewaskan 220 orang bukan termasuk pelanggaran HAM berat, namun kejahatan berat. "Sementara peristiwa Paniai itu korbannya satu dianggap pelanggaran HAM berat. Karena orang itu kadang tidak tahu (membedakan pelanggaran HAM dan kejahatan)," kata Mahfud MD.

Selain itu, Mahfud menyebut pihak yang bisa menyatakan suatu tragedi merupakan pelanggaran HAM berat adalah Komnas HAM. Pemerintah, kata dia, tidak bisa mengambil keputusan dan menentukan secara sepihak. Sehingga ketika peristiwa Kanjuruhan yang menewaskan 134 orang dinyatakan Komnas HAM bukan pelanggaran HAM, maka pemerintah juga menyatakan hal serupa. 

 

PemerintahKesulitan Buktikan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Mahfud MD mengakui pemerintah kesulitan mengungkap pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Menurut Mahfud pemerintah sudah berupaya membawa 4 dari 16 peristiwa ke Pengadilan HAM dengan 35 terdakwa, namun seluruh terdakwa dinyatakan tak bersalah dan bebas. "Jadi kita ini tidak bisa membuktikan di pengadilan, bukan tidak mau. Karena kalau mau membuktikan di Pengadilan HAM itu kan akan ditanya oleh hakim, pelakunya siapa? Membunuh dengan apa? Tanggal berapa, jam berapa? visum et Repertumnya mana? Itu hilang semua, ndak ada. Tahun 65 apa lagi, orang udah pada meninggal semua," ujar Mahfud. 

Beberapa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang dicoba untuk dibawa ke Pengadilan HAM, antara lain Peristiwa Jejak Pendapat Timor Timur dengan terdakwa 18 orang, Peristiwa Tanjung Priok 14 orang, Peristiwa Abepura dua orang, dan Peristiwa Paniai satu orang. 

Mahfud MD menyebut pemerintah kesulitan mendapatkan bukti pelanggaran HAM dari peristiwa tersebut. Menurut dia, pembuktian pelanggaran HAM harus dibuktikan secara hukum acara. Namun, karena waktu peristiwa yang sudah terlampau lama, semua pembuktian itu menjadi sangat sulit. Sehingga sejak 25 tahun reformasi, Mahfud menyebut belum pernah ada satu pun kasus pelanggaran HAM yang pelakunya dinyatakan bersalah. "Pelanggaran HAM berat dari 16 yang ditetapkan Komnas HAM, 4 sudah diadili dan bebas semua. Ini sisanya semakin sulit diadili karena buktinya semakin tidak ada," kata Mahfud. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus