Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo

Toponimi bagi Kedaulatan Negara

PBB hanya mengakui daftar pulau suatu negara kalau memiliki
nama dan posisi pulau.

29 Mei 2017 | 16.34 WIB

Toponimi bagi Kedaulatan Negara
Perbesar
Toponimi bagi Kedaulatan Negara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

INFO BISNIS - Lagu ini tentu lekat di ingatan kita mengenai negara kepulauan yang bernama Indonesia. Namun tak banyak yang mengetahui berapa jumlah pulau yang ada di Nusantara. Data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, seluruh pulau di Indonesia mencapai 17.500 pulau, tapi data resmi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) hanya mengakui sebanyak 13.466 pulau.


"Perbedaan ini disebabkan karena data yang dilaporkan ke PBB adalah data valid dan sudah bernama. PBB hanya mengakui daftar pulau suatu negara kalau memiliki nama dan posisi pulau, bukan sekedar mencantumkan jumlah. Terpenting menggunakan nama lokal," ujar Ida Herliningsih, Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim, Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam Dialog @Tempo pada Jumat, 26 Mei 2017.


Proses Penamaan pulau harus akurat dan melibatkan masyarakat lokal sekitar pulau, adanya pendudukan de facto. Hal ini sesuai syarat visitasi (kunjungan) pulau yang tercantum dalam Resolusi PBB melalui United Nation Group of Expert on Geographical Names (UNGEGN) Nomor 4 Tahun 1967 Rekomendasi B dan C tentang pengumpulan nama-nama rupa bumi dan pemrosesan datanya.


Saat ini, kata Ida, sebanyak 13.466 pulau sudah didaftarkan ke PBB. artinya masih ada ribuan pulau lagi yang belum diverifikasi. Targetnya, sesuai Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) harus terverifikasi sebanyak 17.000an pulau di tahun ini.


Adapun survei lapangan dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena harus spesifik. Contoh, pulau dalam sungai pun harus bernama. Tak jarang, saat ditemui ada pulau yang tenggelam atau Tanah Lot yang dahulu terpisah dan sekarang saat surut kita bisa berjalan melewatinya, ini bisa dianggap sebagai satu kesatuan. 


"Survei terberat dilakukan KKP. Diperkirakan jumlah pulau kita lebih dari 17ribu. Tepatnya, tanggal 3 Juli nanti KKP akan melaporkan angka pastinya untuk dilaporkan dalam pertemuan dunia PBB pada 7-8 Agustus mendatang," jelasnya.


Rupabumi merupakan bagian dari peta dasar. Prinsip penamaan Rupabumi menggunakan abjad Romawi, penggunaan nama lokal, menghormati keberadaan suku, agama, ras dan golongan, juga menghindari penggunaan nama diri atau nama orang yang masih hidup, menggunakannya bahasa Indonesia dan menggunakan tiga kata. 


Selain itu, Rupabumi harus memiliki koordinat objek, arti nama, bahasa, sejarah. Tahapan pembakuan nama rupa bumi adalah identifikasi, inventarisasi, verifikasi, dan penetapan nama atau yang disebut Toponimi. Hal ini masih awam dilakukan banyak pihak. Tak heran, saat terjadi kasus Pulau Sipadan dan Lingitan yang akhirnya dimiliki Malaysia menjadi tamparan keras bagi Indonesia akan pentingnya Toponimi bagi kedaulatan negara.


Tak heran, PBB melalui UNGEGN menetapkan Toponimi sebagai kewajiban yang harus dimiliki tiap negara untuk dilaporkan sebagai isu strategis menyangkut kedaulatan suatu negara. Sehingga konflik perebutan wilayah atau batas negara tidak terjadi lagi di kemudian hari.


Menurut Multamia RMT Lauder dari Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Toponimi merupakan kajian nama tempat dan bukanlah pekerjaan sepele, tapi berskala internasional. 


"Kajian ini tak hanya menyangkut daratan tapi unsur bawah tanah, laut dan unsur bawah laut, seperti palung, dan luar angkasa. Proses penetapan dan pengesahaan nama dan penataannya harus menggunakan nama lokal untuk mengekalkan sejarah migrasi manusia," ungkap Multamia yang sudah 18 tahun melakukan kajian Toponimi.


Sementara itu, Direktur Toponimi & Batas Daerah Kementerian Dalam Negeri, Tumpak H. Simanjuntak, menyayangkan Toponimi belum menjadi isu strategis di Indonesia., khususnya di tingkat nasional. Butuh kesadaran tinggi dari pemerintah daerah (pemda) melakukan verifikasi Toponimi atas wilayahnya masing-masing termasuk mengenali garis batas wilayahnya. 


"Awalnya, tentu Jakarta harus tertib dulu. Dahulu, banyak tokoh masyarakat Betawi yang memiliki tanah lalu minta namanya digunakan sebagai nama jalan atau penamaan Kampung Pancasila, Kampung Artis. Inilah yang harus dibereskan, apalagi kalau orangnya masih hidup. Kita membuat kategori inklusif yang menjadi kewenangan pusat. Misal, menyangkut pertahanan negara seperti batas negara, tidak boleh nama lokal tapi bahasa Indonesia," jelasnya.


Tumpak mengakui minimnya kesadaran pemda yang tidak terlalu peduli tentang Toponimi, bahkan tidak tahu nama-nama sungai kecil sebagai garis batas. Jangan sampai saat daerah tersebut memiliki potensi gas alam atau berpotensi wisata, baru peduli dan dijadikan modus untuk saling klaim. 


Problemnya, Rupabumi tidak spesifik diungkapkan dalam APBN sehingga belum dijadikan basis dalam perencanaan anggaran daerah. Adanya Rupabumi ini memudahkan, sehingga luas wilayah dan batas definitif ditegaskan secara akurat oleh kaidah pemetaan oleh Mendagri. Semisal, saat ingin membangun jembatan, melalui Rupabumi koordinatnya sudah diketahui dengan batas daerahnya, dan tentu memudahkan saat mengajukan APBD sehingga pemda bisa terbantu. 


"Saat ini, kami bantu provinsi untuk mengumpulkan dan berkoordinasi dengan kabupaten/kota agar ini wajib dilakukan. Kebijakan pembatasan itu sudah ditetapkan minimal skala 1:25.000 sebagai peta dasar, sehingga tidak berpotensi menimbulkan konflik perebutan wilayah," katanya. (*)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus