Pada 2019, perusahaan perbankan Jerman, Deutsche Bank, merilis hasil riset tahunan Mapping the world’s prices 2019. Dalam riset ini, Deutsche Bank melakukan penelitian terhadap pendapatan, biaya hidup, dan sejumlah harga kebutuhan lainnya. Salah satu tema yang termasuk dalam penelitian ini adalah biaya “kencan murah”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biaya barang atau jasa yang termasuk dalam definisi kencan murah adalah biaya sewa taksi, harga minuman ringan, harga dua tiket film, biaya makan berdua di pub atau tempat makan lainnya, dan harga sejumlah kaleng atau gelas bir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Zurich menjadi kota termahal jika Anda ingin mengajak kencan seseorang di kota itu. Berdasarkan perhitungan Deutsche Bank, Anda perlu merogoh kocek sebesar US$ 202,7 atau Rp 2,9 juta per kurs hari ini untuk sekali berkencan sesuai definisi di atas di kota yang terletak di Swiss ini. Kota termahal berikutnya adalah Oslo. Biaya sekali kencan di ibu kota Norwegia itu dapat menghabiskan US$ 163,9 atau Rp 2,35 juta.
Sedangkan biaya kencan termurah ada di Kairo, Mesir. Anda perlu mengeluarkan uang sekitar US$ 41,9 atau Rp 600 ribu lebih sedikit untuk sekali kencan sesuai definisi Deutsche Bank. Ibu kota Indonesia, Jakarta tergolong kota termurah keenam untuk sekali kencan, dengan biaya US$ 45 atau Rp 645.390.
Meski demikian, definisi kencan itu tentu terbatas untuk kalangan tertentu, dalam hal ini kelas atas. Sebagai contoh, biaya kencan di Jakarta sesuai definisi Deutsche Bank sudah lebih dari 10 persen pendapatan bulanan penduduk kota itu menurut data perusahaan ini. Pada 2019, pendapatan bulanan penduduk kota itu menurut Deutsche Bank adalah US$ 362 atau Rp 5,19 juta.
Sementara biaya sekali kencan di Zurich setara dengan 3,4 persen dari perkiraan pendapatan bulanan penduduk kota itu, yang menurut Deutsche Bank sebesar US$ 5.896 atau hampir Rp 85 juta.
Dalam metodologinya, Deutsche Bank mengumpulkan harga barang dan jasa dari internet atau sumber sekunder. Perusahaan ini mengakui bahwa terdapat potensi masalah pada kualitas dan konsistensi data yang mereka dapat.
Faisal Javier