Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina, mengkritik Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 yang dikeluarkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), bulan ini. Almas menyoal mengenai agenda percepatan wajib belajar 13 tahun dalam peta jalan pendidikan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percepatan wajib belajar 13 tahun itu akan direalisasikan lewat tujuh strategi. Almas menilai ketujuh strategi tersebut justru tidak menggambarkan komitmen pemerintah dalam menjamin semua warga negara bisa mengakses program wajib belajar tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Jadi, warga negara itu sekadar diwajibkan, tapi negara kemudian tidak menyelenggarakan fasilitas yang cukup,” kata Almas dalam diskusi ‘Catatan Masyarakat Sipil untuk Perbaikan Sektor Pendidikan’ di Rumah Belajar Indonesia Corruption Watch, Kalibata, Jakarta Selatan pada Selasa 22 Oktober 2024.
Menurut Almas, peta jalan pendidikan ini seharusnya juga memuat perihal pembiayaan pendidikan. “Jangan cuma diwajibkan, tapi disediakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menegah Abdul Mu’ti mengatakan pemerintah mengagendakan pelaksanaan wajib belajar 13 tahun pada 2025. Tujuannya, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ia mengatakan akan memberikan perhatian khusus pada pendidikan prasekolah.
“Jadi 13 tahunnya bukan menjadi kelas 13, tetapi prasekolah. (Prasekolah) itu akan menjadi perhatian,” kata Abdul Mu’ti kepada awak media saat acara serah terima jabatan di Kantor Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Senin lalu.
Abdul Mu’ti juga berencana untuk menggandeng lembaga non-formal dalam meningkatkan pendidikan prasekolah.
Pilihan Editor : SMA Merdeka tanpa Jurusan