Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampah menjadi permasalahan kita semua. Mengutip laporan PBB tahun 2020, Indonesia bahkan masuk sebagai produsen sampah ke-5 dunia. Hal itu dikatakan Direktur PT Tempo Inti Media Tbk, Meiky Sofyansyah saat memberi sambutan pada acara Diskusi Nasional Peduli Sampah di Gedung Tempo, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meiky mengatakan, dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah timbunan sampah di Indonesia sebesar 25 juta ton. “Jumlah sampah yang tidak terkelola masih di atas 35 persen,” kata dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Meiky diperlukan upaya kecil membangun kesadaran kolektif bagaimana bisa arif mengelola sampah yang mayoritas dari rumah. Jika kesadaran ini berhasil dipupuk maka diharapkan ada jalan yang lebih baik. “Menciptakan ekonomi baru sebagai model bisnis ekonomi sirkular. Sampah tidak lagi menyeramkan tetapi bisa menciptakan nilai ekonomi baru,” ujar dia.
Memupuk kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah adalah hal yang sedang dilakukan Wali Kota Solok Zul Elfian Umar. Menurut Wali Kota Zul meskipun Solok merupakan kota yang kecil dengan luas ±58 Km², namun jika permasalahan sampah tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi permasalahan dan biaya yang besar.
“Ketika satu hari saja sampah itu dibiarkan, orang akan ramai. Berarti ini hal yang menjadi kebutuhan masyarakat,” kata dia di ruang diskusi yang sama.
Berdasarkan data Kota Solok di tahun 2022, timbulan sampah rerata per hari di tahun 2022 sebanyak 55,34 ton. Sementara sampah rerata per hari ke tempat pembuangan akhir atau TPA sebesar 44,74 ton (±80 persen).
“Kami mencoba menangani permasalahan sampah pertama dari sumbernya dulu, dari hulu. Sumbernya ternyata di rumah tangga. Kami kemudian mencoba melakukan pengurangan sampah dengan sebuah gerakan yang masif, terstruktur,” ujar dia.
Pemerintah Kota Solok kemudian membuat Gerakan Jumat Bersih, Sabtu Hijau, dan Minggu Sehat. Selain itu terdapat juga Gerakan Membuat Kompos di Rumah Tangga. “Kita sudah buat edaran di rumah tangga agar melakukan pengelolaan pengurangan sampah di rumah tangga. itu yang kita lakukan,” kata dia. “Tentu itu butuh kesadaran. Tidak semuanya masyarakat paham dengan ini,” tambah dia.
Ragam upaya peningkatan peran serta masyarakat, organisasi kemasyarakatan, hingga pihak swasta dilakukan Pemkot Solok untuk pengurangan dan penanganan sampah. Selain menyebarkan edaran dan juga himbauan, terdapat juga kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Wali Kota.
Tercatat, telah terdapat ragam kebijakan di antaranya: Peraturan Wali Kota Solok Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Plastik, Peraturan Wali Kota Solok Nomor 25 tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Daerah dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga Periode 2018 – 2025. Peraturan Wali Kota Solok Nomor 2 tahun 2012 tentang Retribusi Sampah, Retribusi Penyediaan, dan Pembuangan Jamban. Sementara itu di lingkungan sekolah, terdapat aturan untuk memberikan hukuman bagi siswa yang melanggar disiplin dengan menanam pohon.
“Setiap kebijakan harus diiringi dengan aturan. Pertimbangan, dasar, dan tujuannya apa, jelas. Akan jadi masalah hukum kalau tidak jelas,” kata Wali Kota Zul.
ASN Menjadi Pelopor
Untuk mengimplementasikan pengelolaan sampah di Kota Solok, pemerintah kota memulainya dari aparatur sipil negara (ASN). “Kami coba dulu dari ASN yang di bawah kendali kami. Seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) wajib membuat kompos di rumahnya dengan compost bag. 1 x 3 bulan kami cek hasilnya di rumahnya. Mereka belajar membuat kompos di rumahnya,” kata Wali Kota Zul.
Menurut dia, saat ini gerakan pengelolaan sampah sudah berjalan tiga bulan untuk seluruh ASN. “Kami harapkan seluruh rumah tangga sudah dapat mengelola sampah di tahun ini.”
Agar gerakan ini menyeluruh, ibu-ibu PKK juga dilibatkan. Pengelolaan sampah dijadikan salah satu penilaian di dalam PKK.
Adapun pengelolaan sampah yang menjadi arahan adalah komposting skala rumah tangga menggunakan compost bag (5 dasawisma), pemilahan sampah dari rumah tangga dengan kantong sampah bermerek dan terjadwal (1 lokus 1 kecamatan), pengangkutan sampah terpilah dan terjadwal.
Sampah, kata Wali Kota Zul harus dipilah yang organik dan anorganik. “Jika sampah tidak dipilah maka tidak diangkat. Mudah-mudahan dengan ini masyarakat terbiasa untuk memilah.”
Dia pun mengingatkan pengangkutan sampah memiliki jangka waktu karena usia Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) akan berakhir di tahun 2024. “Tidak ada gunanya menambah lahan untuk TPA,” ucapnya.
KLHK mengintruksikan tak ada pembangunan baru untuk TPA pada tahun 2030 mendatang. Oleh karena itu diperlukan pembangunan fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kota sebagai pengganti/subsitusi TPA. Tahun 2025, direncanakan pembangunan TPST dengan pagu Rp10 Miliar dengan menggunakan metode pengolahan sampah secara thermal menggunakan incinerator.
Sementara itu, selain pengelolaan sampah yang melibatkan langsung masyarakat, Pemkot Solok juga memiliki inovasi dalam pengelolaan sampah yakni, Kerjasama dengan PT Semen Padang melalui program Nabuang Sarok yakni sistem penyetoran sampah dengan sistem yang baru dimana masyarakat dapat menyetorkan sampah dan mendapatkan reward berupa poin yang nantinya dapat ditukarkan dengan hadiah-hadiah menarik.
Terdapat juga Teras Sasuku dan Sedekah Sampah (Literasi dan Pemberdayaan Barang Bekas SDN VI Suku). “Kami ingin membagun kesadaran masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan. Termasuk melalui pendidikan sejak dini. Proses penanaman nilai peduli lingkungan harus ditanamkan. Kami ingin seperti Jepang. Melalui bantuan pusat yaitu Kemendikbudristek agar menjadikan lingkungan menjadi kurikulum.”
Persoalan sampah, kata Wali Kota Zul, bukan hanya tanggung jawab pemerintah. “Kita yang akan menikmati bersama. Pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat,” uar dia.