Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar tentang pembangunan besar-besaran era pemerintahan Presiden Joko Widodo tak boleh berhenti, karena emisi karbon atau deforestasi membuat gaduh publik. Ungkapan itu disampaikan Siti dalam acara Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Skotlandia, Selasa, 2 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sontak pernyataan Siti itu menimbulkan efek lanjutan sampai ramai diperbincangkan dalam media sosial, Twitter. Saat berpidato dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP 26), Joko Widodo, mengatakan bahwa deforestasi telah menurun, bahkan paling rendah dalam 20 tahun belakangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantau Gambut menganalisis temuan, bahwa telah terjadi deforestasi area gambut di Sumatra, Kalimantan, Papua sebesar 425.403 hektare selama 2014 hingga 2020. Pemetaan ini menggunakan data deforestasi milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Data itu digabung pemetaan area konsesi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHKK) dan hak guna usaha (HGU).
Kumpulan data itu dipadukan pula dengan pemetaan gambut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP).
Rekapitulasi bencana banjir dan longsor Sumatera, Kalimantan dan papua (2014-2020). Sumber: https://dibi.bnpb.go.id/
Analis Sistem Informasi Geografis (SIG) Pantau Gambut, Rahmah Devi Hapsari, mengatakan hasil analisis data deforestasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memang menunjukkan penurunan luas deforestasi di Sumatra, Kalimantan, Papua pada 2014 hingga 2020. Kendati cenderung menunjukkan angka menurun tiap tahun, tapi keseluruhan luas deforestasi mencapai 3.134.696 hektare.
Selama kurun tahun itu, data menunjukkan deforestasi di kawasan gambut maupun tanah mineral. “Deforestasi terjadi di area konsesi dan non-berizin pengelolaan (swasta),” kata Rahmah.
Rahmah menjelaskan, deforestasi di wilayah berizin konsesi di kawasan gambut dan bukan lahan basah mencapai 1.381.383,95 hektare. Deforestasi itu terjadi selama 2014 hingga 2020. “Walaupun deforestasi mengalami penurunan, yang harus terus disoroti setelah itu peruntukan kawasan yang mengalami deforestasi menjadi apa?,” ujarnya mempertanyakan.
Keseluruhan luas deforetasi itu 40 pesen atau luasnya 169.144 hektare berada di area gambut kedalaman lebih dari tiga meter. Berdasarkan aturan perlindungan dan pengelolaan gambut, area ini seharusnya dihindari untuk kegiatan pengelolaan.
Deforestasi di area gambut kedalaman lebih dari tiga meter umumnya terjadi di areal IUPHHK hutan tanaman industri dan HGU kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh pengembangan area untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman.
Pantau Gambut juga menganalisis pemetaan terbaru deforestasi di gambut Sumatra, Kalimantan, Papua selama periode 2014-2020. Penurunan deforestasi, khususnya, terjadi di Sumatra dan Kalimantan. Tapi, yang perlu disoroti, yakni kecenderungan bencana banjir dan longsor makin intens.
Tak hanya banjir dan longsor, kebakaran hutan dan lahan juga kerap terjadi selama 2015 hingga 2019. Pada 2015, kebakaran menghanguskan 2,6 juta hektare hutan dan lahan. Dari luas area itu sebanyak 35 persen berada di area gambut. Sedangkan kebakaran pada 2019 menghanguskan 1,6 juta hektare hutan dan lahan yang 31 persen berada di lahan gambut.
Bencana yang disebabkan oleh deforestasi telah nyata dialami warga Sintang, Kalimantan Barat. Banjir yang melanda Sintang sudah empat pekan merendam permukiman warga. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengamati ketinggian air sekitar 100 sentimeter hingga 300 sentimeter. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sintang menemukan di beberapa lokasi air menyurut 50 sentimeter.
Kepala Divisi Advokasi dan Kolaborasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat, Andreas S. Illu, mengatakan banjir terjadi akibat kerusakan lingkungan di area tangkapan hujan. “Curah hujan yang tinggi menyebabkan luapan air Sungai Kapuas dan Melawi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, banjir yang terjadi ketika curah hujan tinggi sangat mendesak agar ada solusi nyata dari pemerintah untuk pemulihan lingkungan. “Kerusakan di area hulu untuk tangkapan hujan,” kata Andreas.
Luapan air bah mengakibatkan beban lingkungan yang disebabkan oleh konsesi perkebunan kelapa sawit. Hutan pun terus menggundul. “Masalah pemanfaatan hutan untuk konsesi tanaman industri itu yang memicu terjadi bencana banjir,” ungkapnya.
Kebanjiran di Sintang mencerminkan bertolak belakang dengan kebanggaan pemerintah terkait penurunan deforestasi. Sebab, dampak kerusakan lingkungan telah menimbulkan bencana. Maka, apakah tepat deforestasi yang menurun itu bisa dibanggakan oleh Joko Widodo?