TEMPO.CO, Sampang - Setelah ditahannya Pimpinan Syiah Sampang, Tajul Muluk, oleh Kejaksaan Negeri Sampang, Kamis Malam, situasi di kampung syiah di Dusun Nangkernang, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, kembali dilanda ketegangan.
Ketegangan dipicu kembalinya seluruh keluarga Tajul Muluk ke Nangkernang sejak tadi malam. Sejak peristiwa perusakan dan pembakaran komplek pondok pesantren yang diasuk Tajul, 29 Desember 2011 lalu, keluarga dan kerabat Tajul mengungsi ke berbagai daerah, seperti Malang dan Sidoarjo. Mereka diusir keluar dari Sampang.
"Tajul ditahan. Seluruh keluarga saya yang Syiah pulang lagi ke Nangkernang semalam. Ini membuat warga di sana gelisah dan protes," kata pemuka Nahdatul Ulama, Kecamatan Omben, yang juga adik kandung Tajul Muluk, Roisul Hukama, kepada Tempo, Jumat, 13 April 2012.
Rois meminta saudara-saudaranya tidak bertingkah laku aneh agar tidak memancing kemarahan warga seperti yang sudah terjadi. "Sudah tahu warga tak suka, kok, masih nekat pulang," ujarnya.
Rois, sapaan akrab Ustad Roisul Hukama, berharap warga NU di Nangkernang bisa menahan diri dan tidak melakukan tindakan anarkis. "Warga Syiah juga harus bisa mengerti," ujarnya.
Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Sampang Komisaris Polsi Danuri, membenarkan bahwa seluruh keluarga Tajul Muluk pulang kampung ke Nangkenang. "Mereka pulang agar bisa menjenguk Tajul yang ditahan," ucapnya.
Namun, menurut Danuri, kepulangan keluarga Tajul tidak menimbulkan ketegangan di Nangkernang. "Anggota (polisi) kita masih di sana. Situasi kondusif tidak ada ketegangan, semua normal," tutur Danuri.
Di sisi lain, berkaitan dengan aksi perusakan dan pembakaran pesantren Syiah, 29 Desember 2012, Polres Sampang hanya menetapkan seorang tersangka, yakni Maskirah. Dalam persidangan Awal April lalu, jaksa penuntut umum menuntut Maskirah dengan hukuman kurangan lima bulan penjara. Adapun tuntutan sesuai Pasal 187 KUHP tentang pembakaran dengan tuntutan 12 tahun penjara tidak terbukti dalam persisangan.
MUSTHOFA BISRI