Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
INFO NASIONAL - Ketua Lembaga Pengkajian Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) Rully Chairul Azwar mengatakan Lembaga Pengkajian MPR menangkap berbagai kegundahan masyarakat Indonesia terkait dengan pelaksanaan tataran implementasi perekonomian nasional Indonesia yang dirasakan masih jauh dari semangat dan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33.
Berdasarkan hasil kajian sementara Lembaga Pengkajian MPR, ditemukan fakta menarik bahwa pada tiap era pemerintahan sejak kemerdekaan, terjadi kesenjangan serta perbedaan nyata antara visi ekonomi konstitusi, seperti di dalam UUD 1945 dan kenyataan penerapan kebijakan yang diambil di bidang perekonomian di lapangan.
Prioritas kebijakan ekonomi lebih mengutamakan kepentingan akumulasi modal untuk pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan keadilan sosial bagi seluruh warga negara.
“Kenyataan semacam itu tentu patut menjadi perenungan kita semua. Karena secara ideal, rancang bangun sistem perekonomian Indonesia yang digagas founding fathers, Soekarno dan Hatta jelas termuat dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam kerangka keadilan atau kesejahteraan sosial itulah, para founding fathers menolak kapitalisme liberal. Sebab, dinilai sebagai akar ketimpangan sosial,” kata Rully dalam acara Simposium Nasional Lembaga Pengkajian MPR RI bertajuk “Sistem Perekonomian Nasional untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan UUD 1945” di Gedung Nusantara IV, Kompleks Gedung MPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2017.
Rully menjelaskan, masalah ketimpangan sosial yang sangat tinggi menjadi permasalahan berat bagi Indonesia. Ketimpangan sosial haruslah dijadikan fokus perhatian dan sebagai masalah urgen bagi semua pihak. Pasalnya, jika masalah pemerataan dan ketimpangan sosial tidak ditangani secara tepat serta benar, hal itu bisa memicu konflik juga kekerasan sosial yang akan merugikan stabilitas pembangunan nasional.
Patut disadari bahwa pemerataan dan penuntasan ketimpangan sosial adalah masalah yang sangat urgen karena bisa menghambat pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Ketimpangan juga menjadi akar konflik sosial, kejahatan, juga kekerasan. Bahkan ketimpangan sosial bisa mengancam kohesi sosial dan politik.
“Berdasarkan itulah, pimpinan MPR menugaskan Lembaga Pengkajian MPR sebagai lembaga dengan fungsi ‘Laboratorium Konstitusi’ untuk melakukan pengkajian topik Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial,” ujarnya.
Proses kajian yang dilakukan sejak Februari 2017 melalui serangkaian diskusi terbatas yang menghadirkan beberapa tokoh, di antaranya Prof Boediono, Prof Emil Salim, Prof Ginandjar Kartasasmita, Prof Edi Swasono, Prof Jimly Asshiddiqie, dan Prof Dawam Rahardjo. Selain itu, Lembaga Pengkajian MPR mengadakan serangkaian focus group discussion di empat provinsi bekerja sama dengan Universitas Pandjajaran, Universitas Udayana, Universitas Diponegoro, serta Universitas Gadjah Mada. Pada akhir Mei 2017, diselenggarakan round table discussion yang menghadirkan 12 pakar ekonomi juga politik.
“Bertepatan dengan Hari Koperasi ke-70 pada 12 Juli 2017, Lembaga Pengkajian MPR menyelenggarakan sebuah simposium bertajuk “Sistem Perekonomian Nasional untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Berdasarkan UUD 1945” sebagai puncak dari rangkaian kajian tersebut,” ujarnya.
Dalam simposium tersebut, dibahas makalah kunci yang telah disiapkan Steering Comittee dari Lembaga Pengkajian MPR yang akan disampaikan Prof Didik J Rachbini selaku Ketua Steering Comitte.
“Makalah kunci ini memuat hasil kajian sementara yang telah dihimpun Lembaga Pengkajian dalam sebuah buku yang berjudul sementara Ekonomi Pancasila. Selanjutnya, akan disempurnakan dalam simposium,” ujarnya.(*)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini