Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SYAHRIL Sabirin terhenyak di kursinya. Sepotong kalimat penyidik kejaksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, membuatnya lunglai. "Pak Syahril kami tahan," kata Jaksa Hari Hartono.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah negeri ini, seorang Gubernur Bank Indonesia mesti menghuni tahanan. Surat perintah penahanan yang diteken Direktur Penyidikan Ris Pandapotan Sihombing mengirim Syahril ke ujung kariernya: bui pengap berukuran 4x4 meter.
Inilah klimaks perseteruan Syahril dengan Presiden Abdurrahman Wahid sejak awal bulan. Sebelum akhirnya dikenai status tersangka, di parlemen Syahril membeberkan bagaimana ia ditekan Presiden Wahid melalui Jaksa Agung Marzuki Darusman agar mundur dari kursi nomor satu di BI. Jika ia bersedia, posisi sebagai duta besar dan posisi di Dewan Pertimbangan Agung akan disiapkan untuknya. Jika ia menolak, keterlibatannya dalam kasus Bank Bali akan terus diusut.
Desakan agar Syahril mundur bukan tanpa motif. Saat itu Abdurrahman berhasrat mendudukkan jagonya, Dono Iskandar, salah satu Deputi BI, di posisi puncak bank sentral. Belum lagi, Abdurrahman juga amat masygul ketika kawan dekatnya, Direktur Kredit Korporasi Bank Rakyat Indonesia, Prijadi Praptosoehardjo, dinyatakan oleh BI tak lulus uji kelayakan.
Hari-hari ini, bursa pemilihan Gubernur BI memanas lagi. Gubernur lama, Burhanuddin Abdullah, terancam mengikuti jejak Syahril.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo