Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabupaten Wajo dan Kabupaten Soppeng di Sulawesi Selatan terkenal sebagai sentra penghasil kain tenun sutra Bugis di Indonesia. Daya tarik tenun sutra tidak semata-mata dari kelembutannya, tetapi juga nilai budaya dan sejarahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wisatawan domestik dan mancanegara kerap mengunjungi kampung di Wajo dan Soppeng yang ingin melihat lebih dekat dan mempelajari proses pembuatan kain tenun sutra Bugis. Namun, saying karya budaya ini berada pada jalan menurun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Banyak soal yang berkelindan dalam helai tenun Bugis. Yang paling kentara adalah penurunan jumlah pengrajin mulai dari petani sutra hingga penenun mulai kehilangan penerus.
Saat ini mayoritas yang bekerja dalam sektor ini adalah perempuan tua. Belum lagi masalah persaingan sutra dan kain sintetis yang jauh lebih murah. Bila dibiarkan, bukan tidak mungkin kualitas terbaik kain tenun sutra Bugis hanya tinggal kenangan.
Koordinator Program Knowledge to Policy Yayasan BaKTI, Rahmad Sabang, mengatakan di Sulawesi Selatan terdapat
beragam komoditas unggulan di sektor pertanian. Tanaman pangan tak hanya padi dan jagung, tetapi juga ada sutra dan talas. “Sutra punya nilai lebih karena komoditas ini memiliki nilai budaya dan tradisi turun-temurun. Sayangnya, persutraan Sulawesi Selatan meredup setelah era 2000-an. Sebelumnya sutra menjadi salah satu penopang ekonomi dan bahkan menjadi komoditas ekspor,” kata dia.
Menghadapi situasi getir tersebut, Pemerintah Sulawesi Selatan tidak tinggal diam. Dengan dukungan program Knowledge Sector Initiative (KSI), Yayasan BaKTI, dan SRP Payo-Payo, Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah Sulawesi Selatan memetakan masalah-masalah yang terjadi dalam rantai nilai komoditas sutra. Mereka melihat dan meneliti lebih dekat proses bisnis yang terjadi mulai dari hulu hingga hilir, pada Juli 2020 hingga Januari 2021.
Mereka menyimpulkan, masalah yang menjangkiti industri sutra sangat kompleks dan saling terhubung. Solusi holistik diperlukan jika ingin membangkitkan industri sutra Sulawesi Selatan.
Minimnya akses terhadap telur ulat sutra unggulan nasional berkualitas dan adaptif dengan iklim wilayah adalah salah satu penyebab anjloknya produksi benang sutra Sulawesi Selatan. Dari hasil pengamatan, masalah dapat ditekan dengan penjagaan kualitas telur sutra nasional dan upaya pencegahan hama ulat yang sering mengganggu petani.
Para pengrajin juga menghadapi masalah finansial dalam meningkatkan kapasitas produksi. Penghasilan di bawah standar menghalangi mereka untuk berkembang. Kebanyakan kelompok yang mengalami kesulitan keuangan adalah pengusaha kecil dan pengrajin tenun. Meraka selama ini adalah kelompok mayoritas dari proses bisnis kain tenun.
Hadra, penenun mandiri dengan alat tenun tradisional mengaku bisa menjual karyanya Rp1,2 juta per lembar sarung. Sekilas harga ini terlihat cukup tinggi, mungkin sudah sangat cukup untuk membeli bahan pokok sehari-hari, terutama jika ia bisa menjual tiga kain tenun dalam sebulan.
Namun, bila memperhitungkan harga bahan baku dan proses pengerjaan selama dua bulan untuk satu sarung tenun, Hadra hanya mendapat untung Rp 365 ribu.
Ketersediaan data dengan segregasi gender dapat menjadi bagian solusi dalam penyusunan kebijakan yang akurat. Seperti situasi penenun dan pengusaha tenun skala kecil dan kebutuhan agar dapat bertahan di tengah mekanisme pasar.
Pemberian pelatihan atau bantuan lain kepada pengrajin dapat mengatasi ketimpangan alat produksi yang selama ini jadi masalah. Hal ini juga sejalan dengan pemberian labelisasi terhadap produk-produk sutra asli yang diproduksi oleh penenun. Proses advokasi labelisasi ini tengah berjalan untuk disahkan dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan.
Untuk menjaga dan meluaskan pasar dari Sutra Sulawesi Selatan, dibutuhkan penciptaan ruang bagi pelaku usaha untuk menjalankan investasi yang sehat, adil, dan berorientasi pada pembinaan petani dan penenun sutra. Pemerintah Kabupaten Wajo berkomitmen menciptakan 1.000 pengusaha muda. Program ini dapat dikoneksikan dengan pembinaan wirausaha baru dan pelaku kecil.
Hasil rekomendasi dari kajian rantai nilai komoditas sutra diharapkan dapat memperbaiki taraf hidup penenun dan proses bisnis kain sutra di Kabupaten Wajo dan Kabupaten Soppeng. Diharapkan industri kain tenun sutra Bugis kembali berada pada jalan menanjak dan menjadi tulang punggung perekonomian setempat.