SETIAP tanggal 25 November diperingati oleh dunia sebagai Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Penetapan tersebut mengacu pada Resolusi 54/134 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa. Tujuan peringatan itu adalah untuk meningkatkan kesadaran di seluruh dunia bahwa kekerasan terhadap perempuan masih ada, termasuk skala dan sifat dari masalah ini yang seringkali tidak tampak. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut meliputi pemerkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, dan berbagai bentuk kekerasan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengumpulkan data dari dari data Badan Peradilan Agama (Badilag), aduan terhadap Komnas Perempuan, dan data milik lembaga layanan. Berdasarkan catatan itu, jumlah kekerasan terhadap perempuan pada 2023 mencapai 289.111 kasus. Angka tersebut menurun dari jumlah kekerasan di tahun 2022 sebanyak 339.782 kasus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian besar angka di atas diisi oleh data Badilag yang berkaitan dengan perceraian, poligami, pernikahan anak dan dispensasi kawin. Berbagai hal itu tergolong kekerasan terhadap perempuan dalam ranah rumah tangga atau ranah personal.
Dalam laporan tersebut pula, Komnas Perempuan menyebut bahwa data dalam Catahu hanya merupakan indikasi dari fenomena puncak gunung es tentang persoalan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di dalam masyarakat. Data yang disajikan masih terbatas pada kasus yang dilaporkan oleh korban dan didokumentasikan oleh lembaga yang terlibat dalam upaya kompilasi data Catahu.
Oleh karena itu, peningkatan jumlah kasus menggambarkan adanya kemungkinan peningkatan kesadaran korban untuk melapor dan akses melapor yang semakin terbuka. Selain itu pertambahan jumlah kasus mungkin juga dipengaruhi oleh proses penanganan kasus berjalan yang semakin baik.