Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Kedutaan Besar Australia menggelar pameran seni instalasi di Museum Macan, Jakarta Barat.
Seni instalasi tersebut berasal dari bekas jaring ikan yang menjadi sampah di laut.
Senimannya merupakan penduduk asli Kepulauan Selat Torres, yang terletak antara Indonesia dan Australia.
Lavinia Ketchel menunjukkan bandul anting biru muda dan kuning yang dikenakannya ketika dijumpai di Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara atau Museum Macan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Bandul itu ditenun Lavinia dari jaring ikan bekas. "Saya baru membuatnya pagi ini. Butuh tiga jam untuk mengerjakannya," kata dia, Sabtu, 20 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lavinia adalah warga lokal Pulau Erub, Kepulauan Selat Torres, Queensland, Australia. Kedatangannya ke Indonesia untuk memamerkan karya seni kontemporer dari komunitas Erub Arts berupa hewan-hewan laut tiga dimensi yang dibuat dari jaring ikan warna-warni. Mereka membuat karya seukuran aslinya. Ada ikan pari manta raksasa, sotong berukuran setengah meter, penyu, dan sebagainya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat 18 karya dalam pameran seni yang bertajuk Ghost Net: Awakening the Drifting Giants yang digelar Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia tersebut. "Karya-karya seni ini menggabungkan unsur budaya penduduk Kepulauan Selat Torres, seni kontemporer, dan advokasi lingkungan," kata Penny Williams, Duta Besar Australia untuk Indonesia.
Seni instalasi dari jaring berkas tersebut dipamerkan dengan digantung di langit-langit ruangan. Sorot lampu menambah kesan bahwa hewan-hewan laut tersebut sedang berenang di habitatnya. Musik ambiens juga menghadirkan suasana laut.
Lavinia Ketchel dan Jimmy Taiday, seniman Erub Arts, di depan karya mereka di Museum Modern and Contemporary Art in Nusantara (Macan), Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 20 Mei 2023. TEMPO/Ilona Esterina
Menurut Lavinia, pemilihan ghost net atau jaring bekas sebagai media seni dilakukan karena mereka melihat banyaknya hewan laut yang terperangkap jaring-jaring hantu yang dibuang begitu saja. Jaring penangkap ikan dulunya dibuat dengan serat alami yang mudah terurai.
Seiring dengan perkembangan teknologi, sebagian besar jaring ikan saat ini berbahan nilon (plastik) yang dianggap lebih kuat dan murah, tapi tak kunjung hancur sehingga mengkontaminasi laut. "Kami ingin mengurangi jaring di lautan," kata Lavinia. Lewat pameran ini, ia melanjutkan, mereka berusaha menyebarkan pesan untuk mendaur ulang dan menggunakan kembali sampah-sampah di lautan.
Jimmy John Taiday, seniman lain anggota Erub Arts, mengatakan mereka mengumpulkan jaring dari pesisir pantai di sekitar tempat tinggal mereka. Selain itu, mereka memintanya dari nelayan lokal dan tentara. "Para tentara yang membersihkan laut menemukan jaring dan memberikannya kepada kami," ujarnya.
Sebelum menenun jaring, mereka berbagi tugas. Jimmy kebagian membersihkan jaring dari kotoran. Terkadang dia melakukannya sendirian. Beberapa jaring yang mereka dapat berukuran cukup besar. "Jimmy kuat melakukannya sendiri," Lavinia menimpali.
Setelah bersih, jaring-jaring tersebut diwarnai oleh ibu-ibu setempat. Selanjutnya, barulah mereka membuat pola dan memulai pengerjaan. Untuk karya instalasi besar, mereka membutuhkan waktu sekitar enam pekan, sementara ukuran sedang sekitar tiga pekan.
Jimmy mengatakan motivasi membuat karya seni dan menggelar eksibisi adalah kecintaan terhadap lingkungan terdekat mereka, yakni laut, berikut ekosistem dan biotanya. Menurut dia, manusia bisa menikmati keindahan laut lewat menyelam sekaligus mendapatkan sumber makanan dengan memancing atau berburu berbagai jenis ikan.
"Kami menyebut laut dan isinya sebagai shopping center," ujarnya sambil tertawa. Ekosistem laut, dia melanjutkan, kini terancam karena sampah yang hanyut terbawa dari berbagai wilayah.
Warga Kepulauan Selat Torres yakin pulau, laut, langit, dan seluruh alam memiliki roh. Hal itu dituangkan dalam praktik seni kontemporer yang mereka ciptakan. Jimmy menambahkan, instalasi hewan laut buatan mereka merupakan simbol keluarga pada setiap suku. "Tiap suku punya beberapa totem," ujarnya.
#Info Seni 6.1.1-Dari Selat Torres ke Berbagai Penjuru Dunia
Seniman Erub berasal dari empat kelompok suku serta mendapat inspirasi artistik dari identitas dan hubungan mereka dengan totem masing-masing.
Erub merupakan pulau paling timur Selat Torres, yang berbatasan dengan Papua Nugini. Pulau ini merupakan rumah bagi sekitar 400 Erubam Le—sebutan bagi orang Erub—yang kental dengan tradisi melaut menggunakan kano. Mereka menggunakan teknik tradisional untuk menangkap ikan, seperti memancing, menyelam, dan menjaring, serta menangkap kepiting dengan perangkap buatan. "Kami saling mengenal satu sama lain karena kami penduduk di pulau yang sangat kecil," ujar Lavinia.
Lavinia menghabiskan hidupnya di pulau yang jaraknya cukup jauh dari kota-kota besar di Australia. Tak ada pula hotel ataupun penginapan di sana sehingga jarang ada kunjungan turis dari luar daerah. Untuk bepergian antarpulau, mereka menggunakan perahu kecil yang disebut dinghy. Ada sekitar 18 pulau di sekitar Selat Torres yang dihuni 70 komunitas.
Meski komunitasnya kecil, kelompok seniman lokal atau Erub Arts telah beberapa kali menggelar pameran internasional. Pameran mereka yang bekerja sama dengan seniman dan komunitas lain juga tersebar di museum pemerintah dan museum komersial. Beberapa di antaranya dipamerkan di Museum Australia, Sydney; Museum Etnografi Jenewa, Swiss; dan di beberapa tempat lain. "Di Indonesia, ini adalah yang pertama," kata Lavinia.
Erub Arts memanfaatkan jaring hantu sebagai media sejak 2010. Awalnya mereka membuat tas tangan hingga akhirnya berkembang menjadi instalasi seni yang bisa dinikmati banyak orang.
Menikmati Instalasi Sembari Berkreasi
Kehadiran para seniman Erub Arts ini juga bertujuan memberikan pelatihan membuat karya seni tenun jaring hantu mini. Hingga Sabtu lalu, ada dua kelompok siswa sekolah di Jakarta yang bergantian mengikuti workshop mereka, yakni SMP 105 Jakarta dan SMP Yasda, Jakarta Selatan.
Jimmy mengaku senang bisa berbagi ilmu membuat karya seni dengan anak sekolah di Indonesia. "Mereka ternyata cepat paham," kata dia. Ke depan, ia berharap anak muda dapat lebih kreatif dengan membuat karya seni dari sampah plastik daur ulang lainnya.
Pengunjung Museum Macan membuat ikan pari mini dari jaring bekas di Kebon Jeruk, Jakarta Barat, 20 Mei 2023. TEMPO/Ilona Esterina
Di ruang pameran juga disediakan alat-alat berupa jaring bekas warna-warni yang sudah dipotong pendek, yang bisa dipakai pengunjung yang ingin membuat karya seni ikan pari mini. Semuanya tersedia gratis, begitu pun tiket masuk pamerannya.
Adelia Helmi Pratiwi, pengunjung, merasa senang akhir pekannya bisa diisi dengan hal yang bermanfaat. Dia sedang menganyam ikan pari kecil berwarna putih dan biru saat ditemui di lokasi pameran, Sabtu, 20 Mei lalu.
Adelia mengikuti video tutorial dari perangkat gawai yang disediakan museum. "Lumayan sulit, tapi menyenangkan," kata perempuan berusia 27 tahun itu. Menurut dia, ini adalah kunjungan pertamanya ke museum seni sekaligus mendapat pengalaman ikut membuat karya seni sendiri.
Aaron Satoo, direktur Museum Macan, mengatakan pembicaraan tentang rencana pameran ini berlangsung sejak masa pandemi, dua tahun lalu. "Namun baru terealisasi saat ini," kata dia. Pameran akan berlangsung hingga 4 Juni 2023. "Setelah itu, karya seninya dibawa untuk ditampilkan di Bali."
ILONA ESTERINA PIRI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo