Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada 33 tahun lalu, tepatnya pada 15 Februari 1989, Sjafruddin Prawirangegara meninggal. Ia merupakan pejuang kemerdekaan yang pernah menjabat sebagai Presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Bagaimana kiprahnya kala itu?
Sjafruddin Prawiranegara Putra Serang
Sjafruddin Prawiranegara lahir di Serang, Banten pada 28 Februari 1911. Melansir laman Bank Indonesia, ayahnya berasal dari Banten dan bekerja sebagai jaksa. Ayah Sjarifuddin cukup dekat dengan rakyat dan karenanya dibuang oleh Belanda ke Jawa Timur.
Sementara ibu Sjarifuddin berasal dari etnis Minangkabau. Buyutnya dari pihak ibu, Sutan Alam Intan, merupakan keturunan raja Pagaruyung di Sumatera Barat yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri.
Sjafruddin menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1925, dilanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Madiun pada 1928, dan Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung pada 1931. Setelah itu, ia mengambil pendidikan tinggi di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) Jakarta atau yang sekarang dikenal sebagai Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten yang kini setara dengan Magister Hukum.
Setelah Indonesia merdeka, Sjafruddin menjadi orang pertama yang mengusulkan pembuatan mata uang sendiri untuk menggantikan beberapa mata uang asing yang masih beredar. Sebelum menjadi presiden PDRI, ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan pada 1946 dan Menteri Kemakmuran pada 1948.
Sjafruddin Presiden PDRI
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan udara untuk menduduki ibukota Republik Indonesia Yogyakarta. Sebagaimana dilansir dari laman kemenag.go.id, Belanda akhirnya menguasai seluruh kota Yogyakarta, kecuali Keraton Jogja. Peristiwa ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II.
Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, dan beberapa pejabat tinggi kemudian ditawan oleh Belanda. Pemerintahan RI menjadi lumpuh tatkala mereka diasingkan ke Bangka, Prapat, dan Brastagi di Sumatera.
Di tengah situasi yang genting, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta menyurati Sjafruddin yang kala itu sedang berada di Bukittinggi dan menjabat sebagai Menteri Kemakmuran. Surat tersebut menjelaskan serangan Belanda atas Ibukota Yogyakarta dan pemberian mandat pada Sjafruddin untuk membentuk Pemerintah Republik Indonesia Darurat (PDRI) di Sumatera.
Surat dari Presiden Soekarno tidak pernah sampai ke tangan Sjafruddin. Meski demikian, PDRI telah dibentuk di Halaban, Selatan Payakumbuh pada 22 Desember 1948. Pembentukan tersebut sudah dibicarakan sejak dua hari sebelumnya dalam pertemuan Sjafruddin Prawiranegara dengan Mr. T.M. Hasan (Gubernur Sumatera, Komisariat Pemerintah Pusat) di Bukittinggi.
Melalui pembentukan PDRI, eksistensi negara RI berhasil diselamatkan. Hingga 13 Juli 1949, Sjafruddin berhasil meneruskan kepemimpinan Republik dengan menjalankan roda pemerintahan secara bergerilya dari satu nagari (desa) ke nagari lainnya di wilayah Minangkabau.
Pada sidang kabinet yang dipimpin oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta pada 13 Juli 1949, Sjafruddin datang langsung ke Yogyakarta untuk mengembalikan mandat PDRI kepada Presiden Soekarno. Sesuai dengan perjanjian Roem-Roijen, Yogyakarta akhirnya kembali ke dalam wilayah kekuasaan negara Republik Indonesia.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden, Sjafruddin ditunjuk sebagai Wakil Perdana Menteri RI pada 1949. Ia kemudian diangkat lagi menjadi Menteri Keuangan pada 1949-1950. Terobosan yang dilakukannya untuk menghadapi krisis keuangan kala itu termasuk ‘Gunting Syafruddin’ dan ‘Sertifikat Devisa’.
Pada tahun 1951 hingga 1953, Sjafruddin menjadi orang Indonesia pertama sekaligus satu-satunya yang menjabat sebagai Presiden De Javasche Bank (DJB). Pada tahun 1953 hingga 1958, ia juga menduduki jabatan Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama.
Salah satu yang menonjol di masa kepemimpinan Sjafruddin adalah keteguhannya dalam menjalankan fungsi utama bank sentral sebagai penjaga stabilitas nilai rupiah serta pengelolaan moneter.
Atas jasa-jasanya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada Sjafruddin Prawiranegara pada 2011.
SITI NUR RAHMAWATI
Baca: Sjafruddin Prawiranegara Presiden RI ke-2 yang Kerap Dilupakan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini